Dialog Ikhtilath

Written By Amoe Hirata on Selasa, 15 Februari 2011 | 17.54

Bagong: Mar! Melem malem gini enaknya ngapain ya?

Semar : Apa ya? Ngopi udah, makan udah, nrgumpi udah....emmmm...gimana kalau kita dialog aja?

Bagong: Boleh juga. Emang mo dialog apaan?

Semar: tentang dampak ikhtilath.

Bagong: opo iku Mar? dapet bahasa dari mana kamu? perasaan itu bukan bahasa Indonesia?

Semar : Walah Gong...gong...makanya jangan tidur tok kalo di sekolah.

Bagong: Loh sapa yang tidur tok, aku kan rajin dengerin omongan guru.

Semar : Alah ngeles...buktinya Ikhilath aja ga tau.

Bagong: Hee...ya udah apa artinya entar ga jadi-jadi dialognya.

Semar:Itu memang bukan bahasa indonesia. Itu bahasa Arab arti gampanganya campur aduk antara cowok dan cewek yang bukan mahram.

Bagong: ooo...gitu toh. Emang mau dialog dari sisi apanya?

Semar: dari segenap sisi deh gmn?

Bagong: ok....kita mulai dari sisi agama.

Semar: yo wes...karena agama kita Islam aku mau melihat dari kacamata Islam. Kalo menurut Islam sih campur aduk antara cowok cewek yang bukan mahram itu dilarang.

Bagong: Kok bisa? emang dampak negatifnya apa?
Semar:banyak sih. Diantaranya:memicu terjadinya perzinaan, akibat dari perzinaan iu banyak anak-anak yg lahir diluar nikah, kadang digugurin sebelum lahir, dan intinya dapat menimbulkan akhlak yang tercela.

Bagong: Menurutku tergantung orangnya sih. Kalau orangnya ga nafsu ga bakal terjadi zina. Wong terkadang pada tradisi tertentu hal itu dianggap wajar-wajar saja dan ga sampe nimbulin zina.

Semar: Memang sih ada yang biasa. Tapi masalahnya ini dah larangan agama. Kalau agama ngelarang sudah pasti ada hikmanya. Kalau kita melanggar kan dosa.

Bagong:Aku setuju kalau tentang hukum itu. Cuman analisamu terlalu lemah dan bisa di patahkan. Yang kau bicarakan tentang dampak tadi itu bagiku sangat relatif, ga bisa dijadikan acuan utama. Kalau itu di jadikan acuan entar kalau ada yang nanya" gimana kalau tidak nafsu atau zina?" terus jadi boleh ikhtilath gitu?

Semar: Ya ga sih, aku kan cuma bilang tentang efek yang terjadi.

Bagong: kalau aku sih lebih memandang pada larangan. Sekali dilarang berarti harus ku tinggalkan. Entah apapun hikmah yang terkandung didalamnya. Terkadang larangan agama itu tidak bisa di pecahkan oleh arus logika yang kuat sekalipun. Dan kalau hikmah yang di jadikan sandaran entar berpengaruh pada hukum itu sendiri.

Semar: Terus kalau menurutmu Ikhtilath gimana? boleh?

Bagong: Kan dah ku bilang itu jelas dilarang. Adapun hikmah kenapa itu dilarang kita hanya bisa meraba-raba sejauh kapasitas kita. Makanya sepekulasi hikmah hendaknya di jadikan faktor dinamis yang mengokohkan ketaatan untuk menjauhi larangan itu, bukan di jadikan permanen hingga membahayakan status hukum tersebut.

Semar: Ngomong opo to gong...gong...aku orah mudeng...bahasamu ketinggian.

Bagong: Intinya gini Mar, Apapun yang di perintah atau dilarang taati aja tanpa reserve. Yang jelas itu baik bagi kita. Karena perintah dan larangan agama pasti bermanfaat bagi kita. Masalah hikmah jangan di ambil pusing. Jadikan semacam motivasi aja untuk memperkokoh ketaatanmu.

Semar: ooo...gitu toh.....boleh juga tuh.

{BAGONG....GONG.......gong....}

Bagong: Iya bu, da apa?

Ibu: Pulang dulu, bantu ibu.

Bagong: Iya bu sebentar. dialognya kita lanjut kapan-kapan ya ibuku manggilmanggil tuh.

Semar: ok dah Pek jumpa lagi. Ati-ati ya....salam ma bapakmu.

Bagong: Sip, Assalamualaikum

Semar: wa`alaikum salam.
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan