Pemimpin Visioner

Written By Amoe Hirata on Selasa, 21 Juli 2015 | 13.23

            Pemimpin besar selalu memiliki ide-ide brilian, visi progresif, dan kadang banyak tidak bisa dipahami bahkan dicerna oleh anak zamannya. Ia hadir dalam situasi-kondisi ruang dan waktu yang kritis dan dialektis yang tidak terpikirkan oleh orang-orang sekitarnya. Cara dia melihat realitas jauh berbeda dengan kebanyakan orang. Tidak mengherankan jika mereka selalu selangkah bahkan berlangkah-langkah lebih maju daripada orang pada umumnya. Ide besar itu lahir karena kemampuan internal pemimpin yang inheren dengan dirinya, yaitu: kemampuan memfirasati zaman(dengan berbagai fakta ilmu dan sejarah yang dikantongi).
            Berangkat dari kepemimpinan Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi wasallam(selaku Pemimpin Agung), didapati contoh-contoh menarik yang menggambarkan ide-ide besar yang beliau canangkan sebagai pemimpin. Pada tahun kelima saat menjadi nabi, ketika kaum Muslim mengalami penindasan dari orang-orang kafir, beliau mempunyai ide cemerlang, yaitu : hijrah(pindah) ke negeri Habasyah(Ethiopia).
Bagi sementara orang mungkin ide ini dianggap aneh dan tidak lazim karena: Pertama, lokasinya yang jauh di Afrika. Kedua, membutuhkan kesiapan bekal yang mumpuni untuk berangkat ke sana. Ketiga, negeri yang didatangi adalah negeri non-Muslim. Keempat, tidak begitu strategis untuk mengembangkan dakwah. Kelima, sarat rintangan.
            Terlepas dari anggapan aneh sementara orang, coba simak baik-baik pernyataan singkat Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam mengenai lokasi hijrah, Habasyah:
لَوْ خَرَجْتُمْ إلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ فَإِنَّ بِهَا مَلِكًا لَا يُظْلَمُ عِنْدَهُ أَحَدٌ، وَهِيَ أَرْضُ صِدْقٍ، حَتَّى يَجْعَلَ اللَّهُ لَكُمْ فَرَجًا
Sekiranya kalian keluar ke negeri Habasyah. Sungguh di sana ada seorang raja yang tak seorangpun dizalimi jika berada di sisinya. Habasyah juga negeri yang (memegang erat) kejujuran. Sampai Allah menjadikan kelapangan untuk kalian.”(Ibnu Hisyam, Sirah Ibnu Hisyam, 1/321). Ide brilian ini dipilih karena alasan yang jelas. Pertama, adanya proteksi dari raja yang adil. Sehingga tidak akan didzalimi. Sewaktu-waktu jika dakwah di Makkah lenyap, maka ada cadangan untuk mengembangkan sayap dakwah. Kedua, negeri yang memegang erat kejujuran –meski jauh- lebih ramah, relevan, dan akomodatif terhadap Islam daripada negeri dekat yang zalim.
            Anda tau, berapa jarak ide hijrah dari sekadar ide, usaha hingga terealisasi? Ia baru terealisasi utuh delapan tahun kemudian ketika diizinkan hijrah ke Madinah. Saat di Madinah inilah mereka –dengan segenap perjuangannya atas izin Allah ta`ala- mampu menjadi kekuatan baru yang bisa menjaga eksistensi dakwah dan menegakkan pilar-pilar keadilan, bahkan sebagai embrio peradaban.
Kita tentu juga tak asing dengan ide fathu Makkah(pembebasan kota Makkah). Pada tahun keenam Hijriah, para sahabat besar seperti Umar, ‘kecewa berat’ dengan keputusan nabi yang memilih shulhu Hudaibiyah(Perjanjian Hudaibiah), padahal ada janji yang mereka dengar dengan istilah fathan mubina. Mereka akhirnya baru sadar bahwa justru perjanjian Hudaibiah adalah kemenangan besar, yang pada akhirnya dua tahun berikutnya diiringi dengan pembebasan kota Makkah.
            Ide tentang pembebasan dua imperium besar mungkin juga tak lazim didengar di saat kekuatan Islam masih sangat sedikit. Tapi dengar bagaimana pertanyaan nabi kepada Suraqah bin Malik waktu perjalanan hijrah, “Bagaimana jika kelak engkau memakai dua gelang tangan Kisra(Raja Persia)?”(Abdul Malik al-Kharkusyi, Syarfu al-Mushthafa, 3/347).   Anda tahu, jarak antara pertanyaan nabi dengan realisasi peristiwa, ialah sampai pada masa kekhilafaan Umar bin Khattab(sekitar sepuluh sampai lima belas tahunan) di mana Umar langsung yang memakaikan gelang tangan Raja Persia pada Suraqah bin Mali.
Demikian juga saat nabi memecahkan batu besar saat menggali parit(yang dikenal untuk persiapan perang Khandak), di situ nabi mengabarkan bahwa imperium besar seperti Persia dan Romawi akan tumbang di tangan Islam. Bagi orang pada umumnya mungkin aneh, tapi itu nyata terjadi ketika pada zama khulafa rasyidun.
            Addi bin Hatim pun diberitahu nabi, “Jika umurmu panjang, maka kamu akan menjumpa dibukanya pembendaharaan Kisra”(Hr. Bukhari). Lebih dahsyat dari itu suatu saat nabi bersabda:
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ، فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا، وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
Konstantinopel (pasti) akan dibebaskan. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya. Dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya”(Hr. Ahmad). Anda tau, berapa jarak realisasi antara omongan Rasulullah dengan terwujudnya pembebasan Kontantinopel?  Delapan abad kemudian di masa Mahmud Al-Fatih(855-886 H) Konstantinopel sebagai Ibu Kota Romawi Timur baru bisa ditaklukkan(al-Mausu`ah al-Muyassarah fi al-Tarikh al-Islami, 2/148).
            Teodhore Herzl(1860-1904) sebagai Bapak Zionisme, merencanakan berdirinya negara Israel. Ia gagas pendirian negara Israel pada 1896 melalu pamflet berjudul “Der Judenstaat”(Jewish State). Anda tau kapan terealisasi gagasan itu? Pada 14 Mei 1948/ selama 50 tahun lebih 3 bulan, pendirian Israel baru terealisir(Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, 65). Kisah Herzl ini diambil untuk menunjukkan bahwa pemimpin manapun baik Muslim maupun non-Muslim selalu visioner. Mempunyai rencana-rencana brilian dan progresif yang sering dianggap aneh dan kurang dimengerti rasio kebanyakan orang.
             Suatu saat, pada bulan Oktober 1937, Buya Hamka berkunjung ke rumah H. Agus Salim. Setelah beliau menyampaikan beberapa pemikirannya, Hamka pun dengan tersenyum berkata, “Ah, engku terlalu lekas datang ke dunia, sehingga apa yang engkau katakan dan pikirkan, belum dapat diterima oleh orang sekarang entah kalau 50 tahun lagi.” Dengan senyum pula, H. Agus Salim berkomentar, “Perkataan yang demikian telah pernah diucapkan orang lain padaku. Prof Schrieke pernah berkata padaku: ‘Pikiran ini bukan buat 50 tahun lagi, tapi buat 100 tahun lagi’. Apakah sebab itu saya akan berhenti menyatakan pikiran? Apa yang akan dipikirkan orang 50 tahun kedepan jika tidak aku katakan sekaang? Apalah arti saya dibanding dengan Nabi Muhammad yang sudah lama saja masih banyak orang yang belum menerima pelajarannya.”(Hamka, Falsafah Hidup, 281-282).
            Kisah-kisah tadi dipaparkan tidak lain untuk menunjukkan bahwa di antara pemimpin yang kita perlukan –di samping kecerdasan, integritas, kharisma, keadilan, amanah dll- ialah pemimpin yang visioner. Yaitu pemimpin yang mampu memfirasati zaman dan membaca gelagat masa depan(memprediksi masa depan). Dengan hubungan yang erat dengan Tuhan, ilmu yang mumpuni, wawasan luas, dan bekal sejarah yang dimiliki ia mampu membuat visi-visi terbaik yang diperlukan oleh orang yang dipimpinnya.

Boleh jadi mereka sekarang merasa aneh dengan keputusannya yang visioner, namun dengan kesabaran, sejarah akan membuktikan visinya adalah maha karya kebaikan yang didedikasikan untuk yang dipimpinnya. Pemimpin Visioner hadir mendahului zamannya, untuk mempersembahkan karya terbaik yang dinikmati oleh orang-orang sesudahnya. Pertanyaannya: “Sudahkan kita memiliki pemimpin yang visioner?”.

TOLE-RA-ISI

Written By Amoe Hirata on Minggu, 19 Juli 2015 | 08.50

            Marah sekali Markoden mendengar kasus baru-baru ini terkait pembakaran masjid di Papua oleh orang-orang Kristiani yang tak bertanggung jawab. Rasanya toleransi antar-umat beragama sudah ‘diperkosa’. Ingin rasanya ia utus warga Jumeneng untuk jihād qitāl ke sana agar marwah umat Islam tidak dicabik-cabik oleh pihak tertentu. Tentu saja kemarahan Markoden ini hanya masih dalam pikiran dan hati, belum direalisasikan. Kalau saja ia tidak ingat pesan Sarikhuluk agar hati-hati dalam menerima berita dan bersikap, maka sudah dari kemarin-kemarin ia izin untuk pergi ke Papua.
            Satu hari setelah Hari Raya Idul Fitri, Markoden pun bersilaturrahim ke rumah Sarikhuluk. Ia menceritakan segenap unek-uneknya yang sedemikian penuh sesak di hati dan pikirannya. Seperti biasa, dengan sangat tenang dan bijak, Sarikhuluk mewanti-wanti, “Jangan sampai, yang tumbuh dan tumbuh-terbit dari pikiranmu adalah tindakan reaktif balas dendam. Setan sangat suka sekali mengompori manusia di saat-saat genting. Orang ngomong itu dielmoni(berdasar ilmu). Jangan hanya sekadar semangat membela, nanti yang timbul malah fitnah-fitnah baru yang membuat agama semakin ternoda.”
            “Ada baiknya, kita nderes(mempelajari) dulu makna toleransi beragama. Kalau kamu bicara ngalor ngidul mengenai penodaan toleransi, sedangkan kamu sendiri tak mengerti toleransi `kan bisa konyol. Dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) toleransi berarti sikap toleran. Toleran sendiri diartikan: Bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng pendirian sendiri. Dalam bahasa Arab, ada istilah al-samhah, al-samāhah, atau al-tasāmuh. Kata kuncinya menghargai dan menghormati pendirian yang berbeda dengan pendapat diri sendiri.”
            “Syogyanya kita perlu belajar toleransi pada Nabi Muhammad. Bukan hanya orang Islam lo yang mengakui, tapi ilmuan-ilmuan kulon(Barat) juga. Sebagai contoh, Laura Veccia Vaglieri seorang peneliti dari Italia pernah berujar: “Muhammad sangat toleran, khususnya pada para pemeluk agama lain” . Sementara itu, Maxime Rodinson (Sejarawan Prancis) berkata: “Muhammad adalah seorang hakim yang toleran” . Sedangkan Marxel (Peneliti dari Prancis) berkomentar: “Toleransi bagi Muhammad merupakan kewajiban agama dan perintah syari`at” . Adapun filosof  Jerman, Johan Wolfgang von Goethe menandaskan: “Muhammad adalah orang yang memiliki toleransi sangat tinggi”.”
“Tak hanya itu, seorang pendeta dari Jerman yang bernama Maisson mengkomparasikan antara toleransi Islam dan Kristen : Sesungguhnya Islam yang memerintahkan jihad, (begitu) toleran terhadap pemeluk agama lain. Islamlah yang melepaskan para pendeta, rahib dan pelayan mereka dari pajak. Islam juga mengharamkan membunuh para rahib –secara khusus- karena mereka menjalankan ibadah. Umar bin Khatab ketika membebaskan al-Quds juga tidak menyakiti sedikitpun penduduknya.....lain halnya dengan pasukan salib, ketika masuk mereka membunuh orang-orang Muslim dan membakar orang-orang Yahudi.”
“Rasulullah itu Mar, sangat jelas dalam menunjukkan garis-garis dalam bertoleransi. Toleransi beliau bukan dalam sekup teologis atau syari`at agama tapi dalam tataran sosoilogis dan antropologis. Coba kamu baca baik-baik dalam sejarah Kanjeng Nabi, apa pernah beliau memaksa orang lain untuk beragama? `Kan tidak. Tapi dalam hal-hal sosial kemanusiaan beliau tetap mampu menunjukkan sinergi positif. Bahkan dengan sikap beliau yang sangat baik, mereka masuk Islam tanpa ada paksaan. Isu agama memang dalam sepanjang sejarah sangat sensitif. Maka kamu perlu hati-hati dalam memotret peristiwa dengan paradigma toleransi.”
“Kasus yang terjadi di Papua harus benar-benar dikaji secara serius oleh pihak-pihak yang mempunyai kapasitas dan kompetensi di dalamnya. Kalau kamu hanya bermodal semangat, kemudian jihad, lha nanti Islam akan tambah buruk di mata umat. Kekerasan tak selamanya dihadapi dengan kekerasan. Sangat besar kemungkinan ada pihak-pihak berkepentingan di balik layar. Kalai kamu melihat Indonesia sekarang dengan penuh lantip-waskit dan keakuratan, maka sebenarnya banyak lapis-lapis dimensi yang harus diurai. Bisa politik, bisa sosial, agama dan lain sebagainya. Oleh (boleh) kamu benci, tapi harus berdasarkan fakta dan hanya benci pada perilakunya. Aku sendiri -sebenarnya kalau mengikuti keinginan-, sudah muak dan bosan dengan nilai-nilai toleransi. Lha  gimana coba, ketika yang melakukan kekerasan adalah oknum Islam –meski kecil- maka akan dibesar-besarkan, bahwa itu tindakan terorisme dan seterusnya. Lha kalau orang non-Islam, pasti pemberitaannya tidak terlalu wow dan dianggap biasa.”

“Ingat Mar, jangan terpancing dengan profokasi tentang toleransi. Kamu selidiki, kamu dasari dengan ilmu setiap kosa kata yang kamu lihat, dengar, rasa dari apa pun dan siapa saja utamanya di Indonesia. Kita berhak membela siapa pun yang dianiaya, tapi kita juga tak boleh menafikan ilmu dan fakta. Mari bekerja dalam kapasitas yang kita bisa. Bisa berupa menyampaikan aspirasi ke pihak-pihak yang berwenang, atau lewat media tulis misalnya. Sekarang mulai konangan (ketahuan) Mar, siapa sebenarnya yang toleran dan anti-toleran di Indonesia. Kalau benar peristiwa pembakaran masjid di Papua itu atas nama kebencian agama atau anti-toleransi. Maka, toleransi yang digemborkan selama ini hanya toleransi ompong. Itu sih namanya bukan ‘TOLERANSI’, tapi ‘TOLE-RA-ISI’(Anak Yang Tak Punya Isi).” Jawab Sarikhuluk. “Lho maksudnya piye Cak?” tanyanya penasaran. “Lha, tindakan kayak gitu `kan tindakan anak-anak yang tidak berisi akal dan ilmu. Bertindak hanya sesuai mood dan hawa nafsu. Seng penting enjoy. Ga berfikir jauh ke depan dan ke belakang.” “Oh, iya juga ya Cak!” tepekur sambil garuk-garuk kepala.

AL-MUJAHIRIN & AL-MUHAJIRIN

Written By Amoe Hirata on Kamis, 16 Juli 2015 | 14.14

            Di saat orang pada sibuk menyiapkan jajan untuk malam hari raya `Idul Fitri, Sarikhuluk malah terlihat tepekur seorang diri di belakang rumah, tepatnya di samping kolam ikan lele. Dari aura wajahnya terlihat rasa cemas, khawatir, was-was, bahkan panik berkepanjangan. Tak biasanya ia begitu.
Markoden dari kejauhan nyeletuk pada teman-teman yang berada di pendopo Al-Ikhlash, “Ah, jangan ketipu kalian dengan gaya Sarikhuluk. Kadang-kadang Ia begitu hanya acting saja supaya bisa mendalami penghayatan sekaligus menimbulkan penasaran.” “Lho, acting gimana toh, wong tatapannya kosong gitu.” Sahut Paimen tak terima. “Biar ga penasaran, kita samperin aja sama-sama!” ajak Supi`i. Mereka pun akhirnya sepakat menuju Tokoh Ora Usum yang lagi menyendiri.
            “Assalamu`alaikum Cak!” sapa mereka serentak. “Wa`alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..,” jawabnya datar. “Wonten nopo Cak(ada apa Cak) kok terlihat kusut masai gitu?” tanya Pardi memecah kesunyian. “Jadi begini Rek, semalem aku pas klesetan(tiduran) sambil mendengan radio, aku dengar satu hadits dari penceramah yang baru aku ingat. Dulu aku pernah mendengarnya ketika masih ngaji di langgar Al-Hikam, waktu umur tujuh tahun. Arti haditsnya seperti ini kurang –lebih, ‘Setiap umatku akan diampuni, kecuali MUJAHIRIN. Yang dimaksud dengan MUJAHIR ialah seorang mengamalkan (kemaksiatan) di malam hari, kemudian ketika pagi ia berkata: ‘Hai si Fulan tadi malam aku mengamalkan ini dan ini.(Hr. Bukhari Muslim).”
            “Kata kunci MUJAHIR ialah orang yang blak-blakan berbuat maksiat di depan orang banyak, bahkan bangga dengan kemaksiatannya. Iblis yang dianggap dedengkot mbahe pembangkang saja ga pernah nantang Allah lha orang MUJAHIR kesannya nantang. Seolah-olah ngomong, ‘Yen aku nglakoni ngene, kowe kate lapo’(Kalau aku melakukan ini kamu mau apa?)’”. “Emang ada tah orang kayak gitu Cak?” tanya Parman. “Lho  gimana, kamu ga update berita tah? Jum`at 26 Juni 2015 dilegalkan perkawinan sesama jenis di Amerika. Jauh sebelum itu Belanda dan Belgia sudah melegalkannya. Bahkan Gereja Anglikan(November: 2003) mengangkat Gene Robinson (seorang homoseks) sebagai Uskup. Sebenarnya yang mengkhawatirkan bukan itu, tapi orang-orang Indonesia banyak terpengaruh.”
            “Suara.com-Kamis 16 Juni 2015- misalnya, menyitir perkataan Aktivis hak-hak LGBT(Lesbian, Gay, biseksual, dan Transgender) Dede Oetomo bahwa jumlah gay di Indonesia mencapai ratusan ribu. Bahkan ada yang memperkirakan 3 persen penduduk Indonesia adalah kaum LGBT. Nah jumlah ini sangat memprihatinkan di tengah-tengah penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim. Belum lagi pihak-pihak lain yang mengatasnamakan pembaruan dan modernisasi, mengusung ide-ide khas Barat yang merusak pikiran umat, seperti: liberalisme, relativisme, humanisme, pluralisme, feminisme(yang berusaha diperujuangkan melalui RUU KKG), dan lain sebagainya. Semua ide itu jika diterima untuk membaca Islam, maka apa yang dianggap saru, tabu, maksiat oleh agama akan menjadi relativ. Akibatnya orang dengan leluasa melakukan maksiat dengan terang-terangan tanpa merasa dosa.”
            “Kita tentu ingat, bukankah kaum Nabi Luth, dengan terang-terangan melakukan hubungan sesama jenis, padahal sudah diingatkan olehnya. Akibatnya, mereka mendapat adzab yang merata(kecuali Nabi Luth dan pengikutnya). Akhu khawatir kalau kita tidak melakukan apa-apa, akan terjadi sabda nabi, ‘Tidaklah suatu kaum pun yang di dalamnya dilakukan banyak kemaksiatan, padahal mereka sebenarnya kuat dan mampu, tapi tidak mengubahnya, melainkan akan Allah ratakan adzab, sanksi, `iqab bagi  mereka’(Hr. Ibnu Majah). Adalagi hadits, ‘Apabila orang-orang melihat orang yang bertindak dzalim kemudian mereka tidak mencegahnya, maka kemungkinan besar Allah akan meratakan siksaan kepada mereka, disebabkan perbuatan tersebut’ (Hr. Abu Daud, Turmudzi). Intinya, kalau kita diam saja, kita akan kena getahnya.”
            “Lalu apa yang harus kita lakukan Cak?” tanya Paidin. “Simak betul-betul sabda nabi. Ternyata ada kosakata yang ‘kebetulan’ mirip tapi hanya ada pembalikan kata saja, yaitu kata MUHAJIR (ini bisa dijadikan tonggak kesadaran). Nabi bersabda: “Yang dinamakan MUHAJIR adalah orang yang pindah dari apa yang dilarang Allah, termasuk kesalahan dan dosa” (Hr. Bukhari, Abu Daud, Nasa`i, dan Ibnu Majah). Kata kunci MUHAJIR ialah, pindah dari keburukan menuju kebaikan, dari kesalahan menuju pertaubatan. Lawan dari MUJAHIR, yang terang-terangan berbuat salah. Langkah konkritnya. Pertama, penyadaran. Masyarakat harus disadarkan akan bahayanya melalui media apapun.  Penyadaran utama terkait masalah makna kata. Sebab, banyak sekali kata-kata yang diselundupkan ke dalam bahasa kita padahal maknanya sangat destruktif.”
            “Kedua, cultur counter (perlawanan yang bersifat kebudayaan) dan pemikiran. Di tengah derasnya arus globlalisasi, liberalisasi, westernisasi, kita harus mempunyai kegiatan kebudayaan yang mampu mengarahkan animo masyarakat. Kebudayaan dilawan dengan kebudayaan, pemikiran dilawan dengan pemikiran. Memang ini pekerjaan sangat berat, tapi bisa kita upayakan, minimal di desa Jumeneng ini. Apa yang dilakukan Nabi Nuh, misalnya –meskipun bagi kebanyakan orang dianggap gila atau ora usum- karena membangun perahu di saat kemarau, adalah bentuk counter budaya yang diilhami Tuhan.  Ketika kita bekerja, mungkin banyak yang mencibir atau menghina. Biarkan saja, kita tetap bekerja dalam diam dan sunyi. Mari kita siapkan perahu-perahu kebudayaan, untuk menghadapi banjir besar yang diakibatkan oleh budaya Barat yang merusak.”
            “Terakhir, pokoknya tetap bergerak dan terus bergerak. Mari kita selamatkan, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa kita dari penjajahan yang tidak kentara dan supradahsyat ini. Fokus kita bukan pada hasil, tapi pada usaha yang berkesinambungan. Kalian tentu tau, Allah tak melihat pada hasil usaha tapi lihat pada usaha. Selama ini –tanpa harus pamer- di desa Jumeneng sudah dilakukan upaya-upaya seperti itu. Apa yang disebut oleh Al-Attas mengenai konsep ISLAMISASI ilmu pengetahuan kontemporer, misalnya, sudah dipraktikkan dan dielaborasi oleh kawan-kawan desa Jumeneng sesuai dengan tingkat kebutuhan mereka sebagai upaya untuk mendetoksifikasi segala pemahaman nyeleneh dari Barat. Kita bukan anti Barat, tapi menyaring mana yang baik dan mana yang buruk. Ada ungkapan menarik dari orang pedalaman di Jawa Tengah: Arab digarap, Barat diruwat dan Jowo digowo. Semua diambil manfaatnya selama dalam koridor Islam yang rahmatan lil `alamin.”

RAJA RAIBAFIH

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 04 Juli 2015 | 06.16

Hari ini Sarikhuluk mendongeng untuk anak-anak kampung Jumeneng. Cerita mengenai Kerajaan Jasad Manusia(KJM). Ia berkisah mengenai seorang raja yang tidak tegas dalam mengambil keputusan, sehingga meresahkan jajaran pejabatnya. Sarikhuluk menamai raja tersebut sebagai Raja Raibafih, yang ia narasikan pada cerita berikut:
________________________________________________________________________

                Alkisah, sudah beberapa tahun ini istana KJM(Kerajaan Jasad Manusia) mengalami gonjang-ganjing psikologis. Maksud ‘gonjang-ganjing psikologis’ ialah suatu kondisi di mana secara psikis setiap individu mengalami semacam kegalauan jiwa yang menyebabkan ketidakpassan dan ketidakakuratan dalam memutuskan sesuatu. Rentan terjadi pada keputusan-keputusan RH(Raja Hati) kekeliruan dan kekhilafan sehingga sering terjadi pencabutan keputusan. Bila keputusan sudah final, beberapa saat setelah itu tiba-tiba dibatalkan secara sepihak. Dengan kata lain, tak ada kata ‘titik’ yang ada ialah selalu ‘koma’. Apa yang dikatakan ‘titik’ ternyata menyimpan berjuta-juta koma di depannya yang siap menghancurleburkan kata ‘titik’.
                Apa yang terjadi ini juga sangat meresahkan PA(Prabu Akal) dan staf-staf yang lain. Padahal mereka merasa sudah menjalankan pekerjaan sesuai dengan prosedur undang-undang kerajaan, namun apa yang terjadi benar-benar membingungkan mereka. Contoh saja misalkan; ketika sudah diputuskan bahwa RH mau mengadakan blusukan menemui ‘rakyat jelata’ beberapa jam setelah itu tiba-tiba dibatalkan, padahal beritanya sudah sampai di telinga rakyat. Sontak saja, keputusan yang berubab drastis ini membuat rakyat kecewa. Contoh lagi misalnya, ketika sudah memutuskan untuk meng-eksekusi penjahat PK(Penyangkit Kanker), tiba-tiba juga RH membatalkan keputusannya, sehingga membuat kecewa hakim kerajaan dan rakyat secara umum.
            PA(Prabu Akal) beserta Prabu-prabu yang lain tak mau tinggal diam melihat kondisi ini. Dengan mengumpulkan tim yang konon kabarnya lebih hebat dari ‘densus 88’ PA yakin akan cepat bisa mengidentifikasi dan mencari solusi untuk masalah yang lagi menyerang RH(Raja Hati). Pada tahap pertama, tim gabungan yang dipilih menganalisa sebab-sebab terjadinya kegalauan pada diri RH. Setelah dilakukan penelitian yang mendalam didapatkan hasil yang cukup mengagetkan bahwa penyebab kegalauan RH ialah karena hatinya dipenuhi oleh ambisi-ambisi yang tak pernah padam.
Ambisi pada dasarnya kalau ditakar dan diposisikan secara tepat dan akurat sebenarnya sangat positif, namun apa yang menimpa RH ini tergolong virus yang sangat membahayakan, bahkan mematikan. Apa yang dibadapi RH sekarang gambarannya seperti orang haus yang mengobati dahaganya dengan air laut, bukannya malah terobati malah jadi semakin kehausan. Penyakit ini sungguh sangat mematikan, bila dibiarkan terus akan mengarah pada penyakit wahn sebagaimana keterangan Nabi yang berarti: “Cinta dunia dan takut mati”. Yang semakin menambah akut ialah orang yang ditimpa penyakit ini sama sekali tak sadar kalau sedang terserang atau terjangkit penyakit ini. Sehingga apa yang diangap roti sejatinya tai, ketika diingatkan bahwa apa yang dimakan adalah tai, ia malah ngotot membela bahwa yang dimakan adalah roti.
            Tahap kedua setelah diketahui penyebab kegalauan, Tim Gabungan yang  dikomando PA(Prabu Akal) langsung melakukan pengobatan terapis. Tentu saja pengobatan ini tanpa sepengetahuan RH. Sebab kalau sampai RH tahu pasti ia akan marah besar dan berang karena RH merasa sehat dan tak perlu diobati. Dicobalah usaha pengobatan untuk menyembuhkan RH dengan berbagai macam metode terapi psikis, baik dari humor segar sampai kritik-kritik pedas yang secara langsung diarahkan pada RH supaya lekas sembuh. Usaha penyembuhan ini berlangsung berbulan-bulan. Semua pihak merasa punya kepentingan untuk menyembuhkan RH.
                Sehingga, tanpa sepengetahuan tim yang dikomandoi PA, ternyata ada banyak tim yang berusaha ikut partisipasi menyembuhkannya juga. Semua pihak dengan berbagai cara merasa PD untuk menyembuhkan RH tanpa dites terlebih dahulu apakah kondisi masing-masing sudah terjamin dari penyakit yang menyerang RH. Lambat laun memang terlihat ada kemajuan. Raja Hati(RH) sudah sedikit demi sedikit pulih untuk bisa memutuskan sesuatu putusan dengan tegas tanpa dicabut.
                  Namun akhirnya tim kebingungan juga akhirnya, karena yang seharusnya ‘dikoma’ malah ‘dititik’ semua sehingga kehilangan parameter kapan harus men-titik dan kapan harus meng-koma. Semua pada bingung. Baru mereka agak sadar, sembari berujar pada hati masing-masing: “jangan-jangan kita sudah terjangkit penyekit RH, sehingga usaha kita yang dikira ampuh ternyata justru mempersubur penyakit, sampai-sampai kitapun terjangkit tanpa sadar”.  Melihat kondisi ini PA mau kontemplasi  sejenak menjauh dari keramaian agar memperoleh inspirasa dari Tuhan untuk menemukan solusi terbaik bagi penyakit yang lagi menyerang RH.          

_______________________________________________________________________

Mutiara dalam Balutan Jilbab (Bagian: I)

Written By Amoe Hirata on Kamis, 02 Juli 2015 | 14.43

            Fajar menyingsing halus. Sepoi angin pagi mulai berhembus. Hati terasa sejuk, laksana embun di ujung pelupuk. Mata terpejam mulai terjaga. Bergegas bangun menuju Sang Pencipta. Menyambut kumandang adzan merdu. Bergaung di atas menara bambu. Kokok ayam saling bersahutan. Bertasbih kepada Tuhan. “Nikmat apa lagi yang hendak engkau dustakan?” demikian suara lirih mengetuk jiwa Kumalahati. Seperti biasa, sebelum pergi ke masjid Manarul Ilmi, ia sempatkan untuk berpikir dan berdzikir dengan ayat-ayat yang terbentang di alam semesta. Baginya hidup akan terasa indah, jika hati dipenuhi Allah.
            Selepas melaksanakan shalat Shubuh, Kumalahati menyiapkan segenap peralatan sekolahnya. Maklum saja, sekolahnya lumayan jauh. Hari ini adalah hari pertama ia pindah sekolah. Untuk pergi kesana, ia harus menempuh perjalanan sepuluh kilo meter dengan jalan kaki. Kalau tidak, sudah dipastikan dia akan telat sekolah. Ia hidup hanya bersama seorang ibu. Ayahnya meninggal sejak ia berusia tujuh tahun. Ibunyalah selama ini yang membesarkan dan mendidiknya. Setiap kali berangkat sekolah, ia selalu mendapat dorongan moril dari ibunya, “Nak! Meski hidup kita miskin, yang penting kaya hati. Berpegangtegulah dengan nilai agama. Dengannya kau akan menjadi terhormat dan bermartabat.”
            “Bismillah. Assalamu`alaikum bu,” ucap Kumala berpamitan sambil mencium tangan ibunya. “Nak, jangan lupa nanti kalau sudah sampai sekolah, jangan lupa shalat Dhuha. Di sini ibu akan selalu mendoakanmu.” Demikian ucap ibu melepas keberangkatan anaknya. Sesampainya di sekolah, ia langsung menuju masjid menunaikan shalat Dhuha. Selesai shalat ia berdoa, “Ya Allah, anugerahkanlah pada keluarga kami ketegaran untuk menjalani segenap ujian dan cobaan yang sedang menimpa. Jadikan hamba selalu istiqamah di jalan-Mu. Karuniakan pada keluarga hamba kemuliaan sampai kami bertemu dengan-Mu. Jadikan hamba orang sukses yang berpegang teguh dengan syari`atmu. Aku ingin membahagiakan ibu, dan menggapai ridha-Mu.”
*******
            Ada pemandangan kontras di sudut kota, tepatnya di kediaman Mutiara Angelina. Meski beragama Islam, ia jarang melaksanakan shalat Shubuh(apalagi shalat yang lain). Ia hidup dalam keluarga kaya-raya. Ayah ibunya masih hidup dan selalu memanjakannya. Setiap hari ia bangun kesiangan. Segenap keperluan sekolah selalu disiapkan pembantu. Ke sekolah selalu diantar dengan mobil, padahal jarak rumah dengan sekolahnya hanya lima ratus meter. Di sekolah ia dikenal cantik, cerdas, gaul, dan menjabat sebagai ketua OSIS. Akibat selalu dimanja, ia merasa menjadi seorang ratu di sekolah. Ia merasa bisa berbuat semaunya. Banyak sekali yang dijadikan anak buah olehnya. Pakaiannya ketat dan seksi. Seolah ingin menunjukkan keindahan yang dimiliki pada orang lain. Sanjungan pun selalu didapatkannya.

            Bel sekolah sudah dibunyikan. Hampir saja Mutiara telat jika satu menit tidak segera sampai sekolah. Teman-temannya segera berdatangan menyambut kedatangannya. Di sekolah ia dipanggil teman-temannya dengan sebutan ‘ratu’. “Eh, ratu ada aku ada kabar nih.” Ucap Santi bersemangat. “Emang ada berita apaan San. Kenapa ga ngasih tau dari tadi lewat BBM atau WA gitu?” tanya Mutiara agak jengkel. “Wah kalau di BBM kan jadinya ga seru.” Sahut Niken. “Ada apa Ken?”. “Ada sisiwi baru ratu.” Jawab Niken. “Terus kenapa kalau ada siswi baru? Biasa aja keles.... `Kan ini sekolah favorit jadi wajar donk banyak yang berusaha sekolah sini”. “Gini Ratu, kayaknya siswi baru itu bakalan jadi saingan kamu deh. Menurut Bu Rara sih anaknya sangat cerdas. Dia mendapat beasiswa di sekolah sini. Anaknya kalem, manis, dan berpakain norak.”
            “Norak gimana maksudmu?” Tanya Mutiara penasaran. “Sejauh aku punya teman berkerudung, ga lebay seperti dia Ratu. Kerudungnya lebar, bajunya juga longgar. Pokoknya kaya dandanan ustadzah gitu deh.” Jelas Ratna. “Gimana kalau kita bully aja Ratu, ketika masuk kelas. Dengar-dengar dia masuk di kelas kita. Nanti kita bisa bekerja sama dengan Pacarmu(Hengky Fernando) untuk ngerkain dia. Sudah biasa `kan anak baru dikerjain?” usul Niken. “Boleh juga tuh Ken. Kita lihat, sejauh mana dia bisa bertahan di sekolah favorit ini. Menurutku sih kok ga pantes yah siswi sok alim kaya` dia masuk di sekola sini. Bikin kelilipan mata aja. Heheh.”dukung Santi.
********
            Saat masuk kelas, Kumala terkejut. Para siswa-siswi baris berjejer seolah sedang menyambutnya. Niken, dengan nada mencibir mempersilahkan Kumala, “Silahkan duduk di depan Ustadzah untuk memperkenalkan diri. Kami ingin mengenal lebih dalam mengenai profil ustadzah.” “Huuuuuuuuuuuuuu......” siswa satu kelas berteriak merendahkan. Tanpa berpikir buruk, Kumala turuti saja kemauan mereka. Ia segera duduk di kursi guru, lalu mengucap “Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh..”. Seisi kelas tertawa sambil serentak berbicara, “Mama Dedeh lagi ngasih taushiah. Hahahha”. Kumala berusaha menenangkan diri. Dalam hati ia berdoa, “Ya Allah, lapangkanlah dadaku. Permudah urusanku. Jangan jadikan lisanku kikuk di depan mereka, supaya mereka bisa mengerti.”
            Kumala memperkenalkan diri sambil berdiri. Tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Duduk Ustadzah, biar nyantai dan tenang. Ia pun duduk. Namun betapa kagetnya ia, ketika sudah duduk, ia merasa ada yang basah. Rupanya, tempat duduk itu diolesi lem kertas oleh Niken. Melihat kejadian itu sontak sesisi kelas tertawa terbahak-bahak. Tidak kuat melihat Kumala dikerjain, Ratih(sisiwi yang dikenal cupu) akhirnya menghampiri dan menarik Kumala untuk segera duduk di sampingnya. “Ayo duduk dengan saya saja Kumala, Mereka lo sedang ngerjain kamu” ajak Ratih. “Huuuuuuuuuu...... Si Cupu lagi nolong saudarinya............hahaha” mereka serentak berkomentar. Melihat kejadian ini, sebenarnya membuat batin Mutiara bertanya-tanya, “Kenapa ya kok aku tidak melihat kemarahan sedikit pun darinya. Ia selalu senyum. Aku menemukan keteduhan di baling balutan jilbab yang dikenakannya.”
            “Kumala! Perkenalkan aku Ratih. Jangan pedulikan mereka. Kerjaan mereka tuh memang selalu ngebully anak baru. Kamu lihat tuh sisiwi yang cantik, tinggi dan berbaju ketat dialah bersama teman-temannya yang biasa ngerjain. Meskipun ia jadi Ketua OSIS, namun kepemimpinannya sama sekali tidak mengayomi.” Kata Ratih memperkenalkan diri. “Tenang saja Ratih. Aki senang dengan sikapmu yang baik hati. Hanya saja kita jangan sampai suudzan pada mereka. Barangkali mereka ingin lebih akrab denganku. Kalaupun mereka murni ingin ngerjain aku, ya biarkan saja. Mereka `kan dalam kondisi tau. Jangan sampai, dengan perilaku kita yang ingin balas dendam kepadanya, justru menghalangi petunjuk Allah sampai padanya.” Gumam Kumala. Mendengar ucapan Kumala, hati Ratih terasa sejuk. Belum pernah ia berjumpa dengan teman sepertinya.
********
            Hari-hari di sekolah berjalan seperti biasa. Ratu beserta teman-temannya tak hentinya menggoda, membully Kumala. Kumalahati tidak reaktif dalam menghadapi perilaku mereka. Dengan kesantunan dan keindahan perangainya, meski tanpa kata-kata bijak lambat laun banyak siswi-siswi yang belajar padanya. Ia pegang betul nasihat ayahnya, “Berdakwah dengan lisan mungkin membuat orang terkesan. Tapi Nak, berdakwah dengan teladan bukan hanya membuat orang terkesan. Mereka akan meneladanimu dengan perbuatan. Karena dakwah dengan keteladanan adalah sebaik-baik bahasa yang mampu menghujam dalam hati, yang kemudian menarik orang untuk melakukan perbuatan yang sama.” Dengan berpegang teguh dengan nasihat ayahnya, ia mampu menebarkan energi positif di sekelilingnya. Mutiara pun  semakin penasaran dengan sosok Kumala. Ia jadi ingin semakin mengenalnya lebih dalam. Tapi hatinya masih gengsi, “Aku kan Ketua OSIS. Mestinya dia yang datang padaku. Bukan sebaliknya.” Hatinya berada di antara penasaran dan gengsi.

SYI`AHISASI: Ancaman atau Ketentraman?

Written By Amoe Hirata on Rabu, 01 Juli 2015 | 05.53

"اتَّقُوا اللهَ فِيْنَا وَفِيْ أَنْفُسِكُمْ...أَنَّنَا نُحِبُّ أَهْلَ الْبَيْتِ...خُطَطُكُمْ لِتَحْوِيْلِ أَهْلِ السُّنَّةِ إِلَى شِيْعَة فِي مِصْرَ لَنْ تُفْلِحَ أَبَدًا".
   Bertakwalah pada Allah baik pada diri kita maupun kalian. Kita sama-sama mencitai Ahlul Bait. (Namun)Usaha kalian dalam menyebarkan ideologi Syi`ah di Mesir, tidak akan berhasil selamanya.
Begitulah petikan dari Syaikh Ali Jum`ah ketika masih menjadi Mufti Mesir, yang penulis dapat dari situs resmi Dār Al Iftā` Mesir (http://www.dar-alifta.org/Viewstatement.aspx?ID=616&text=%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%B9%D8%A9 ). Beliau mengingatkan, ‘penyebaran idielogi Syi`ah di wilayah Sunni hanya akan membuat stabilitas keamanan masyarakat terganggu.
Statemen ini beliau katakan dalam Aula Muhammad Abduh, ketika sedang menyampaikan kuliah yang diselenggarakan Majma` Buhuts Al Islami di Al-Azhar sebagai peringatan atas bahaya pemikiran Syi`ah(9 Oktober 2012).
            Ada lima poin penting yang beliau paparkan mengenai perbedaan mendasar Syi`ah dengan Sunni. Pertama, akidah al-badā`(idiologi Syi`ah yang menyatakan bahwa Allah telah menetapkan sesuatu kemudian mengubah pendapatnya dan menarik kembali keputusannya. Pendapat ini sangat ditentang Ahlu Sunnah).
Kedua, tahrīf(penyimpangan) Al Qur`an. Syi`ah meyakini, dalam Al Qur`an yang diyakini oleh Ahlus Sunnah ada tahīf-nya. Ada ulama Syi`ah yang bernama Syaikh An-Nuri sampai mengarang kitab yang berjudul: “Fashlu al-Khithāb fī Tahrīfi Kitābi Rabbi al-Arbāb(Penjelasan tentang penyimpangan dalam Kitab Al Qur`an)”. Pandangan ini sangat ditolak oleh Sunni.
            Ketiga, perbedaan terkait mengenai keadilan sahabat serta celaan mereka terhadap sahabat-sahabat yang mulia. Banyak sekali bukti tertulis dalam kitab-kitab mereka yang mencela para sahabat. Ada sekitar 110 jilid kitab rujukan inti Syi`ah yang lima di antaranya mencela para sahabat nabi, yang kemudian berusaha dilenyapkan agar mereka tidak mendapat pertentangan dari yang lain. Keempat, perbedaan terkait masalah taqiyah. Menurut beliau, Syi`ah tidak segan-segan melakukan kebohongan demi membela pendapatnya. Sedangkan Ahlus Sunnah mengecam keras hal itu.
Kelima, Ahlus Sunnah tidak mengakui kemaksuman seorang pun kecuali para nabi. Adapun Imam Ahlul Bait mereka memang takwa dan berilmu, namun tidak sampai maksum dan bukan sebagai sumber hukum. Demikianlah beberapa poin penting yang disampaikan beliau dalam kuliahnya.
            Sebenarnya banyak sekali usaha yang menginginkan terjadinya rekonsiliasi antara paham Ahlus Sunnah dan Syi`ah. Di antara ulama yang berusaha mewujudkannya: Syaikh. Mahmud Syaltut, Syaikh, Manshur Rajab, Syaikh. Abdul Aziz Isa, Syaikh. Al-Baquri, bahkan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dan masih banyak yang lainnya. Hanya saja usaha ini menjadi sia-sia lantaran dilanggar sendiri oleh Syi`ah yang jelas-jelas memiliki ideologi berbeda dengan Ahlus Sunnah.
            Kalau antara Syi`ah dan Sunni memang bisa benar-benar menyatu, maka tidak mungkin dalam sejarah pahlawan sekaliber Nuruddin Mahmud Zanki, Asaduddin Syirkuh, Imam Al-Ghazali dengan madrasah Nidhamiyahnya, Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang notabene merupakan bagian dari Ahlus Sunnah –secara bertahap dan bijak- mengubah ideologi Al-Azhar(atau Mesir) dari Syi`ah menjadi Sunni kembali(baca: Muhammad Shallābi, Shalāhuddīn al-Ayyūbi wa juhūduhu fī al-Qaḍā `ala al-Daulah al-Fāṭimiyah wa Tahrīri Baiti al-Maqdis).

            Sikap ulama Mesir terhadap Syi`ah –baik tempo dulu maupun sekarang- semestinya bisa menjadi pelajaran berharga bagi Bangsa Indonesia untuk mewaspadai ideologi Syi`ah. Bagaimana mungkin minyak dan air bisa menyatu? Kalau ideologi ini dibiarkan berkembang, maka sangat mungkin terjadi apa yang dipaparkan oleh Syaikh Ali Jum`ah bahwa penyebaran Syi`ah dalam komunitas Sunni hanya akan merusak stabilitas keamanan. Semoga kita bisa terhindar dari fitnah besar ini. Wallāhu a`lam.
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan