Home » » Ulama Kodok Vs Ulama Kerbau

Ulama Kodok Vs Ulama Kerbau

Written By Amoe Hirata on Rabu, 21 Februari 2018 | 22.00

"Apa saja yang tidak boleh dimakan menurut hukum Islam?" tanya salah seorang penanya kepada Tuan A. Hassan.

            "Yang diharamkan oleh Allah," jawab A. Hassan, "adalah bangkai, darah, daging babi, dan segala sesuatu yang diperuntukkan selain Allah. Cuma itu saja yang haram dimakan. Lainnya tidak," tegasnya.
            Merasa belum puas, si penanya menyodorkan pertanyaan lain, "Bagaimana kalau kodok, halalkah atau haram?"
            "Tentu saja halal," jawab Ayah A. Qadir Hassan ini.
            "Apa kita tidak jijik makan daging kodok?" penanya kembali menyodorkan persoalan.
            "Perkara jijik, itu urusan tuan sendiri. Hanya sekadar tuan jijik, tidak akan bisa merubah hukum yang ada dalam Al-Qur`an," tandas A. Hassan dengan meyakinkan.
            "Kalau begitu," sang penanya mencoba menarik kesimpulan, "Tuan Hassan ini pantas kita juluki 'Ulama' Kodok'," tuturnya.
            A. Hassan tidak kehabisan akal lantas balik bertanya, "Tentang kerbau, bagaimana pendapat tuan?"
"Tentu saja boleh dimakan," jawab si penanya.
            "Kalau begitu," jawab A. Hassan yang begitu menukik, "tuan lebih cocok kita namakan 'ulama' kerbau." Diskusi pun berakhir. (S.A. Mughni, 1980: 23) Ini adalah di antara sekian contoh kepiawaian A. Hassan dalam diskusi dan debat.
            Kemampuan debat beliau seolah sudah mendarah daging di dalam pikiran dan kalbunya. Sehingga kapan saja bisa menjawab lawan debat dengan cerdas dan cergas, serta tidak perlu berpikir lama.
            H. Ali Muhammad Siradj salah satu murid A. Hassan dari Sumedang -sebagaimana ditulis Tamar Djaja (1980: 64)- pernah bertanya kepada A. Hassan tentang rahasai (kesuksesan dalam) perdebatan.
            "Kalau lawan bertanya," jawab A. Hassan, "harus dijawab dengan pertanyaan juga, dan carilah kelemahan di tiap perkataan yang kalau perlu bertubi-tubi," pungkas beliau.
            Demikianlah sekelumit kisah mengenai debat A. Hassan.
            Di zaman yang begitu derasnya "Ghazwul Fikry" (perang pemikiran) seperti saat ini, kemampuan debat dan diskusi (lisan dan tulisan) seyogianya dipertajam oleh generasi umat Islam. Bukan untuk mencari menang atau mempermalukan lawan, tapi untuk menolak kebatilan dan menegakkan kebenaran.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan