Madrasah Ramadhan

Written By Amoe Hirata on Jumat, 27 Juni 2014 | 14.52


Aroma kerinduan
Semerbak harum memenuhi
Istana jiwa
Bulan istemewa
Sebentar lagi kan tiba

Irama kesyahduan
Mengalun indah meliputi
Istana hati
Bulan suci
Sesaat lagi kan hampiri

Bila kehidupan
Butuh kepada ruang
Maka Ramadhan
Adalah madrasah juang
Tempat pengajaran
Bagi manusia cemerlang

Bila kehidupan
Butuh kepada waktu
Maka Ramadhan
Adalah masa bermutu
Saat idaman
Bagi pencari ilmu

Jum`at, 27 Juni 2014/14:48

Membuka Gerbang Ramadhan


            Inilah saatnya, ketika hati dan pikiran terbuka lantaran iman; akal dan jiwa menyatu membuka gerbang Ramadhan. Sebuah gerbang yang paling ditunggu oleh mukmin sejati; sebuah gerbang yang hanya mampu dibuka kesejatiannya, oleh orang-orang mempunyai visi-misi taqwa. Gerbang yang membuat orang sadar pentingnya pengendalian diri dan hawa nafsu. Gerbang yang menjadikan orang insaf, bahwa manusia terbatas ruang dan waktu, sehingga kesadaran akan pemanfaatan waktu, harus tetap digalakkan ditengah bujuk-rayu dunia yang kian menggebu. Gerbang Ramadhan mengingatkan orang akan keagungan Sang Pencipta, yang tak hentinya menaburkan nikmat dan rizki kepada hambanya setiap saat. Gerbang Ramadhan menggambarkan sinergi apik antara iman, amal dan akhlak yang menyatu pada jiwa dan raga mukmin sejati. Sebuah gerbang yang nilainya tak kan lekang bersama waktu; sebuah gerbang yang mengharuskan keikhlasan dan ketulusan untuk membukanya; sebuah gerbang yang menyimpan berlaksa-laksa makna bagi pelaku takwa. Gerbang Ramadhan mengandung kesunyian yang berlipat-lipat. Hanya orang yang mempunyai kesadaran iman yang berlipat yang mampu menaklukkan kesunyiaannya. Saat dimana yang mubah menjadi haram untuk pengendalian diri; saat yang halal menjadi haram untuk mengontrol jiwa. Banyak orang tertipu, lantaran memandangnya dengan batasan sempit ‘mata pandang’ materi, sehingga yang dituju hanya kesenang materi semu. Kelihatannya membuka gerbang dengan semangat ikhlas dan iman, namun sejatinya dengan kepentingan pribadi yang tak bertepi. Secara lahir terlihat bersukacita ketika membuka, namun sejatinya, yang dituju hanya kenikmatan dunia.
            Keimanan menjadi faktor determinan untuk membuka gerbang keagungan, Gerbang Ramadhan. Gerbang yang begitu megah dengan maghfirah(ampunan), rahmat, barakah yang terus mengalir bagai mata air yang tak pernah surut. Gerbang yang menyajikan aroma harum surga ar-Royyân bagi pejuang iman. Gerbang yang membawa alam pikiran manusia menyusuri perjuangan mukmin masa silam. Bahwa mereka menjadi besar lantaran terinspirasi oleh nilia-nilai di balik gerbang Ramadhan yang selalu menyambuk kesadaran jiwa untuk senantiasa mengendalikan diri kapan pun dan dimana pun juga. Bahwa mereka menjadi agung lantaran terilhami oleh nilai-nilai di balik gerbang Ramadhan yang selalu memberi stimulus keimanan yang menjadi energi besar dalam mengarungi terjalnya kehidupan dunia yang semu menuju kehidupan akhirat yang sejati. Banyak manusia muslim yang berlomba membuka pintunya, namun sedikit sekali yang benar-benar berhasil membukanya. Gerbang hanya akan mampu dibuka oleh mereka yang sadar akan nilai Ramadhan; gerbang hanya akan mampu dibuka oleh mereka yang memiliki keimanan tinggi; gerbang yang hanya bisa dibuka oleh mereka yang memiliki keikhlasan ekstra. Karena di baliknya terhampar ‘ladang luas perjuangan’ yang membuat para penikmat dunia berpikir ulang untuk memasukinya. Lantaran di dalamnya terdapat deru ‘ombak ujian dan cobaan’ yang membuat para pecinta dunia berkecil hati untuk melaluinya. Di dalamnya ada semacam ‘lorong nilai’ dan ‘lorong perjuangan’ yang mengantarkan manusia mukmin menuju keridhaan ilahi. Tanpan keimanan, keikhlasan dan cinta maka tak mungkin gerbang kan terbuka. Siap kah anda membuka gerbang dari negeri fana menuju negeri penuh cahaya?


Sumengko, Jum`at 27 Juni 2014/05:43

Samudra Kasih Sayang

Written By Amoe Hirata on Selasa, 24 Juni 2014 | 16.50


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)
 “ dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
[Qs. Al-Anbiya: 107].

            Rasul diutus Allah swt untuk mengemban risalah. Risalah ini ditujukan kepada jin dan manusia untuk menebar rahmat bagi seantero alam. Kedatangannya adalah rahmat. Di setiap segmen kehidupan yang Beliu lalui, nilai rahmat akan senantiasa ditemukan. Dalam interaksi sosial akan dijumpai rahmat. Dalam urusan politik akan dijumpai rahmat. Dalam urusan kepemimpinan akan dijumpai rahmat. Dalam urusan keluarga, akan dijumpai rahmat. Bahkan dalam urusan perang dan jihadpun nilai rahmat akan senantiasa terpantul dari hati Rasulullah saw yang sangat belas kasihan kepada semua mahluk Allah swt.
            Bila ada orang yang mengatas namakan umat Rasulullah saw tetapi perilakunya sama sekali tidak mencerminkan rahmat maka itu hanya omong kosong. Bila ada orang yang mengaku meneladani amalan Rasulullah saw, tetapi amalan dalam kehidupan sehari-hari hanya menimbulkan mudharrat bagi sekelilingnya maka itu hanya omong belaka.  Bila ada orang yang mengatakan cinta Rasulullah saw, tapi di setiap jengkal hidupnya hanya melakukan kerusakan maka itu hanya bualan saja.
            Rahmat bukanlah bualan. Rahmat bukanlah omong kosong. Rahmat bukanlah sekedar kata. Ia adalah semacam nilai yang membuat empunya selalu bersemangat untuk memancarkan enerji positif dalam kehidupan sehari-harinya. Setiap kali menemukan kesulitan maka langsung difilter dengan rahmat. Setiap kali mengalami kesukaran dihadapi dengan rahmat. Setiap kali ditimpa musibah disiasati dengan rahmat. Dengan demikian rahmat juga merupakan tenaga jiwa yang membuat orang tidak kehabisan jatah untuk senantiasa arif dan bijak dalam menghadapi segala  sesuatu.
            Sebagai rahmat, Rasulullah tidak membatasi rahmatnya untuk segelintir orang saja. Rahmatnya bukan hanya untuk sekte, kelompok, aliran, kelompok dan golongan tertentu, melainkan untuk seluruh alam. Kata “alam” berarti: segala sesuatu yang diciptakan Allah swt. Dengan demikian rahmat Rasulullah swt menembus batas ruang dan waktu; menembus sekat-sekat sejarah; lintas waktu dan multidemensional. Rahmatnya meliputi alam Malaikat, jin, manusia, benda mati, hewan dan alam tumbuh-tumbuhan.
            Mengapa risalah Rasulullah merupakan rahmat bagi sekalian alam? Ia rahmat bagi malaikat karena tatkala Jibril as merasa resah terhadap akibat yang akan menimpa Rasulullah saw turunlah  ayat, “Yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah swt) yang memiliki `Arsy”(At-Takwir: 20) Jibrilpun merasa tenang dan aman. Ia rahmat bagi benda mati yang mana tercermin dalam sabdanya karena dia memerintahkan umatnya membuang gangguan dari jalan. Ia rahmat bagi hewan, seperti tercermin dalam sabdanya, “Tidaklah seorang muslim menananam suatu tanaman, lalu sebagian darinya dimakan oleh burung atau manusia atau hewan, melainkan itu sebagai sedekah baginya”. Kisah mengenai wanita yang masuk neraka karena menyiksa kucing ini juga sebagai gambaran nyata betapa rahmat nabi pada hewan sangatlah tinggi. Ia juga rahmat bagi jin dan manusia, karena kedatangannya sebagai pembimbing manusia dari jalan yang gelap gulita menuju cahaya Islam. Karena itulah tidak ada yang tertinggal dari rahmatnya.
            Karena itulah apa saja yang dibawa oleh Islam masuk dalam anasir rahmat. Bagaimana tidak, yang mengutus Rasulullah adalah Allah swt Yang Maha Rahman dan Rahim. Rasulullah sebagaimana disebutkan oleh al-Qur`an juga memiliki karakter rahim(At-Taubah: 128). Dan malaikat Jibril Sang Pembawa wahyu juga Penebar Rahmat. Demikian juga Al-Qur`an salah satu karakternya ialah sebagai syifaa`(obat) dan rahmat(Al-Isra`: 82) Bahkan kata “rahmat”” sendiri dalam Al-Qur`an berjumlah sekitar 59 kata. Ini semakin menguatkan bahwa apa yang dibawa Rasulullah saw merupakan rahmat.
            Pada masa globlalisasi seperti sekarang ini, ada banyak pihak yang berusaha merongrong Islam. Mereka berusaha menjatuhkan Islam dengan membuat-buat syubhat tak berdasar. Syubhat-syubhat itu ditujukan untuk menggambarkan pada dunia bahwa Islam bukanlah agama rahmat, tapi Islam adalah agama laknat. Yang disebar oleh Islam adalah kekerasan, kejumudan, dan tidak berperikemanusiaan. Tak jarang dan tanpa malu-malu mereka mendiskreditkan Islam sedemikian rupa dengan mengangkat isu bahwa islam disebarkan melalui pedang / kekerasan. Islam diidentikkan dengan tindakan anarkis dan perilaku teroris.
            Untungnya Islam itu nilai yang tidak akan hancur. Betapapun usaha orang untuk melenyapkan rahmat dari Islam maka pancaran rahmat akan semakin bersinar terang. Karena yang menjaganya adalah Maha Rahman Rahim. Setiap usaha negatif yang dikerahkan untuk menghancurkan risalah Islam akan disaring sedemikian rupa oleh rahmat itu sendiri menjadi berkah dan pencerahan bagi yang membencinya. Rahmat melambangkan cinta enerji negatif apapun yang berusaha melenyapkan cinta maka akan sia-sia belaka. Cinta semakin banyak rintangan dan halangan maka akan tumbuh menjadi semakin kuat dan dalam. Itulah risalah Rasulullah, risalah rahmat. Rahmat bagi seluruh alam.

v  Rahmat Rasulullah saw Terhadap Lansia dan Orang Tua

Sesekali coba anda cari berita di berbagai media masa mengenai jumlah lansia. Menurut survei yang ada jumlah lansia semakin banyak. Di Indonesia sendiri jumlah lansia pada tahun 2010 mencapai 18, 04 juta jiwa yang berarti menempati peringkat kelima dunia. Jumlah yang semakin banyak ini menuntut kita agar lebih bijak dan arif dalam menghadapi orang tua. Karena semakin banya jumlah juga semakin rumit dan kompleks permasalahannya. Tanpa kebijakan, kearifan dan rahmat/kasih sayang maka problem demi problem yang menyangkut lansia tidak akan terselesaikan dengan baik.
Sebagai pimpinan, Rasulullah saw memiliki rahmat / kasih sayang yang sangat besar terhadap lansia dan orang tua. Rasulullah pernah bersabda: Diantara hal yang termasuk (kategori) memuliakan Allah swt ialah menghormati orang laki-laki muslim yang sudah tua renta, dan penghafal al-Qur`an, tanpa berlebihan dan kurang, dan memuliakan sultan (penguasa) yang jatuh(Hr. Abu Daud, Bukhari dan Thabrani). Disini lebih didahulukan menghormati lelaki tua daripada penghafal al-Qur`an. Ini mengindikasikan bahwa penghormatan kepada orang yang sudah tua renta sangatlah penting. Ini merupakan salah satu bukti rahmat / kasih sayang Rasullah terhadap lansia.
Di era moderen ini, banyak sekali didapati anak-anak serta remaja yang tidak berbelas kasih pada orang yang sudah tua renta. Tapi cobalah anda perhatikan! Suatu ketika, ada orang yang sudah tua renta  ingin bertemu Nabi saw. Tetapi para sahabat menghambatnya. Melihat kondisi demikian hati Nabi terenyuh dan mengasihinya sembari bersabda: Bukan dari golongan kami siapa saja yang tidak mengasihi anak kecil kita, dan menghormati orang tua kita (Hr. Tirmidi, Ahmad, Hakim, Thabrani dan Bukhari). Rahmat Rasulullah langsung terpancar melihat kejadian tersebut. Sampai-sampai, menyatakan yang tidak menghormati orang yang tua bukanlah dari golongan beliau. Ini merupakan pernyataan yang semakin menguatkan betapa besar rahmat Rasullah pada Orang yang sudah lanjut usia.
Meskipun Rasulullah adalah pemimpin, tidak serta merta dijadikan alat untuk bertindak semena-mena. Sifat tawadlu` dan rahmatnya menghalangi dirinya untuk bertindak sewenang-wenag. Suatu ketika, setelah  tiba fathul makkah, Abu Bakar bersama bapaknya yang tua renta datang menemui Rasulullah dengan maksud masuk Islam dihadapan Rasulullah di masjid al-Haram, lalu Rasulullah berkata: Kenapa tidak kamu biarkan bapakmu di rumah, biar aku saja yang datang ke sana(Hr. Ahmad, ibnu Hibban dan Hakim). Ungkapan ini betapa luar biasa. Bayangkan! Seorang Nabi, manusia pilihan, manusia agung dengan rahmat dan ketawadlu`annya merasa tersentak hatinya melihat bapak Abu Bakar datang kepadanya dengan kondisi fisik yang semakin melemah. Rasul berkomentar kenapa bapak tidak di rumah saja biar saya yang datang. Ini merupakan gambaran pemimpin yang penuh rahmat dan perlu disuritauladani. Rupanya di jaman moderen ini kita sudah mengalami kelangkaan orang yang bisa meneladani Rasulullah saw.
Rahmat Rasulullah terhadap lansia tidak hanya sebatas masalah sosial belaka. Bahkan dalam urusan ibadahpun, rahmat Rasulullah senantiasa ada. Hal itu bisa disimak melalui kisah imam yang dimarahi Rasulullah lantaran terlalu panjang membaca surat. Pernah beliau sedemikian marah lantaran ada imam shalat yang sangat panjang bacaannya sehingga membuat orang lari dan shalat sendiri. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya diantara kalian ada imam yang bikin (makmum) lari, siapaun diantara kalian yang menjadi imam maka pendekkanlah bacaannya, karena di sana ada orang yang lemah, orang tua renta, dan orang yang punya keperluan(Hr. Bukhari, Muslim, Darimi dan Ibnu Huzaimah). Rasulullah sangat marah. Ini bisa kita pahami bahwa seharusnya ibadah jangan sampai membuat orang susah. Ibadah harus didasari rahmat. Kalau tidak, bukan kekhusyuan yang akan dicapai, malah rasa marah dan geram.
Yang tidak kalah pentingnya, di samping menghormati orang yang sudah lanjut usia, secara khusus Rasulullah menekankan untuk menghormari kedua orang tua. Suatu ketika, datanglah seorang laki-laik menghadap Rasulullah lalu bertanya: Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya layani dengan baik? Rasul menjawab: Ibumu, Kemudian?, Ibumu. Kemudian? Ibumu. Kemudian siapa? Kemudian bapakmu(Hr. Bukhari, Muslim, ibnu Majah dan ibnu Hibban). Riwayat ini sebagai bukti bahwa kita wajib menyayangi dan menghormati orang tua sebagaiman yang diajarkan Nabi saw.
Bahkan dalam urusan sepenting jihad dan hijrahpun  Rasulullah saw lebih mengedepankan restu orang tua. Suatu ketika ada sahabat menghadap Nabi yang menyatakan: aku datang menghadapmu untuk berbaiat hijrah, sedangkan kedua orang tuaku menangis karena kutinggal. Lalu Rasulullah bersabda: Kembalilah pada mereka, dan buatlah mereka tertawa sebagaiman engkau telah membuat mereka menangis(Hr. Abu Daud, Nasa`i, ibnu Majah, Ahmad dan ibnu Hibban). Dari hadits ini bisa ditarik kesimpulan bahwa sebesar apapun pengorbanan kita untuk Islam; seberat apapun perjuangan yang telah dikerahkan itu tidak akan menjadi rahmat jika orang tua diabaikan.Berjuang harus dilandasi rahmat. Salah satu bentuk rahmat dalam berjuang ialah menghargai, menghormati dan meminta restu orang tua.

v  Rahmat Rasulullah saw terhadap anak-anak

Kasih sayang Rasulullah benar-benar komprehensif. Meskipun waktunya sedemikian padat dia tidak pernah kehabisan rahmat dan kasih sayangnya pada siapapun. Dia tidak membeda-bedakan dalam hal rahmat. Siapaun orangnya dan kapanpun waktunya maka akan menjumpai rahmat beliau. Pada pembahasan kali ini, secara khusus akan dibahas mengenai rahmat / kasih Rasulullah kepada anak-anak.
Anas bin Malik menceritakan tentang kasih sayang Rasulullah pada anak-anak: Aku tidak pernah melihat orang yang lebih belas kasihan kepada keluarga daripada Rasulullah saw(Hr. Muslim, Ahmad, ibnu Hibban dan Baihaqi). Bayangkan! Meski sangat sibuk Rasulullah sangat peduli dan sayang pada keluarganya. Ia mampu menciptakan keseimbangan yang luarbiasa dalam kehidupannya sehingga sesibuk apapun beliau masih bisa membagi kasih sayangnya pada siapapun, terlebih keluarga.
Suatu saat, Nabi mencium Hasan bin Ali , sedang di sampingnya ada Al-Aqra` bin Haabis, lalu Al-Aqra` berkata: Aku punya sepuluh anak, tidak ada satupun yang pernah kucium. Lalu Rasulullah memandangnya seraya bersabda, ”Orang yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi”(Hr. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad). Mungkin kalau kita mau menilik pada sejarah orang Arab memang gaya pendidikannya sangat keras sampai-sampai tidak mau mencium anak. Pada hadits ini, Al-Aqra ditegur sedemikian rupa bahwa orang yang tidak berbelas kasihan maka tidak akan dibelaskasihi. Mengasihi anak merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Nah, salah satu bentuk kasih sayangnya ialah dengan mencium cucunya.
Rasulullah sangat tidak tega mendengar anak nangis dan anak yang sakit. Diriwayatkan oleh Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw shalat sedang ia menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw, ketika duduk Ia meletakkannya, ketika berdiri Ia gendong kembali(Hr. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad). Mendengar Umamah menangis hati Rasul tersa ga tega dan terenyuh. Karena itu digendonglah Umamah oleh beliau.
Rasulullah pernah berlama-lamaan sujud karena sedang ditunggangi Hasan dan Husain.  Syadad bin Al-Haad menceritakan, suatu hari Rasulullah datang pada kami untuk memimpin shalat Isya`, pada waktu itu Ia menggendong Hasan dan Husain lalu beliau maju memimpin shalat kemudian menurunkan Hasan dan Husain, ketika sedang sujud diantara dua sujud Rasulullah sujud sangat lama. Bapakku berkata: Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil yang sedang menaiki punggung Rasulullah saw, kemudian aku kembali sujud, ketika shalat selesai para sahabat bertanya: Ya Rasulullah engkau sudud diantara sujud rakaan yan pertama dengan sangat lama sampai kami mengira sedang terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu. Rasulullah bersabda, “Tidak terjadi apa-apa, hanya saja cucuku sedang menaiki punggungku, aku tidak enak kalau membuatnya tergesah-gesah, aku biarkan saja sampai hajatnya terpenuhi”(Hr. Nasai, Ahmad, Hakim dan ibnu Hibban).
     Pada kesampatan lain, Rasulullah meluangkan waktunya untuk bermain dengan anak-anak. Usamah bin Zaid bercerita: Rasulullah pernah mengambilku lalu memangkuku di satu pupunya, kemudian meletakkan Hasan di pupu satunya kemudian merangkul keduanya. Lalu berdoa, “Ya Allah, rahmatilah keduanya, sungguh aku menyayangi keduanya”(Hr. Bukhari, Ahmad, ibnu Hibban dan Nasa`i).
     Coba lihat bagaiman rahmat Rasulullah yang sedang menghibur anak kecil yang sedang sedih karena burung kecil yang sedang dibuat mainan mati. Anas bin Malik berkata suatu saat Nabi masuk rumah Ummu Sulaim, Dia punya anak dari pernikahannya dengan Abi Thalha yang diberi kunya Abu Umair, biasanya Rasulullah bercanda dengannya, waktu itu Beliau masuk dan melihat Abu Umair lagi bersedih, lalu Rasulullah berkata,  “Aku tidak pernah melihat Abu Umair sedih? Lalu teman-temannya menjawab: Burung Nuger(burung sejenis pipit) kecil mainannya mati”lalu Nabi berkata, “Ya abu Umair apa yang dilakukan Nuger?”(Hr. Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi). Rasulullah tidak membentak dan menyalahkan Abu Umair. Di sini beliau melah bercanda dan berusaha menghiburnya. Mungkin para pemimpin dan orang tua pada umumnya harus lebih belajar kembali mengasihi anak sebagaimana Rasulullah saw.
     Tak hanya itu, secara khusus Rasulullah mempunyai perhatian besar kepada anak perempuan.  Ia bersabda, “barangsiapa mengurusi dua anak perempuannya hingga dewasa maka pasti akan datang pada hari kiamat dimana aku dengannya seperti ini, beliau merapatkan jari-jarinya”(Hr. Muslim, Tirmidzi, Hakim dan Bukhari).
     Diantara bentuk rahmat beliau kepada anak-anak ialah bahwa beliau tidak membebani anak di luar batas kemampuannya.  Ini terjadi pada perang Uhud ada beberapa anak yang mau ikut perang seperti, Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Usaid bin Dzahir, Zaid bin Tsabit dan lainnya lalu Rasulullah menolak mereka karena usianya yang masih terlalu muda. Bandingkan dengan negara-negara di dunia yang menggunakan anak-anak sebagai prajurit perang sebagaiman dilansir oleh PBB bahwa ada tiga ratus ribu lebih anak di dua puluh negara yang melakukan perang karena dipaksa oleh negara yang menerapkan perang secara paksa. 
     Kasih sayang Rasulullah pada anak bukanlah kondisional dan temporer. Abdullah bin Ja`far bin Abi Thalib meriwayatkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila tiba dari suatu perjalanan, biasanya beliau menemui kedua anak kecil dari ahlul baitnya. Abdullah bin Ja'far berkata; 'pernah suatu hari beliau datang dari suatu perjalan, lalu aku segera menyambutnya, maka beliau meletakkan aku di depan beliau, kemudian salah satu putra Fatimah datang lalu beliau meletakkannya di belakang beliau. Dan kami bertiga masuk ke Madinah dengan menaiki hewan tunggangan beliau(Hr. Musli, Baihaqi dan Nasai). Ini mengindikasikan bahwa rahmat Rasulullah pada anak-anak sudah menjadi karakter. Secapek apapun kondisi beliau, tidak pernah berhenti mengasihi anak-anak.
     Itu merupakan gambaran umum mengenai rahmat Rasulullah terhadap anak-anak. Kalau demikian halnya dengan anak-anak pada umumnya, maka kepada anak yatim lebih utama. Beliau selalu mendorong kaum muslimin agar memelihara anak yatim. Beliau bersabda, “Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini, beliau mengisyaratkan dekatnya seperti jari telunjuk dan jari tengah”(Hr. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad). Ia juga pernah bersabda, ““Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim diantara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” [HR. Abu Ya'la dan Thobroni, Shohih At Targhib, Al-Albaniy : 2543].
     Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi." (HR Thobroni, Targhib). Di sini Rasulullah mengajak dialog dengan orang yang keras hatinya terhadap anak yatim. Bahwa jika ia ingin hatinya lunak maka dia harus mengasihi anak yatim berupa memberi makanan dan bentuk kasih sayang lain. Kekerasan hati timbul akibat minimnya kasih sayang pada diri seseorang. Untuk mengatasinya ia harus memperbesar kasih sayang dalam dirinya.
     Bahkan Rasulullah mengingatkan secara tegas bagi siapa saja yang memakan harta anak yatim secara dzalim, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, " dikatakan, "Wahai Rasulullah, apakah perkara yang membinasakan itu?" Beliau menjawab: "Berbuat syirik kepada Allah, kikir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh seorang wanita mukmin yang suci dan baik berbuat zina."(Hr. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasa`i). Memakan harta anak yatim secara tidak benar merupakan dosa besar. Hanya orang-orang yang kasih sayangnya minim yang suka memakan harta anak yatim.
     Bahkan, lebih jauh dari itu Rasulullah memikirkan masa depan anak yatim dengan gambaran praktis. Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang mengurus anak yatim sedangkan anak tersebut memiliki harta, hendaknya dia gunakan untuk berdagang dan tidak membiarkannya habis untuk membayar zakatnya."(Hr. Tirmidzi, Malik dan Baihaqi). Rasulullah menyarankan agar hartanya dikelola sedemikian rupa supaya berkembang dan bisa digunakan untuk kepentingan anak yatim dan jangan sampai harta itu habis sehingga bisa digunakan untuk membayar zakat.
     Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa pancaran rahmat dan kasih sayang Nabi begitu besar. Rasulullah berada di garda depan dalam memberi teladan tentang mengasihi anak.Bagi siapa saja yang mengaku menjadi umatnya; mengaku mendaji makmum beliau harus benar-benar meneladani beliau dalam hal kasih sayang terhadap anak. Orang yang tidak sayang terhadap anak-anak tidak akan pernah mendapat kasih sayang dan penghormatan dari anak.  Semakin besar kasih sayang kita pada anak-anak, semakin besar pula potensi kasih sayang dan penghormatan yang akan didapat dari mereka. Demikianlah gambaran kasih sayang Rasullah kepada anak-anak.

v  Rahmat Rasulullah terhadap Wanita.

     Bila kita mau membuka kembali lembaran sejarah mengenai wanita pra Islam, maka akan kita dapati banyak gambaran yang mengerikan dan tidak manusiawi. Di India   wanita tidak memiliki kemerdekaan penuh, ia disuruh membakar diri ketika suaminya sudah meninggal. Bahkan tak jarang wanita pada waktu itu yang memiliki lebih dari satu suami. Bahkan terkadang dibuat taruhan untuk judi. Di Spanyol, salah satu bentuk penghormatan budak wanita terhadap tuannya ialah dengan membunuh diri dihadapan tuannya. Di Persia wanita hanya dijadikan pemuas seks, banyak terjadi perkawinan sedarah, dan untuk bertemu raja saja harus berjarak bermeter-meter. Lebih malang lagi pada zaman Qibad ada orang yang bernama  Mazdaq yang menganut kebebasan mutlak, wanita semakin menjadi korban bagi siapa saja yang kuat. Di Yunani wanita tidak begitu diperhitungkan dan terkadang hanya sebagai pemuas seksual. Di Arab, wanita sangat direndahkan. Kadang dijadikan harta warisan, anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup, wanita terkadang hanya sebagai penghibur dan lain-lainnya. Belum lagi Yahudi, Nasrani, Eropa secara umum yang merendahkan martabat wanita. Intinya, wanita pra Islam tidak begitu dihormati dan disepelekan.
      Ketika Rasulullah datang mengemban risalah Islam. Hak-hak wanita menjadi terangkat. Wanita ditempatkan pada posisi terhormat. Sangat jauh dibanding masa sebelum Islam. Wanita diberi hak untuk menyampaikan pendapat, berpartisipasi dalam belajar, berjihad dan lain sebagainya. Kasih Rasul kepada para wanita sedemikian besar, sehingga kedatangannya bagaikan oase yang mengalirkan air rahmat untuk menghilangkan dahaga bagi kaum wanita yang selama masa jahiliah tidak memeliki hak dan diperlakukan sangat biadab.
     Suatu saat Rasul bersabda: “Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara yang baik(Hr. Bukhari, Muslim). Di sini Rasulullah menasehati para suami agar memberi nasehat pada wanita dengan cara yang baik. Tidak ada lagi tindakan semena-mena dalam berinteraksi dengan istri seperti yang terjadi pada zaman Jahiliah.
     Lebih jauh Rasulullah pada waktu haji Wada`, Beliau dalam pidatonya menyampaikan beberapa wasiat mengenai wanita, diantaranya:” Perlakukanlah isteri-isteri kalian dgn baik, karena mereka adalah teman di sisi kalian”(Hr. Tirmidzi,ibnu Majah dan Ahmad).  Di sini Rasulullah memerintahkan pada para suami aga memperlakukan istri dengan baik karena pada dasarnya isteri adalah partnernya yang bisa diajak kerja sama untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
     Di lain kesempatan, Beliau malah tidak membeda-bedakan antara pria dan wanita. Beliau bersabda, “wanita adalah saudara(sepadan) laki-laki”(Hr. Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad). Sehingga masing-masing mempunyai kesempatan yang sama untuk turut serta berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Yang membedakan di sisi Allah swt sejatinya ialah ketakwaannya.
     Rahmat selalu beliau ajarkan kepada para sahabatnya. Dalam menyikapi sesuatu harus benar-benar bijak dan arif. Suatu saat Beliau bersabda, “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai”(HR. Muslim). Di sini ada larangan membenci wanita mukmin. Bahkan jika pria tidak menyukai suatu akhlak wanita maka diperintahkan melihat sisi lain yang diridai. Ini merupakan ajaran kasih sayang demikian dahsyat yang baru diterapkan oleh orang-orang Eropa sekitar empat belas abad kemudian setelah datangnya Islam. Rahmat Rasulullah sedemikian besar sehingga salah satu ajarannya sebagaimana hadis tersebut, ialah rahmat mengajarkan kita untuk adil dalam menilai wanita, tidak boleh menyepelekan atau terlalu berperasangka buruk pada wanita yang berbuat kesalahan, karena bisa jadi ada kebaikan-kebaikan lain yang belum diketahui olehnya. Hadits tersebut sebenarnya sesuai dengan firman Allah, “Dan bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan pada dirinya kebaikan yang banyak.” (QS : An-Nisa ayat 19)
     Suatu saat Abu Bakar berkunjung ke rumah Rasulullah, ketika masuk Ia mendengar anaknya, Aisyah sedah meninggikan suaranya pada Rasulullah, Ia marah dan hampir memukulnya, tetapi dicegah oleh Rasulullah saw sebagaimana hadits yang bersumber dari An Nu'man bin Basyir ia berkata, "Abu Bakar -semoga Allah merahmatinya- memohon izin untuk menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi ketika akan masuk ia mendengar suara 'Aisyah meninggi (seperti orang marah). Maka ketika Abu Bakar telah masuk ia memegang 'Aisyah untuk memukulnya seraya berkata, "Kenapa aku melihat kamu mengeraskan suara di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!" lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menghalanginya hingga Abu Bakar keluar dengan membawa marah. Saat Abu Bakar keluar, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana pendapatmu ketika aku selamatkan kamu dari seorang laki-laki (murka Abu Bakar)?" Nu'man berkata, "Abu Bakar lalu berdiam diri di dalam rumah selama beberapa hari, setelah itu ia memohon izin lagi untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ia mendapati keduanya telah berbaikan. Lantas ia berkata kepada keduanya, "Sertakanlah aku dalam kedamaian kalian sebagaimana kalian telah menyertakanku dalam kemarahan kalian." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menimpali: "Kami telah lakukan, kami telah lakukan."(Hr. Abu Daud, Ahmad dan Nasa`i). Dengan kearifannya Rasulullah tidak membiarkan Aisyah dipukul Abu Bakar meskipun sebenarnya itu syah-syah saja. Namun, lagi-lagi kasih beliau kepada wanita lebih besar daripada amarahnya.
     Pada waktu beliau berkunjung ke salah satu rumah istrinya (dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa itu di rumah Aisyah) belia mendapat kiriman makanan dari isteri belia yang lain, sehingga membuat Aisyah cemburu dan membanting piring sampai pecah. Sebagaimana riwayat berikut, “dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berada di rumah sebagian isterinya, kemudian salah seorang Ummul mukminin menyuruh pelayannya mengirimkan sebuah nampan yang berisi makanan." Anas berkata, "Kemudian isteri beliau memukul nampan tersebut dengan tangannya hingga pecah." Ibnu Al Mutsanna menyebutkan, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengambil dua pecahan tersebut dan menggabungkan sebagian dengan yang lainnya, kemudian mengembalikan makanan pada tempatnya (semula) seraya berkata: "Ibu kalian sedang cemburu." Ibnu Al Mutsanna menambahkan, "Makanlah." Kemudian mereka makan hingga datang nampan yang ada di rumah isteri beliau tersebut. Kemudian kita kembali kepada lafazh hadits Musaddad, beliau bersabda: "Makanlah!" Dan beliau menahan utusan dan nampan tersebut hingga mereka selesai lalu beliau menyerahkan nampan yang tidak pecah kepada utusan tersebut, dan beliau menahan nampan yang pecah di rumahnya."(hr. Abu Daud). Coba anda perhatikan kembali hadist di atas. Melihat kelakuan Aisyah yang memukul piring hingga pecah, Rasulullah tidak memakinya atau bahkan memarahinya. Ia hanya berkomentar pada para sahabatnya, “Ibu kalian sedang cemburu” kata-kata bijak yang menggambarkan rahmat Rasulullah saw. Ia tidak mengatakan Aisyah cemburu, tapi “ibu kalian cemburu” yang terdengar lebih enak daripada menyebut nama langsung. Masalah yang terlihat besar seperti ini, dengan rahmat bisa beliau selesaikan dengan begitu mudah.
     Kemudian, setelah kita melihat kasih sayang beliau terhadap wanita secara umum. Lebih khusus Rasullah ternyata juga memberi perhatian pada para janda. Diriwayatkan dari Shafwan bin Sulaim yang merafa'kan (menyandarkannya) kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad dijalian Allah atau seperti orang yang selalu berpuasa siang harinya dan selalu shalat malam pada malam harinya." (Hr. Bukhari). Bayangkan! Membantu para janda mendapat ganjaran luar biasa bagai berjihad di jalan Allah.
     Pada kesempatan lain Beliau sebagai pemimpin beliau tidak malu-malu untuk berbicara dengan para janda dan menyelesaikan urusan mereka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu memperbanyak dzikir, mengurangi (menghindari) hal sia-sia, memperpanjang shalat, memendekkan khutbah, tidak berbuat kasar, tidak merasa malu berbicara dengan para janda dan orang miskin untuk menyelesaikan urusan mereka.(Hr. Nasai, Darimi dan Ibnu Hibban). Anda perhatikan ada tidak presiden di dunia ini yang ikhlas mau meluangkan waktunya untuk berinteraksi dengan para janda dan memenuhi kebutuhan mereka?. Orang yang tidak memiliki setok rahmat yang besar tidak mungkin mampu menjalankan hal seperti itu.
     Yang lebih menarik dari riwayat diatas ialah bahwasanya ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu wanita itu berangkat dengan beliau ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu.” (HR. Al Bukhari). Hamba sahaya yang secara setatus sosial tergolong paling bawah dan tak begitu dipandang oleh khalayak umum. Tapi di sini Rasulullah berkenan menuruti kehendak wanita sahaya tersebut sampai terpenuhi kebutuhannya. Ini merupakan kejadian yang langkah. Tidak mungkin orang yang tidak memiliki kasih sayang yang besar bisa melakukannya. Harusnya para pemimpin bisa meneladani apa yang dilakukan Rasulullah saw.
     Akhirnya, kasih beliau kepada wanita sungguh luar biasa. Satu-satunya kata yang dapat menjelaskan berbagai peristiwa teladan yang menggambarkan kasih sayang beliau pada wanita ialah “rahmat”. Sebagai Rasul, Ia adalah rahmat bagi semesta alam. Wanita adalah bagian dari alam dan mereka berhak mendapat kasih sayang itu. Bagi siapa saja yang mengaku pengikut Rasulullah saw hendaknya jangan merendahkan wanita. Pancarkanlah rahmat dari hatimu niscaya akan terpancar rahmat lain yang begitu besar dari dirimu. Wanita tidak akan pelit kepada orang yang murah hati dan berkasih sayang. Dan itu benar-benar terjadi sebagaimana yang di alami Rasulullah saw. Karena wanita ingin dimengerti, maka hanya mereka yang mau mengerti yang kan mendapat hatinya.Lalu bagaimana dengan anda?

v  Rahmat Rasul Terhadap Pelayan dan Budak
     Salah satu bisnis paling besar di dunia sekarang ini ialah bisnis manusia dengan berbagai modus dan atributnya. Sungguh ironis memang, manusia yang sejatinya dilahirkan dalam keadaan merdeka ternyata dalam perjalannanya dimanfaatkan oleh para pemilik modal besar untuk diperdagangkan. Mereka mau tidak mau akan menjadi budak yang harus siap hilang kemerdekaannya. Tak lagi mampu menentukan nasib, tapi ditentukan. Tak lagi mampu mengemukakan pendapat tapi dikemukakan. Sebagai manusia mereka sudah kehilangan sejatinya. Kemanusiaan mereka direnggut sedemikian rupa hingga menjadi manusia  yang hina dina.
     Pada segmen lain yang tidak kalah ironisnya, ada anggapan individu atau bahkan kolektif majikan yang menjadikan pelayan bagai budak. Para pelayan yang notabene merupakan masyarakat ekonomi lemah mendapat perlakuan tidak manusiawi. Disuruh seenaknya. Harkat dan martabatnya direndahkan. Bahkan di sebagian negara Arab para pelayan-pelayan dalam hal ini ialah TKI / TKW tak jarang yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh dan tindak kekerasan yang sangat memprihatinkan. Bahkan secara sengaja atau tidak perfileman tanah air juga menyemarakkan anggapan seperti itu. Pelayan diidentikkan sebagai orang yang secara strata sosial menduduki tingkat paling bawah. Hak-haknya tidak begitu diperhatikan. Mereka cendrung diremehkan dan dibuat tambal butuh saja.
     Bagaimana kita melihat kasih sayang Rasulullah kepada budak dan pelayan? Maka pada tulisan berikut ini akan dipaparkan secara singkat bagaimana Rasulullah mengasihi budak dan bagaimana Rasulullah memuliakan martabat keduanya. Beliau tidak pernah mendiskriminasi; tidak pernah merendahkan; tidak pernah mendikotomi; beliau selalu menganjurkan dan mengajarkan agar kita selalu menghormati dan menghargai manusia meskipun itu seorang budak ataupun pelayan.
     Dalam pandangan Rasul, antara budak dan tuan tidak dibeda-bedakan meski secara status sosial memang beda. Pada suatu kesempatan, Rasulullah saw menggambarkan dengan sangat menarik bahwa budak adalah saudara tuannya sebagaimana hadits berikut, “Saudara kalian adalah budak kalian. Allah jadikan mereka dibawah kekuasaan kalian.” (HR. Bukhari no. 30) Bagaimana kita memperlakukan saudara kita? Pasti kita akan memperlakukannya dengan baik dan tidak akan menghinakannya. Kemudian Rasulullah menambahkan, ”Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka.(HR. Bukhari no. 30) Sangat mengagumkan, di tengah masyarakat jahiliyah yang mendiskriminasikan antara hak tuan dengan budak, di sini secara revolusioner Rasulullah saw menghapus semua itu. Beliau melarang para tuan budak membebani budak diluar batas kemampuan, dan turut membantu mereka ketika memberi tugas. Bandingkan dengan negara-negara moderen saat ini, pendiskriminasian senantiasa terjadi dan masih belum bisa dituntaskan. Orang-orang kulit hitam dianggap budak dan pantas mendapatkan perlakuan tidak manusiawi. Sedang Rasulullah sejak di Makkah telah meruntuhkan stigma pendiskriminasian itu dengan memuliakan Bilal bin Rabbah, selaku Muadzin Rasulullah saw.
     Ketika Rasulullah saw melihat Abu Mas`ud Al-Anshari memukul budak laki-lakinya, Beliau mengingatkan, “Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, Allah lebih kuasa untuk menghukummu seperti itu, dari pada kemampuanmu untuk menghukumnya.” Abu Mas`ud langsung terperanjat kaget ketika melihat bahwa yang berkata dibelakangnya adalah Rasulullah saw, maka seketika itu juga budak laki-lakinya langsung dimerdekakan. Kemudian Rasul memujinya, “Andai engkau tidak melakukannya, niscaya neraka akan melahapmu.” (HR. Muslim 1659, Abu Daud 5159, Tumudzi 1948 dan yang lainnya). Ini merupakan pelajaran berharga bagi siapa saja yang suka berlaku kasar pada budaknya. Di riwayat lain disebutkan bahwa kafarah orang yang memukul budaknya ialah dengan membebaskannya.
     Demikian juga dengan masalah pelayan dan yang semisalnya. Rasulullah sangat menghormati pelayan dan sangat memperhatikan hak-hak mereka. Dalam suatu kesempatan, Rasulullah mewajibkan agar para majikan tepat waktu dalam membayar gaji tanpa menguranginya sedikitpun. Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani). Di jaman sekarang ini nampaknya fenomena tersebut kian langkah. Banyak para majikan yang mendzalimi pegawai dengan mengurangi gaji atau membayarnya dengan tidak tepat waktu. Padahal jauh-jauh hari Rasulullah mengingatkan agar gahi harus diberikan sebelum kering keringatnya.
     Beliau mengecam dan memberi peringatan keras kepada majikan yang mendzalimi pembantu atau pegawainya. Disebutkan dalam hadits Qudsi, “Ada tiga orang, yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat: … orang yang mempekerjakan seorang buruh, si buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai).” (HR. Bukhari 2114 dan Ibn Majah 2442). Diantara orang yang akan menjadi musuh Allah pada hari kiamat ialah majikan yang tidak memberi upah yang sesuai pada pegawainya. Mendzalimi pegawai / pembantu merupakan tindakan yang memusuhi Allah. Kalau sudah memusuhi Allah pasti akan dijauhkan dari rahmatnya. Kalau dijauhkan dari rahmatnya maka jangankan melihat Allah swt, mendapat surgapun tidak akan bisa.
     Ada anjuran langsung dari beliau supaya para majikan meringankan beban pembantu / pegawainya, sebagaimana sabda beliau, “Keringanan yang kamu berikan kepada pembantumu, maka itu menjadi pahala di timbangan amalmu.” (HR. Ibn Hibban dalam shahihnya dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syuaib al-Arnauth). Meringankan beban pembantu bukan saja urusan dunia yang manfaatnya hanya di dunia, lebih dari itu merupakan investasi akhirat. Majikan yang bagus adalah majikan yang penuh kasih sayang dan tidak membebani pembantu diluar kadar kemampuan.
     Dalam hadits yang lain dikatakan bahwa majikan dianjurkan berlaku tawadlu pada pembantunya. Sebagaimana sabda beliau, “Bukan orang yang sombong, majikan yang makan bersama budaknya, mau mengendarai himar (kendaraan kelas bawah) di pasar, mau mengikat kambing dan memerah susunya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 568, Baihaqi dalam Syuabul Iman 7839 dan dihasankan al-Albani). Majikan yang mau makan bersama pelayan, mengendarai kendaraan bersama, mengangkat dan memerah susu bersama merupakan perilaku tawadlu yang dianjurkan Nabi pada setiap majikan.
     Rasulullah sebagai manusia agung; hebat; mulia yang menguasai dunia kala itu tidak pernah sama sekali berlaku kasar kepada bawahannya. Aisyah pernah menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan tangannya sedikit pun, tidak kepada wanita, tidak pula budak.” (HR. Muslim 2328, Abu Daud 4786). Betapa besar kasih sayang beliau, meski sebagai manusia di saat tertentu beliau juga marah, tapi tidak pernah berlaku kasar baik pada wanita maupun pembantunya.
     Salah seorang pembantu Rasulullah, Anas bin Malik pernah menceritakan perihal perlakuan beliau selama menjadi majikan. Anas menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari (sewaktu aku masih kanak-kanak), beliau menyuruhku untuk tugas tertentu. Aku bergumam: Aku tidak mau berangkat. Sementara batinku meneriakkan untuk berangkat menunaikan perintah Nabi Allah. Aku pun berangkat, sehingga melewati gerombolan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku pun bermain bersama mereka. Tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tengkukku dari belakang. Aku lihat beliau, dan beliau tertawa. Beliau bersabda: “Hai Anas, berangkatlah seperti yang aku perintahkan.” “Ya, saya pergi sekarang ya Rasulullah.” Jawab Anas. Beliau memberi kesan: Demi Allah, aku telah melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 7 atau 9 tahun. Saya belum pernah sekalipun beliau berkomentar terhadap apa yang aku lakukan: “Mengapa kamu lakukan ini?”, tidak juga beliau mengkritik: “Mengapa kamu tidak lakukan ini?” (HR. Muslim 2310 dan Abu Daud 4773). Ini merupakan kesaksian langsung dari Anas bin Malik selaku pelayan beliau. Rasulullah tidak pernah berkata kasar, menegur dan mengritiknya. Benar-benar peristiwa yang langkah yang perlu diteladani oleh para majikan.
Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami, pernah menceritakan:Saya pernah menjadi pelayan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menawarkan: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?” Aku jawab: “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya dana yang cukup untuk menanggung seorang istri, dan saya tidak ingin disibukkan dengan sesuatu yang menghalangiku untuk melayani Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpaling dariku. Setelah itu beliau bertanya lagi: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?” Aku pun menjawab dengan jawaban yang sama: “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya ….dst.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpaling dariku. Kemudian aku ralat ucapanku, aku sampaikan: “Ya Rasulullah, Anda lebih tahu tentang hal terbaik untukku di dunia dan akhirat.” Aku bergumam dalam hatiku: “Jika beliau bertanya lagi, aku akan jawab: Ya.” Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanya lagi untuk yang ketiga kalinya: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?” Aku langsung menjawab: “Ya, perintahkan aku sesuai yang Anda inginkan.” Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mendatangi keluarga fulan, salah seorang dari suku Anshar… (HR. Ahmad 16627, Hakim 2718 dan at-Thayalisi 1173). Coba anda perhatikan, bukan hanya menghormati pelayan yang Rasulullah lakukan. Bahkan beliau sangat memperhatikan pelayannya dengan menganjurkannya cepat nikah karena masi bujang. Kesibukan yang begitu padat tidak menghalangi beliau untuk meluangkan waktu untuk memperhatikan urusan pelayannya. Peristiwa itu menggambarkan betapa besar kasih sayang Beliau pada pelayannya. Benarlah ayat yang menyatakan,”Dan tidaklah kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi sekalian alam”.
Dari gambaran-gambaran yang telah dipaparkan kita bisa bercermin bahwa: Rasul sebagai rahmat bagi sekalian alam mengajarkan pada kita agar menyayangi dan menghormati budak dan pelayan. Kita tidak boleh merendahkan atau menghinakannya. Kita tidak boleh berlaku kasar pada mereka. Bahkan secara khusus mengenai budak, ajaran Rasul pada akhirnya ingin membebaskan segala perbudakan di dunia ini, karena sebenarnya manusia bukanlah budak bagi sesamanya, manusia adalah hamba Allah swt. Demikian para majikan harus benar-benar adil dan tidak berlaku dzalim pada pegawai / pembantunya. Karena kelak di akhirat, kedzaliman akan menjadi kegelapan baginya dan akan menjadi musuh Allah swt.
Rahmat menuntut kita untuk memanusiakan manusia. Mengembalikan penghambaan manusia kepada Alla swt. Tidak ada yang menjadi Tuan Sejati selain Allah swt, maka segala tindakan, segala usaha yang ditujukan untuk merendahkan dan menurunkan martabat manusia harus diberantas dan ditolak, karena hal itu bertolak belakang dengan semangat rahmatan lil alamin.



v  Rahmat Rasul Pada Orang Salah dan Berdosa:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
dari Anas dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat.” HR Ibn Majah 4241.
Muawiyah bin Hakam As-Sulami RA berkata,
بَيْنَا أَنَا أُصَليِّ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطِسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ. فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ. فَقُلْتُ: واثكل أُمَّاه! ما شأنكم تنظرون إلي؟ فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم! فلما رأيتهم يصمتونني لكني سكت. فلما صلى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم فبأبي هو وأمي ما رأيت معلماً قبله ولا بعده أحسن تعليماً منه، فوالله ما كهرني ولا ضربني ولا شتمني. قال: إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التسبيح والتكبير وقراءة القرآن، أو كما قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم. قلت: يا رَسُول اللَّهِ إني حديث عهد بجاهلية وقد جاء اللَّه بالإسلام، وإن منا رجالاً يأتون الكهان؟ قال: فلا تأتهم قلت: ومنا رجال يتطيرون؟ قال :ذلك شيء يجدونه في صدورهم فلا يَصُدَّنَّهُم
“Ketika kami shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada seseorang bersin, aku katakan, ‘Yarhamukallah.’ Tiba-tiba orang-orang memandangiku aku pun berkata, ‘Brengsek, mengapa kalian memandangiku seperti ini?’ Tiba-tiba mereka semua menepuk paha mereka. Ketika mereka mendiamkanku aku pun diam. Setelah Rasulullah saw selesai shalat, demi (Allah) atas ayah dan ibuku, tidak pernah aku melihat seorang pendidik, sebelum dan sesudah ini, yang lebih baik dari beliau. Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, dan tidak mencaciku. Beliau hanya berkata, ‘Shalat ini tidak boleh dicampur dengan ucapan manusia sedikit pun. Ia berisi tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur’an.’ Atau seperti apa yang disabdakan Rasulullah. Aku katakan, ‘Ya Rasulullah, baru saja aku berada pada kejahiliyahan lalu Allah menunjukkan Islam. Di antara kami terdapat banyak orang yang masih mendatangi dukun-dukun.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu kamu jangan ikutan datang.’ Aku juga katakan, ‘Di antara kami masih ada juga orang-orang yang melakukan tathayyur.’ Beliau bersabda, ‘Hal itu mereka dapatkan di dalam dada mereka. Jangan sampai hal itu menghalangi mereka.” (Muslim).
 أَتَانَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِنَا هَذَا وَفِي يَدِهِ عُرْجُوْنُ ابْنِ طَابٍ فَرَأَى فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ نُخَامَةً فَحَكَّهَا بِالْعُرْجُوْنِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَقَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يُعْرِضَ اللهُ عَنْهُ قَالَ فَخَشَعْنَا ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يُعْرِضَ اللهُ عَنْهُ قَالَ فَخَشَعْنَا ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يُعْرِضَ اللهُ عَنْهُ قُلْنَا لاَ أَيُّنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هَكَذَا ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ أَرُوْنِي عَبِيْرًا فَقَامَ فَتًى مِنَ الْحَيِّ يَشْتَدُّ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِخَلُوْقٍ فِي رَاحَتِهِ فَأَخَذَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَهُ عَلَى رَأْسِ الْعُرْجُوْنِ ثُمَّ لَطَخَ بِهِ عَلَى أَثَرِ النُّخَامَةِ فَقَالَ جَابِرٌ فَمِنْ هُنَاكَ جَعَلْتُمُ الْخَلُوْقَ فِي مَسَاجِدِكُمْ
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah mendatangi kami di masjid kami ini sementara beliau membawa dahan milik Ibnu Thab, beliau melihat dikiblat masjid ada dahak lalu beliau mengeriknya dengan dahan tersebut, setelah itu beliau menghadap ke arah kami lalu bertanya: Siapa diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya? ia berkata: Kami tertunduk. Beliau bertanya lagi: Siapa diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya? kami menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Sesungguhnya salah seorang dari kalian bila shalat, Allah Tabaraka wa Ta’ala ada dihadapannya, karena itu jangan meludah ke arah wajahNya atau ke kanannya, hendaklah meludah ke kiri, dibawah kaki kirinya. Dan bila ia tidak bisa mengusai diri hingga didahului oleh ludah atau ingus, hendaklah melakukan dengan bajunya seperti ini beliau melipat baju beliau satu sama lain lalu bersabda: Perlihatkan minyak za’faran padaku. Lalu seorang pemuda kabilah bergegas ke keluarganya dengan cepat lalu datang membawa campuran minyak ditangannya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengambilnya kemudian dioleskan di ujung pelepah kemudian digosokkan di sisa dahak. Jabir berkata: Dari situlah kalian memberi masjid kalian minyak wangi.[Hr. Muslim].

بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْ مَهْ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَ رَجُلًا مِنْ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ
“Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tiba-tiba datang seorang Arab Badwi lalu berdiri untuk kencing di masjid. Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengertaknya, tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kamu memutuskannya, biarkan dia selesai kencing terlebih dahulu.” Maka mereka (para sahabat) membiarkan orang tersebut sehingga dia selesai kencing. Setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun menasihatinya, “Sesungguhnya masjid ini tidak boleh digunakan untuk kencing dan kekotoran, masjid adalah tempat untuk zikir, solat, dan membaca al-Qur’an.” Atau sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang sesuai. Setelah itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang untuk mengambil satu baldi air dan menyiramnya.” (Hadis Riwayat Muslim, 2/133, no. 429)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ وَ فِيْ رِوَايَةٍ أَصَبْتُ أَهْلِيْ فِيْ رَمَضَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ- وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ- قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ عَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا -يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ -أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” (Dalam riwayat lain berbunyi : aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan). Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab,”Tidak!” Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi,”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Ttidak.” Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diberi satu ‘irq berisi kurma –Al irq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab,”Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian (Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam) berkata: “Berilah makan keluargamu!”[Hr. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud dan Ibnu MAjah].
حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي الحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي رَافِعٍ، كَاتِبَ عَلِيٍّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالمِقْدَادَ، فَقَالَ: «انْطَلِقُوا حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ، فَإِنَّ بِهَا ظَعِينَةً مَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوهُ مِنْهَا» فَذَهَبْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا حَتَّى أَتَيْنَا الرَّوْضَةَ، فَإِذَا نَحْنُ بِالظَّعِينَةِ، فَقُلْنَا: أَخْرِجِي الكِتَابَ، فَقَالَتْ: مَا مَعِي مِنْ كِتَابٍ، فَقُلْنَا: لَتُخْرِجِنَّ الكِتَابَ أَوْ لَنُلْقِيَنَّ الثِّيَابَ، فَأَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا، فَأَتَيْنَا بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِذَا فِيهِ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى أُنَاسٍ مِنَ المُشْرِكِينَ مِمَّنْ بِمَكَّةَ، يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا هَذَا يَا حَاطِبُ؟» قَالَ: لاَ تَعْجَلْ عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مِنْ قُرَيْشٍ، وَلَمْ أَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَكَانَ مَنْ مَعَكَ مِنَ المُهَاجِرِينَ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُونَ بِهَا أَهْلِيهِمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِمَكَّةَ، فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي مِنَ النَّسَبِ فِيهِمْ، أَنْ أَصْطَنِعَ إِلَيْهِمْ يَدًا يَحْمُونَ قَرَابَتِي، وَمَا فَعَلْتُ ذَلِكَ كُفْرًا، وَلاَ ارْتِدَادًا عَنْ دِينِي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكُمْ» فَقَالَ عُمَرُ: دَعْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ، فَقَالَ: ” إِنَّهُ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ؟ لَعَلَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Telah menceritakan kepada kami Sufyan Telah menceritakan kepada kami Amru bin Dinar ia berkata, Telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Muhammad bin Ali bahwa ia mendengar Ubaidullah bin Abu Rafi’ sekretaris Ali, berkata, Aku mendengar Ali radliallahu ‘anhu berkata; Aku, Zubair dan Miqdad pernah diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bersabda: “Berangkatlah kalian hingga kalian tiba di Raudlah Khakh, sebab di tempat itu ada seorang wanita yang membawa surat, dan ambillah surat itu darinya.” Setelah itu, kami pun segera pergi dengan memacu kuda berlari kencang hingga kami sampai di Ar Raudlah, dan ternyata kami pun mendapati seorang wanita yang dimaksud. Kami berkata, “Tolong keluarkan surat itu.” Wanita itu menjawab, “Aku tidak membawa surat?” kami katakan, “Kamu keluarkan kitab itu, ataukah kami benar-benar akan melucuti pakaianmu.” Akhirnya wanita itu pun mengeluarkan surat dari jalinan rambutnya. Dan kami segera membawanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ternyata surat itu ditulis oleh Hathib bin Balta’ah dan akan disampaikan kepada orang-orang musyrik yang bertempat tingga di Makkah. Ia mengabarkan tentang beberapa agenda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Apa-apaan ini wahai Hathib?” Hathib berkata, “Janganlah Anda terburu-buru dalam memberikan putusan atasku wahai Rasulullah. Aku adalah seorang yang berkebangsaan Quraisy, namun aku bukanlah bagian dari diri mereka. Orang-orang yang bersama Anda dari kalangan Muhajirin sesungguhnya memiliki kerabat yang dapat memberikan pengamanan untuk keluarga dan juga harta mereka di Makkah. Karena itulah aku ingin ketika aku tidak lagi memiliki pertalian nasab terhadap mereka untuk berbuat sesuatu yang dengannya mereka mau turut menjaga kerabatku. Tidaklah aku melakukannya karena kekufuran atau lantaran murtad dari agamaku.” Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya, ia telah berkata jujur pada kalian.” Tiba-tiba Umar berkata, “Izinkanlah aku untuk menebas lehernya wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya ia turut dalam peperangan Badar. Apa alasanmu, bukankah Allah telah memberikan kekhususan terhadap Ahlu Badar seraya berfirman: ‘Beramallah kalian, sesuka kalian. Sesungguhnya, Aku telah mengampuni kalian.’” [Hr. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud,dan Ahmad].
Ibunda kita Aisyah رضي الله عنها berkata:

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا

“Tidaklah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diberi pilihan antara dua perkara melainkan beliau memillih yang paling mudah di antara keduanya selama itu bukan dosa. Apabila itu suatu dosa beliau adalah orang yang paling jauh darinya. Dan tidaklah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  marah karena dirinya kecuali jika dilanggar larangan Allah, maka beliau pun marah karena Allah. ” (HR. Bukhari no. 3296 dan Muslim no. 4294 Maktabah Syamilah)

Hadits Bukhari 4792

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ أَزَلْ حَرِيصًا عَلَى أَنْ أَسْأَلَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ عَنْ الْمَرْأَتَيْنِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّتَيْنِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى { إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا } حَتَّى حَجَّ وَحَجَجْتُ مَعَهُ وَعَدَلَ وَعَدَلْتُ مَعَهُ بِإِدَاوَةٍ فَتَبَرَّزَ ثُمَّ جَاءَ فَسَكَبْتُ عَلَى يَدَيْهِ مِنْهَا فَتَوَضَّأَ فَقُلْتُ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَنْ الْمَرْأَتَانِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّتَانِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى { إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا } قَالَ وَاعَجَبًا لَكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ هُمَا عَائِشَةُ وَحَفْصَةُ ثُمَّ اسْتَقْبَلَ عُمَرُ الْحَدِيثَ يَسُوقُهُ قَالَ كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنْ الْأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهُمْ مِنْ عَوَالِي الْمَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِمَا حَدَثَ مِنْ خَبَرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنْ الْوَحْيِ أَوْ غَيْرِهِ وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ وَكُنَّا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ نَغْلِبُ النِّسَاءَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى الْأَنْصَارِ إِذَا قَوْمٌ تَغْلِبُهُمْ نِسَاؤُهُمْ فَطَفِقَ نِسَاؤُنَا يَأْخُذْنَ مِنْ أَدَبِ نِسَاءِ الْأَنْصَارِ فَصَخِبْتُ عَلَى امْرَأَتِي فَرَاجَعَتْنِي فَأَنْكَرْتُ أَنْ تُرَاجِعَنِي قَالَتْ وَلِمَ تُنْكِرُ أَنْ أُرَاجِعَكَ فَوَاللَّهِ إِنَّ أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُرَاجِعْنَهُ وَإِنَّ إِحْدَاهُنَّ لَتَهْجُرُهُ الْيَوْمَ حَتَّى اللَّيْلِ فَأَفْزَعَنِي ذَلِكَ وَقُلْتُ لَهَا قَدْ خَابَ مَنْ فَعَلَ ذَلِكِ مِنْهُنَّ ثُمَّ جَمَعْتُ عَلَيَّ ثِيَابِي فَنَزَلْتُ فَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَقُلْتُ لَهَا أَيْ حَفْصَةُ أَتُغَاضِبُ إِحْدَاكُنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيَوْمَ حَتَّى اللَّيْلِ قَالَتْ نَعَمْ فَقُلْتُ قَدْ خِبْتِ وَخَسِرْتِ أَفَتَأْمَنِينَ أَنْ يَغْضَبَ اللَّهُ لِغَضَبِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَهْلِكِي لَا تَسْتَكْثِرِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تُرَاجِعِيهِ فِي شَيْءٍ وَلَا تَهْجُرِيهِ وَسَلِينِي مَا بَدَا لَكِ وَلَا يَغُرَّنَّكِ أَنْ كَانَتْ جَارَتُكِ أَوْضَأَ مِنْكِ وَأَحَبَّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدُ عَائِشَةَ قَالَ عُمَرُ وَكُنَّا قَدْ تَحَدَّثْنَا أَنَّ غَسَّانَ تُنْعِلُ الْخَيْلَ لِغَزْوِنَا فَنَزَلَ صَاحِبِي الْأَنْصَارِيُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ فَرَجَعَ إِلَيْنَا عِشَاءً فَضَرَبَ بَابِي ضَرْبًا شَدِيدًا وَقَالَ أَثَمَّ هُوَ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ حَدَثَ الْيَوْمَ أَمْرٌ عَظِيمٌ قُلْتُ مَا هُوَ أَجَاءَ غَسَّانُ قَالَ لَا بَلْ أَعْظَمُ مِنْ ذَلِكَ وَأَهْوَلُ طَلَّقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ وَقَالَ عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ فَقَالَ اعْتَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَزْوَاجَهُ فَقُلْتُ خَابَتْ حَفْصَةُ وَخَسِرَتْ قَدْ كُنْتُ أَظُنُّ هَذَا يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ فَجَمَعْتُ عَلَيَّ ثِيَابِي فَصَلَّيْتُ صَلَاةَ الْفَجْرِ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَشْرُبَةً لَهُ فَاعْتَزَلَ فِيهَا وَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَإِذَا هِيَ تَبْكِي فَقُلْتُ مَا يُبْكِيكِ أَلَمْ أَكُنْ حَذَّرْتُكِ هَذَا أَطَلَّقَكُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لَا أَدْرِي هَا هُوَ ذَا مُعْتَزِلٌ فِي الْمَشْرُبَةِ فَخَرَجْتُ فَجِئْتُ إِلَى الْمِنْبَرِ فَإِذَا حَوْلَهُ رَهْطٌ يَبْكِي بَعْضُهُمْ فَجَلَسْتُ مَعَهُمْ قَلِيلًا ثُمَّ غَلَبَنِي مَا أَجِدُ فَجِئْتُ الْمَشْرُبَةَ الَّتِي فِيهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ لِغُلَامٍ لَهُ أَسْوَدَ اسْتَأْذِنْ لِعُمَرَ فَدَخَلَ الْغُلَامُ فَكَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ كَلَّمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَكَرْتُكَ لَهُ فَصَمَتَ فَانْصَرَفْتُ حَتَّى جَلَسْتُ مَعَ الرَّهْطِ الَّذِينَ عِنْدَ الْمِنْبَرِ ثُمَّ غَلَبَنِي مَا أَجِدُ فَجِئْتُ فَقُلْتُ لِلْغُلَامِ اسْتَأْذِنْ لِعُمَرَ فَدَخَلَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ قَدْ ذَكَرْتُكَ لَهُ فَصَمَتَ فَرَجَعْتُ فَجَلَسْتُ مَعَ الرَّهْطِ الَّذِينَ عِنْدَ الْمِنْبَرِ ثُمَّ غَلَبَنِي مَا أَجِدُ فَجِئْتُ الْغُلَامَ فَقُلْتُ اسْتَأْذِنْ لِعُمَرَ فَدَخَلَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَيَّ فَقَالَ قَدْ ذَكَرْتُكَ لَهُ فَصَمَتَ فَلَمَّا وَلَّيْتُ مُنْصَرِفًا قَالَ إِذَا الْغُلَامُ يَدْعُونِي فَقَالَ قَدْ أَذِنَ لَكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ مُضْطَجِعٌ عَلَى رِمَالِ حَصِيرٍ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ فِرَاشٌ قَدْ أَثَّرَ الرِّمَالُ بِجَنْبِهِ مُتَّكِئًا عَلَى وِسَادَةٍ مِنْ أَدَمٍ حَشْوُهَا لِيفٌ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ قُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ فَرَفَعَ إِلَيَّ بَصَرَهُ فَقَالَ لَا فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ أَسْتَأْنِسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ رَأَيْتَنِي وَكُنَّا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ نَغْلِبُ النِّسَاءَ فَلَمَّا قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ إِذَا قَوْمٌ تَغْلِبُهُمْ نِسَاؤُهُمْ فَتَبَسَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ رَأَيْتَنِي وَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَقُلْتُ لَهَا لَا يَغُرَّنَّكِ أَنْ كَانَتْ جَارَتُكِ أَوْضَأَ مِنْكِ وَأَحَبَّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدُ عَائِشَةَ فَتَبَسَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبَسُّمَةً أُخْرَى فَجَلَسْتُ حِينَ رَأَيْتُهُ تَبَسَّمَ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فِي بَيْتِهِ فَوَاللَّهِ مَا رَأَيْتُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا يَرُدُّ الْبَصَرَ غَيْرَ أَهَبَةٍ ثَلَاثَةٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ فَلْيُوَسِّعْ عَلَى أُمَّتِكَ فَإِنَّ فَارِسَ وَالرُّومَ قَدْ وُسِّعَ عَلَيْهِمْ وَأُعْطُوا الدُّنْيَا وَهُمْ لَا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَجَلَسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَوَفِي هَذَا أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنَّ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلُوا طَيِّبَاتِهِمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ اسْتَغْفِرْ لِي فَاعْتَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ الْحَدِيثِ حِينَ أَفْشَتْهُ حَفْصَةُ إِلَى عَائِشَةَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ قَالَ مَا أَنَا بِدَاخِلٍ عَلَيْهِنَّ شَهْرًا مِنْ شِدَّةِ مَوْجِدَتِهِ عَلَيْهِنَّ حِينَ عَاتَبَهُ اللَّهُ فَلَمَّا مَضَتْ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فَبَدَأَ بِهَا فَقَالَتْ لَهُ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ كُنْتَ قَدْ أَقْسَمْتَ أَنْ لَا تَدْخُلَ عَلَيْنَا شَهْرًا وَإِنَّمَا أَصْبَحْتَ مِنْ تِسْعٍ وَعِشْرِينَ لَيْلَةً أَعُدُّهَا عَدًّا فَقَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَكَانَ ذَلِكَ الشَّهْرُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً قَالَتْ عَائِشَةُ ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى آيَةَ التَّخَيُّرِ فَبَدَأَ بِي أَوَّلَ امْرَأَةٍ مِنْ نِسَائِهِ فَاخْتَرْتُهُ ثُمَّ خَيَّرَ نِسَاءَهُ كُلَّهُنَّ فَقُلْنَ مِثْلَ مَا قَالَتْ عَائِشَةُ

Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua orang wanita dari isteri-isteri Nabi yg Allah Ta'ala berfirman kepada keduanya, 'IN TATUUBAA ILALLAHI FAQAD SHAGHAT QULUUBUKUMAA (Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua Telah condong (untuk menerima kebaikan..).' Umar pun menjawab, Sungguhnya mengherankan kamu ini wahai Ibnu Abbas. Kedua wanita itu adl Aisyah & Hafshah. Kemudian Umar menceritakan haditsnya dgn lebih luas, ia berkata; Dulu, aku mempunyai seorang tetangga dari kalangan Anshar di Bani Umayyah bin Zaid yg mereka adl para penduduk Manidah yg fakir. Kami saling bergantian untuk menghadiri majelis Nabi . Aku hadir sehari & ia pun hadir sehari. Bila aku yg hadir, maka aku akan menyampaikan hal-hal yg disampaikan oleh beliau berupa wahyu atau yg lainnya di hari itu. Dan jika gilirannya yg hadir, ia pun melakukan hal yg sama. Kami adl bangsa Quraisy yg posisinya selalu di atas kaum wanita. Dan setelah kami bertemu dgn kaum Anshar, ternyata mereka adl kaum yg banya dipengaruhi oleh kaum wanitanya. Maka para isteri-isteri kami pun mulai meniru & mengambil adab & kebiasaan wanita-wanita Anshar. Kemudian aku mengajak isteriku berdiskusi, lalu ia pun mendebat argumentasiku. Aku mengingkari akan perlakuannya itu, ia pun berkata, Kenapa kamu tak mengajakku berdiskusi?
Demi Allah, sesungguhnya para isteri-isteri Nabi mengajak beliau berdiskusi. Bahkan pada hari ini hingga malam nanti, salah seorang dari mereka mendiamkan beliau. Aku pun kaget akan hal itu. Kukatakan padanya, Sesungguhnya telah merugilah bagi siapa di antara mereka yg melalukan hal itu. Setelah itu, aku bergegas memberesi pakaianku lalu menemui Hafshah. Kukatakan padanya, Wahai Hafshah, apakah salah seorang dari kalian telah menyebabkan Nabi marah di hari ini hingga malam?
Ia menjawab, Ya. Aku berkata, Sesungguh, kamu telah merugi. Apakah engkau merasa sekiranya Allah menjadi marah lantaran marahnya Rasulullah lalu kamu akan binasa?
Janganlah kamu menuntut banyak kepada Nabi & jangan pula kamu membantahnya dalam sesuatu apa pun. Dan janganlah kamu mendiamkannya. Pintalah padaku apa yg kamu mau. Janganlah kamu merasa cemburu terhadap madumu yg lebih dicintai oleh Nabi -maksudnya adl Aisyah-. Umar berkata; Sebelumnya, kami telah saling berbincang bahwa Ghassan tengah mempersiapkan pasukan berkuda untuk memerangi kami. Pada hari gilirannya hadir, sahabatku yg Anshari menghadiri majelis lalu kembali menemuiku setelah sahalat Isya'. Ia mengetuk pintu rumahku dgn sangat keras seraya berkata, Cepatlah buka! maka aku pun segera keluar menemuinya. Ia berata, Sesungguhnya pada hari ini telah terjadi perkara yg besar. Aku bertanya, Peristiwa apa itu?
Apakah Ghassan telah datang?
Ia menjawab, Tidak, bahkan yg lebih besar dari itu. Nabi telah menceraikan isteri-isterinya. Ubaid bin Hunain berkata; Ia mendengar Ibnu Abbas, dari Umar, ia berkata; Nabi meninggalkan isteri-isterinya, maka aku pun berakata, Sungguh, Hafshah telah merugi. Aku telah menduga hal ini akan terjadi. Aku pun segera mengemasi pakaianku, lalu shalat Fajar bersama Nabi . Setelah itu, Nabi memasuki tempat minumnya & berdiam diri situ. Kemudian aku masuk menemui Hafshah, ternyata ia sedang menangis. Aku berkata padanya, Apa yg menyebabkanmu menangis. Bukankah aku telah mengingatkanmu akan hal ini?
Apakah Nabi telah menceraikan kalian?
Ia menjawab, Aku tak tahu, itu beliau sedang minggat di tempat minum. Maka aku pun segera keluar & mendatangi mimbar, ternyata di sekeliling itu ada beberapa orang yg sebagian dari mereka juga sedang menangis, lalu aku pun duduk bersama mereka sebentar kemudian aku tak kuasa lagi akan suasana itu. Maka aku datang ke tempat minum yg dipergunakan Nabi untuk berdiam. Aku pun berkata kepada budaknya yg hitam, Mintakanlah izin untuk Umar. Lalu sang budak pun masuk & berbicara kepada Nabi kemudian kembali & berkata, Aku telah berbica dgn Nabi & juga telah menyebutmu, namun beliau diam. Akhirnya aku pun kembali & duduk lagi bersama sekelompok orang yg tadi berada di sekitar mimbar. Setelah itu, aku tak sabaran lagi, maka aku mendatangi sang budak itu lagi & berkata padanya, Mintakanlah izin untuk Umar. Ia pun masuk lalu kembali seraya berkata, Aku telah menyebutmu, namun beliau tetap diam. Aku kembali lagi & duduk bersama beberapa orang yg ada di mimbar. Namun, aku tak sabaran lagi & mendatangi sang budak itu lalu berkata, Mintakanlah ini untuk Umar. Ia pun masuk & kembali seraya berkata, Sungguh, aku telah menyebut namamu, namun beliau tetap diam. Maka ketika aku berpaling hendak pergi, tiba-tiba sang budak itu memanggilku seraya berkata, Sesungguhnya Nabi telah mengizinkanmu. Akhirnya aku pun menemui Rasulullah yg sedang berbaring di atas pasir beralaskan tikar tanpa kasur. Pasir-pasir itu telah berbekas pada sisi badan beliau. beliau berbantalkan kulit yg berisikan sabut. Aku mengucapkan salam atasnya & berkata sambil berdiri, Wahai Rasulullah, apakah Anda telah menceraikan isteri-isteri Anda?
Maka beliau pun mengangkat pandangannya ke arahku & menjawab: Tidak. Maka aku pun berkata, Allahu Akbar. Kukatakan lagi sambil berdiri, Aku mendengar wahai Rasulullah, sekiranya Anda melihatku. Kita adl bangsa Quraisy yg selalu mengatur wanita. Namun, ketika kita mendatangi Madinah, ternyata mereka adl kaum yg didominasi oleh kaum wanita. Kemudian Nabi tersenyum. Lalu aku berkata lagi, Wahai Rasulullah, sekiranya Anda mau melihatku. Aku telah menemui Hafshah & berkata padanya, 'Janganlah sekali-kali kamu merasa cemburu bilamana tetanggamu lebih dicintai oleh Nabi -maksudnya adl Aisyah-.' Kemudian Nabi tersenyum lagi. Maka ketika itu, aku pun duduk & mengangkat pandanganku ke arah rumahnya. Maka demi Allah, aku tak melihat sedikit pun di rumah beliau kecuali tiga kulit yg telah disamak. Aku berkata pada beliau, Wahai Rasulullah, berdo'alah kepada Allah untuk ummat Anda. Karena orang-orang Persi & Romawi telah diberi keleluasaan, & mereka juga telah diberi dunia, padahal mereka tak menyembah Allah. Akhirnya Nabi duduk yg sebelumnya berbaring. Kemudian beliau bersabda:
Beginikah sikapmu wahai Ibnul Khaththab?
Sesungguhnya mereka itu adl suatu kaum yg kebaikan mereka disegerakan di dunia. Aku pun berkata, Mintakanlah ampun untukku. Jadi, Nabi meninggalkan isteri-isterinya karena perkara itu. Yakni, ketika Hafshah menyebarkannya pada Aisyah, yaitu selama dua puluh sembilan hari. Saat itu, beliau bersabda:
Aku tak akan masuk menemui mereka selama satu bulan. Demikian itu, karena kerasnya rasa kesal beliau pada mereka, yakni saat Allah menegur dirinya. Dan ketika telah berlalu dua puluh sembilan hari, beliau menemui Aisyah & beliau memulai darinya. Maka Aisyah pun berkata pada beliau, Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah bersumpah untuk tak menemui kami selama satu bulan penuh. Sedangkan hari ini Anda baru memasuki hari yg kedua puluh sembilan, sebagaimana yg aku hitung. Kemudian beliau pun bersabda; Sesungguhnya hitungan bulan itu adl dua puluh sembilan hari. Dan memang jumlah hari pada bulan itu adl dua puluh sembilan malam. Aisyah berkata; Kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat At Takhyir (ayat yg berisi pilihan untuk tetap menjadi isteri nabi atau tidak). Beliau memulai dariku, wanita yg pertama dari isteri-isterinya. Dan aku pun lebih memilih beliau. setelah itu, beliau memberi pilihan kepada para isterinya semuanya, & mereka pun menjawab sebagaimana yg dikatakan Aisyah.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dia berkata;

كُنْتُ أَمْشِي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِيٌّ فَجَذَبَهُ جَذْبَةً شَدِيدَةً حَتَّى نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَثَّرَتْ بِهِ حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَذْبَتِهِ ثُمَّ قَالَ مُرْ لِي مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ
“Aku pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketika itu beliau mengenakan selendang yang tebal dan kasar buatan Najran. Kemudian seorang Arab Badui datang lalu menarik beliau dengan tarikan yang sangat keras hingga aku melihat permukaan pundak Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berbekas akibat kerasnya tarikan selendang itu. Lalu orang itu berkata, “Berikanlah aku harta Allah yang ada padamu”. Kemudian beliau memandang kepada orang Arab Badu itu seraya tertawa, lalu beliau memberikan sesuatu kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 5809 dan Muslim no. 1057)

Hadits Muslim 3003:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارِ بْنِ عُثْمَانَ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ فَأَغْلَظَ لَهُ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالًا فَقَالَ لَهُمْ اشْتَرُوا لَهُ سِنًّا فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ فَقَالُوا إِنَّا لَا نَجِدُ إِلَّا سِنًّا هُوَ خَيْرٌ مِنْ سِنِّهِ قَالَ فَاشْتَرُوهُ فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَوْ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

Sesungguhnya orang yg berpiutang berhak untuk menagih. Kemudian beliau bersabda: ‘Belikanlah dia seekor unta muda, kemudian berikan kepadanya’. Kata para sahabat, Sesungguhnya kami tak mendapatkan unta yang muda, yangg ada adalah unta dewasa dan lebih bagus daripada untanya. Rasulullah bersabda: ‘Belilah, lalu berikanlah kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kalian adl yg paling baik dalam melunasi hutang’.



 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan