Home » » Mutiara dalam Balutan Jilbab (Bagian: I)

Mutiara dalam Balutan Jilbab (Bagian: I)

Written By Amoe Hirata on Kamis, 02 Juli 2015 | 14.43

            Fajar menyingsing halus. Sepoi angin pagi mulai berhembus. Hati terasa sejuk, laksana embun di ujung pelupuk. Mata terpejam mulai terjaga. Bergegas bangun menuju Sang Pencipta. Menyambut kumandang adzan merdu. Bergaung di atas menara bambu. Kokok ayam saling bersahutan. Bertasbih kepada Tuhan. “Nikmat apa lagi yang hendak engkau dustakan?” demikian suara lirih mengetuk jiwa Kumalahati. Seperti biasa, sebelum pergi ke masjid Manarul Ilmi, ia sempatkan untuk berpikir dan berdzikir dengan ayat-ayat yang terbentang di alam semesta. Baginya hidup akan terasa indah, jika hati dipenuhi Allah.
            Selepas melaksanakan shalat Shubuh, Kumalahati menyiapkan segenap peralatan sekolahnya. Maklum saja, sekolahnya lumayan jauh. Hari ini adalah hari pertama ia pindah sekolah. Untuk pergi kesana, ia harus menempuh perjalanan sepuluh kilo meter dengan jalan kaki. Kalau tidak, sudah dipastikan dia akan telat sekolah. Ia hidup hanya bersama seorang ibu. Ayahnya meninggal sejak ia berusia tujuh tahun. Ibunyalah selama ini yang membesarkan dan mendidiknya. Setiap kali berangkat sekolah, ia selalu mendapat dorongan moril dari ibunya, “Nak! Meski hidup kita miskin, yang penting kaya hati. Berpegangtegulah dengan nilai agama. Dengannya kau akan menjadi terhormat dan bermartabat.”
            “Bismillah. Assalamu`alaikum bu,” ucap Kumala berpamitan sambil mencium tangan ibunya. “Nak, jangan lupa nanti kalau sudah sampai sekolah, jangan lupa shalat Dhuha. Di sini ibu akan selalu mendoakanmu.” Demikian ucap ibu melepas keberangkatan anaknya. Sesampainya di sekolah, ia langsung menuju masjid menunaikan shalat Dhuha. Selesai shalat ia berdoa, “Ya Allah, anugerahkanlah pada keluarga kami ketegaran untuk menjalani segenap ujian dan cobaan yang sedang menimpa. Jadikan hamba selalu istiqamah di jalan-Mu. Karuniakan pada keluarga hamba kemuliaan sampai kami bertemu dengan-Mu. Jadikan hamba orang sukses yang berpegang teguh dengan syari`atmu. Aku ingin membahagiakan ibu, dan menggapai ridha-Mu.”
*******
            Ada pemandangan kontras di sudut kota, tepatnya di kediaman Mutiara Angelina. Meski beragama Islam, ia jarang melaksanakan shalat Shubuh(apalagi shalat yang lain). Ia hidup dalam keluarga kaya-raya. Ayah ibunya masih hidup dan selalu memanjakannya. Setiap hari ia bangun kesiangan. Segenap keperluan sekolah selalu disiapkan pembantu. Ke sekolah selalu diantar dengan mobil, padahal jarak rumah dengan sekolahnya hanya lima ratus meter. Di sekolah ia dikenal cantik, cerdas, gaul, dan menjabat sebagai ketua OSIS. Akibat selalu dimanja, ia merasa menjadi seorang ratu di sekolah. Ia merasa bisa berbuat semaunya. Banyak sekali yang dijadikan anak buah olehnya. Pakaiannya ketat dan seksi. Seolah ingin menunjukkan keindahan yang dimiliki pada orang lain. Sanjungan pun selalu didapatkannya.

            Bel sekolah sudah dibunyikan. Hampir saja Mutiara telat jika satu menit tidak segera sampai sekolah. Teman-temannya segera berdatangan menyambut kedatangannya. Di sekolah ia dipanggil teman-temannya dengan sebutan ‘ratu’. “Eh, ratu ada aku ada kabar nih.” Ucap Santi bersemangat. “Emang ada berita apaan San. Kenapa ga ngasih tau dari tadi lewat BBM atau WA gitu?” tanya Mutiara agak jengkel. “Wah kalau di BBM kan jadinya ga seru.” Sahut Niken. “Ada apa Ken?”. “Ada sisiwi baru ratu.” Jawab Niken. “Terus kenapa kalau ada siswi baru? Biasa aja keles.... `Kan ini sekolah favorit jadi wajar donk banyak yang berusaha sekolah sini”. “Gini Ratu, kayaknya siswi baru itu bakalan jadi saingan kamu deh. Menurut Bu Rara sih anaknya sangat cerdas. Dia mendapat beasiswa di sekolah sini. Anaknya kalem, manis, dan berpakain norak.”
            “Norak gimana maksudmu?” Tanya Mutiara penasaran. “Sejauh aku punya teman berkerudung, ga lebay seperti dia Ratu. Kerudungnya lebar, bajunya juga longgar. Pokoknya kaya dandanan ustadzah gitu deh.” Jelas Ratna. “Gimana kalau kita bully aja Ratu, ketika masuk kelas. Dengar-dengar dia masuk di kelas kita. Nanti kita bisa bekerja sama dengan Pacarmu(Hengky Fernando) untuk ngerkain dia. Sudah biasa `kan anak baru dikerjain?” usul Niken. “Boleh juga tuh Ken. Kita lihat, sejauh mana dia bisa bertahan di sekolah favorit ini. Menurutku sih kok ga pantes yah siswi sok alim kaya` dia masuk di sekola sini. Bikin kelilipan mata aja. Heheh.”dukung Santi.
********
            Saat masuk kelas, Kumala terkejut. Para siswa-siswi baris berjejer seolah sedang menyambutnya. Niken, dengan nada mencibir mempersilahkan Kumala, “Silahkan duduk di depan Ustadzah untuk memperkenalkan diri. Kami ingin mengenal lebih dalam mengenai profil ustadzah.” “Huuuuuuuuuuuuuu......” siswa satu kelas berteriak merendahkan. Tanpa berpikir buruk, Kumala turuti saja kemauan mereka. Ia segera duduk di kursi guru, lalu mengucap “Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh..”. Seisi kelas tertawa sambil serentak berbicara, “Mama Dedeh lagi ngasih taushiah. Hahahha”. Kumala berusaha menenangkan diri. Dalam hati ia berdoa, “Ya Allah, lapangkanlah dadaku. Permudah urusanku. Jangan jadikan lisanku kikuk di depan mereka, supaya mereka bisa mengerti.”
            Kumala memperkenalkan diri sambil berdiri. Tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Duduk Ustadzah, biar nyantai dan tenang. Ia pun duduk. Namun betapa kagetnya ia, ketika sudah duduk, ia merasa ada yang basah. Rupanya, tempat duduk itu diolesi lem kertas oleh Niken. Melihat kejadian itu sontak sesisi kelas tertawa terbahak-bahak. Tidak kuat melihat Kumala dikerjain, Ratih(sisiwi yang dikenal cupu) akhirnya menghampiri dan menarik Kumala untuk segera duduk di sampingnya. “Ayo duduk dengan saya saja Kumala, Mereka lo sedang ngerjain kamu” ajak Ratih. “Huuuuuuuuuu...... Si Cupu lagi nolong saudarinya............hahaha” mereka serentak berkomentar. Melihat kejadian ini, sebenarnya membuat batin Mutiara bertanya-tanya, “Kenapa ya kok aku tidak melihat kemarahan sedikit pun darinya. Ia selalu senyum. Aku menemukan keteduhan di baling balutan jilbab yang dikenakannya.”
            “Kumala! Perkenalkan aku Ratih. Jangan pedulikan mereka. Kerjaan mereka tuh memang selalu ngebully anak baru. Kamu lihat tuh sisiwi yang cantik, tinggi dan berbaju ketat dialah bersama teman-temannya yang biasa ngerjain. Meskipun ia jadi Ketua OSIS, namun kepemimpinannya sama sekali tidak mengayomi.” Kata Ratih memperkenalkan diri. “Tenang saja Ratih. Aki senang dengan sikapmu yang baik hati. Hanya saja kita jangan sampai suudzan pada mereka. Barangkali mereka ingin lebih akrab denganku. Kalaupun mereka murni ingin ngerjain aku, ya biarkan saja. Mereka `kan dalam kondisi tau. Jangan sampai, dengan perilaku kita yang ingin balas dendam kepadanya, justru menghalangi petunjuk Allah sampai padanya.” Gumam Kumala. Mendengar ucapan Kumala, hati Ratih terasa sejuk. Belum pernah ia berjumpa dengan teman sepertinya.
********
            Hari-hari di sekolah berjalan seperti biasa. Ratu beserta teman-temannya tak hentinya menggoda, membully Kumala. Kumalahati tidak reaktif dalam menghadapi perilaku mereka. Dengan kesantunan dan keindahan perangainya, meski tanpa kata-kata bijak lambat laun banyak siswi-siswi yang belajar padanya. Ia pegang betul nasihat ayahnya, “Berdakwah dengan lisan mungkin membuat orang terkesan. Tapi Nak, berdakwah dengan teladan bukan hanya membuat orang terkesan. Mereka akan meneladanimu dengan perbuatan. Karena dakwah dengan keteladanan adalah sebaik-baik bahasa yang mampu menghujam dalam hati, yang kemudian menarik orang untuk melakukan perbuatan yang sama.” Dengan berpegang teguh dengan nasihat ayahnya, ia mampu menebarkan energi positif di sekelilingnya. Mutiara pun  semakin penasaran dengan sosok Kumala. Ia jadi ingin semakin mengenalnya lebih dalam. Tapi hatinya masih gengsi, “Aku kan Ketua OSIS. Mestinya dia yang datang padaku. Bukan sebaliknya.” Hatinya berada di antara penasaran dan gengsi.
Share this article :

3 komentar:

  1. Masya Allah,,karya tulisan yang penuh dengan hiasan hikmah, setiap membacanya selalu menggetarkan hati.

    BalasHapus
  2. Ustadz Ozi.....mohon bimbingannya :)

    BalasHapus
  3. Tulisan tulisan antum penuh inspirasi, motivasi maupun solusi.

    BalasHapus

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan