Tercukil Tapi Tak Tercuil

Written By Amoe Hirata on Rabu, 11 Juli 2012 | 19.33

                 Bayangkan jika kita sudah menemukan orang yang kita sayangi. Bayangkan jika kita menemukan orang yang kita cintai. Sungguh, hati akan berbunga. Keharumannya semerbak menawan hati. Kegersangan jiwa yang selama ini menandus kering, sontak menjadi subur makmur oleh tanaman cinta yang begitu menggoda. Bila benih cinta sudah bersemi kasih dan sayang maka segala hal akan dikorbankan untuk menjaga dan merawat keberadaannya. Sedemikian dahsyat pengaruh cinta bagi seseorang hingga untuk memperjuangkan dan menjaganya akan mengorbankan apa saja walau harus nyawa.
            Adalah Qotadah bin Nu`man saudara dari Abu Sa`id al-Khudri benar-benar telah menemukan cintanya. Ia menemukan sosok yang dapat mengisi kekosongan hatinya; yang dapat menyejukkan kegersangan hatinya; yang dapat menentramkan kegalaun jiwanya. Betapa tidak kalau yang dicintai itu ialah: Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam. Setelah berada pada rimba jahiliah yang kelam, akhirnya ia menemukan sorot cahaya yang terang benderang menyinari kegelapan sikap dan laku yang selama ini dijalani. Begitu ia menemukan cahaya petunjuk yang terang itu dia tak akan pernah melepaskannya. Ia rela mati untuk memperjuangkan petunjuk yang ia dapatkan.
            Kehidupannya diisi dengan perjuangan-perjuangan yang mengagumkan. Berjuang dengan sekuat tenaga dengan harta dan jiwanya untuk kepentingan Islam. Rasulullah pernah berdoa untuknya: Ya Allah pakaikan padanya keindahan.  Kata-kata ini beliau sebut bertepatan dengan perang Uhud yang hampir saja membut Qotadah bin Nu`man kehilangan sebelah matanya. Matanya terkena busur panah hingga keluar bagai tercukil. Hampir saja para sahabat memotongnya, namun mereka mengadukan masalah ini kepada Rasulullah. Rasulullah tidak mengiyakan saran mereka, Beliau malah mengembalikan mata ke tempat semula dan melumurkan padanya ludah, berkat izin Allah Qotadah bin Nu`man sembuh seketika. Pada kondisi demikianlah akhirnya beliau berdoa: Ya Allah, pakaikan padanya keindahan.
            Walau matanya seakan keluar tercungkil, namun semangat membara untuk memperjuangkan Islam dan cintanya pada Allah dan Rasulnya tak pernah pupus dan padam; tak pernah tercuil sedikitput oleh harapan-harapan kerdil. Ia sungguh-sungguh cinta pada Rasulullah sehingga Ia tak eman meski pengelihatanya akan hilang. Cinta yang besar ini ternyata membuatnya beruntung. Bukan hanya matanya yang kembali normal, tapi ia merasa semakin cinta pada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Ketika Rasululla wafat menuju keharibaan-Nya hatinya seolah tercabik-cabik, tak kuasa menahan kesadihan yang begitu dalam. Namun dia bersyukur meski beliau telah tiada tetap ada pegangan berupa Al-Qur`an dan As-Sunnah yang bisa menyinari dan mencahayai titian hidupnya menuju jalan yang mustaqim. Cinta bukanlah sekedar mengobral janji dengan kata-kata indah; bukan sekedar romantisme yang garing tanpa bukti, tapi cinti itu perlu dibuktikan dengan perjuangan dan pengorbanan. Semakin besar cinta menggelora dalam dada, semakin besar perjuangan yang harus dibuktikan, hingga pada akhirnya, ketika perjuangan sudah begitu sangat besar, maka rasa manis akan kita rasakan. Cintapun dengan suka cita berkata: Kemari ikut aku, kau sungguh pantas mendapat cinta sejatinya, kini aku sungguh percaya. Semoga Allah senantiasa meridhai dan menjagamu wahai Qotadah bin Nu`man di peristirahatan sementara menuju keridaan ilahi.

Nestapa Cinta Penjara Suci

Fajar menyingsing lembut. Panorama disekeliling pondok al-Karimah remang-remang tak terlihat jelas. Dalam hening itu, terdengar suara gaduh hewan-hewan sawah dan lain sebagainya; kokok ayam, suara katak, ringkikan jangkrik. Maklum lhokasi pondok al-Karimah terletak di pedesaan, terlebih di belakangnya terdapat  sawah yang luas. Para santri sudah berjejer rapi sejak jam 03:00 dini hari menunaikan shalat Tahajjud. Suara tilawah ayat-ayat al-Quran terdengar serempak dan syahdu. Biasanya, setelah menunaikan shalat Tahajjud para santriwati menunggu waktu shalat Shubuh dengan membaca al-Quran secara bergantian.
Puspita sari sedang khusyu membaca ayat-ayat  al-Quran bersama teman-temanya. Dalam hati ia merasa bersyukur bisa mengikuti pondok tahfidz di pondok al-Karimah. Ini karena, banyak hal yang ia dapatkan, dari mulai kemandirian, kedisiplinan, kebersamaan, dan sifat-sifat baik lainya. Ditengah kekhusyuan itu terdengarlah kumandang adzan shalat Shubuh. Para santriwati bersiap-siap menunaikan shalat Shubuh berjama`ah. Mereka menunaikan shalat sunnah qabliyah dulu baru setelah itu baru menunaikan shalat Shubuh.
Ba`da shalat Shubuh, sebagaimana biasa, ada siraman rohani yang biasa disebut kultum(kuliah tuju menit). Kali ini diisi oleh ustadza Rahmah Shinta Adi Lesmana Lc, (ustadzah lulusan Mesir yang di samping pakar dalam ilmu diniah, dia juga pakar dalam bidang ilmu kauniah). Pada kesempatan ini, ustadzah Rahmah mengupas tema, ‘Cinta Sejati’. Beliau menandaskan bahwa cinta sejati pada dasarnya hanya milik Allah dan Rasul-Nya. Bila seorang muslim mencintai sesuatu melebihi kecintaanya terhadap Allah dan rasul-Nya maka ia telah menodai kesejatian cinta. Cinta Allah dan Rasul-Nya adalah diatas segala cinta. Cinta Allah dan Rasulnya merupakan indikasi kesempurnaan iman seorang muslim dan muslimah. Karena itu selayaknya bagi kita untuk selalu menempatkan cinta Allah dan Rasul-Nya diatas segala cinta karena hanya dengan itu kita bisa menemukan kesejatian cinta.
Selepas pemaparan kultum, para santri diberikan kesempatan untuk bertanya kepada ustadzah Rahmah. Dengan cepat dan segera Puspita Sari mengacungkan telunjuknya tak sabar untuk bertanya. Silahkan(kata ustadzah Rahmah). Maaf ustadzah, kalau cinta sejati itu hanya untuk Allah dan Rasul-Nya lalu bagaimana cara kita memposisikan cinta antara lawan jenis dengan cinta sejati itu? Apakah cinta kita yang tulus dan dalam terhadap laki-laki dapat merusak kesejatian cinta? Bagaimana cara kita berinteraksi dengan cinta selain Allah dan Rasul-Nya? Mungkin hanya ini saja uztadzah, kurang lebihnya saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Dengan santun dan senyum lembut ustadzah Rahmah menjawab:" Saya akan menjawab ketiga pertanyaan tersebut dengan satu jawaban saja:"Posisi cinta lawan jenis dengan cinta sejati ialah cinta lawan jenis di letakkan di bawah cinta sejati. Ini bukan berarti ada pertentangan antara cinta sejati dengan cinta lawan jenis. Intinya kualitas dan kuantitas cinta sejati tetap di jadikan acuan cinta. Pada dasarnya cinta selain Allah dan Rasul-Nya harus di dasari oleh semangat cinta sejati karena pada dasarnya jika cinta itu tidak dilandasi oleh semangat ibadah menuju cinta sejati maka kita telah menodai kesejatian cinta. Cara kita berinteraksi dengan selain cinta sejati ialah dengan selalu membangun kesadaran internal bahwa pada dasarnya cinta selain sejati merupakan salah satu serpihan cinta yang di rajut dan dijalin untuk mendapat kesejatian cinta. Bila melebihi kadar tersebut maka akan terjadi ketidak harmonisan interaksi cinta, ini dapat berdampak buruk pada cinta sejati kita.
Bertepuk tanganlah seluruh santri setelah mendengar jawaban ustadzah Rahmah. Puspita merasa senang dan puas atas jawabanya. Ada satu hal yang janggal di benak Puspita; Mengapa sejak ia bertanya sampai selasai di jawab, ustadzah memandangnya terus, dan pandangan ini dirasanya sebagai pandangan yang tak biasa. "Ada apa ya gerangan dengan ustadzah ini?"(Tanya puspita pada diri sendiri). Rupanya memang benar. Setelah acara kultum itu ustadzah Rahmah menemui kepala asramah pesantren. Ia pingin tahu banyak perihal Puspita. Ia mendapat keterangan bahwa disamping cantik, Puspita adalah ahwat yang cerdas dan baik budi pekertinya, hanya dalam waktu satu tahun dia sudah mampu menghafal al-Quran dan menguasai qira`ah sab`ah(model tujuh bacaan masyhur al-Quran), ia juga sangat disenangi dan disayang oleh teman-temannya.
Seteleh mendapat keterangan itu, ustadzah Rahmah Shinta Adi Lesmana segera menemui Puspita Sari. Kebetulan waktu itu Puspita Sari sedang mendapat telfon dari keluarganya di kantor. Akhirnya dengan sabar ustadzah Rahmah menunggunya di masjid. Puspita Sari mrndapat kabar kurang baik. Abahnya mengatakan bahwa Aji Kurniawan memintanya untuk menunda perkawinanya setahun lagi mengingat ia telah gagal mengajukan judul akibat menolhong temanya yang lagi terkena serangan jantung. Tapi Aji sendiri sudah menyerahkan semua keputusan kepada Puspita Sari. Kalau siap menunggu maka hubungan bisa terus berlanjut kalau tidak maka Puspita bebas untuk memutuskan hubungan pertunangan yang tlah terjalin.
Puspita agak kaget mendengarnya. Ia bilang pada abahnya: "Bah, Puspita minta maaf, tolong berikan waktu beberapa hari untuk memutuskanya. Untuk sekarang ini Puspita masih belum bisa mengambil keputusan". "Baiklah ndok kalau memang begitu, mungkin sekian dulu, abah tunggu jawabanmu, abah harap kamu jangan terlalu sedih".
            Selepas menerima telfon dari abahnya, Puspita segera menuju masjid untuk me-muroja`ah(mengulang) hafalanya. Dari kejauhan terlihat ustadzah Rahmah sedang duduk menunggunya. "Puspita sebelumnya saya minta maaf kalau sedikit mengganggu, saya sudah banyak mendengar tentang kamu. Waktu saya sangat sedikit. Makanya saya akan to the point saja. Begini saya sedang mencarikan calon istri untuk keponakan saya, namanya Alyan Hisan; lulusan S2 Universitas Indonesia. Al-hamdulillah secara materi dia sudah mapan. Orangnya juga masih mudah dan shalih, dan ingin segera mencari calon istri. Kira-kira kamu mau tidak menjadi calon istrinya?.

            Puspita merasa bingung. Mana kira-kira yang akan dipilih oleh Puspita? Kalau memilih Aji Kurniawan, dia harus menunggu setahun lagi, ini otomatis akan merusak rencana yang sudah ia rencanakan selama ini. Kalau dia memilih Alyan Hisan memang ia bisah langsung menikah tahun ini. Tapi, ia merasa tidak tega dan kasihan  kepada Aji Kurniawan.
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan