Bayangkan
jika kita sudah menemukan orang yang kita sayangi. Bayangkan jika kita
menemukan orang yang kita cintai. Sungguh, hati akan berbunga. Keharumannya
semerbak menawan hati. Kegersangan jiwa yang selama ini menandus kering, sontak
menjadi subur makmur oleh tanaman cinta yang begitu menggoda. Bila benih cinta
sudah bersemi kasih dan sayang maka segala hal akan dikorbankan untuk menjaga
dan merawat keberadaannya. Sedemikian dahsyat pengaruh cinta bagi seseorang
hingga untuk memperjuangkan dan menjaganya akan mengorbankan apa saja walau
harus nyawa.
Adalah
Qotadah bin Nu`man saudara dari Abu Sa`id al-Khudri benar-benar telah menemukan
cintanya. Ia menemukan sosok yang dapat mengisi kekosongan hatinya; yang dapat
menyejukkan kegersangan hatinya; yang dapat menentramkan kegalaun jiwanya.
Betapa tidak kalau yang dicintai itu ialah: Rasulullah Muhammad shallallahu
`alaihi wasallam. Setelah berada pada rimba jahiliah yang kelam, akhirnya
ia menemukan sorot cahaya yang terang benderang menyinari kegelapan sikap dan
laku yang selama ini dijalani. Begitu ia menemukan cahaya petunjuk yang terang
itu dia tak akan pernah melepaskannya. Ia rela mati untuk memperjuangkan
petunjuk yang ia dapatkan.
Kehidupannya
diisi dengan perjuangan-perjuangan yang mengagumkan. Berjuang dengan sekuat
tenaga dengan harta dan jiwanya untuk kepentingan Islam. Rasulullah pernah
berdoa untuknya: Ya Allah pakaikan padanya keindahan. Kata-kata ini beliau sebut bertepatan dengan
perang Uhud yang hampir saja membut Qotadah bin Nu`man kehilangan sebelah
matanya. Matanya terkena busur panah hingga keluar bagai tercukil. Hampir saja
para sahabat memotongnya, namun mereka mengadukan masalah ini kepada
Rasulullah. Rasulullah tidak mengiyakan saran mereka, Beliau malah mengembalikan
mata ke tempat semula dan melumurkan padanya ludah, berkat izin Allah Qotadah
bin Nu`man sembuh seketika. Pada kondisi demikianlah akhirnya beliau berdoa: Ya
Allah, pakaikan padanya keindahan.
Walau
matanya seakan keluar tercungkil, namun semangat membara untuk memperjuangkan
Islam dan cintanya pada Allah dan Rasulnya tak pernah pupus dan padam; tak
pernah tercuil sedikitput oleh harapan-harapan kerdil. Ia sungguh-sungguh cinta
pada Rasulullah sehingga Ia tak eman meski pengelihatanya akan hilang.
Cinta yang besar ini ternyata membuatnya beruntung. Bukan hanya matanya yang
kembali normal, tapi ia merasa semakin cinta pada Rasulullah shallallahu
`alaihi wasallam. Ketika Rasululla wafat menuju keharibaan-Nya hatinya
seolah tercabik-cabik, tak kuasa menahan kesadihan yang begitu dalam. Namun dia
bersyukur meski beliau telah tiada tetap ada pegangan berupa Al-Qur`an dan
As-Sunnah yang bisa menyinari dan mencahayai titian hidupnya menuju jalan yang mustaqim.
Cinta bukanlah sekedar mengobral janji dengan kata-kata indah; bukan sekedar
romantisme yang garing tanpa bukti, tapi cinti itu perlu dibuktikan
dengan perjuangan dan pengorbanan. Semakin besar cinta menggelora dalam dada,
semakin besar perjuangan yang harus dibuktikan, hingga pada akhirnya, ketika
perjuangan sudah begitu sangat besar, maka rasa manis akan kita rasakan.
Cintapun dengan suka cita berkata: Kemari ikut aku, kau sungguh pantas mendapat
cinta sejatinya, kini aku sungguh percaya. Semoga Allah senantiasa meridhai dan
menjagamu wahai Qotadah bin Nu`man di peristirahatan sementara menuju keridaan
ilahi.