وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107)
“ dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
[Qs.
Al-Anbiya: 107].
Rasul
diutus Allah swt untuk mengemban risalah. Risalah ini ditujukan kepada jin dan
manusia untuk menebar rahmat bagi seantero alam. Kedatangannya adalah rahmat.
Di setiap segmen kehidupan yang Beliu lalui, nilai rahmat akan senantiasa
ditemukan. Dalam interaksi sosial akan dijumpai rahmat. Dalam urusan politik
akan dijumpai rahmat. Dalam urusan kepemimpinan akan dijumpai rahmat. Dalam
urusan keluarga, akan dijumpai rahmat. Bahkan dalam urusan perang dan jihadpun
nilai rahmat akan senantiasa terpantul dari hati Rasulullah saw yang sangat
belas kasihan kepada semua mahluk Allah swt.
Bila
ada orang yang mengatas namakan umat Rasulullah saw tetapi perilakunya sama
sekali tidak mencerminkan rahmat maka itu hanya omong kosong. Bila ada orang
yang mengaku meneladani amalan Rasulullah saw, tetapi amalan dalam kehidupan
sehari-hari hanya menimbulkan mudharrat bagi sekelilingnya maka itu
hanya omong belaka. Bila ada orang yang
mengatakan cinta Rasulullah saw, tapi di setiap jengkal hidupnya hanya
melakukan kerusakan maka itu hanya bualan saja.
Rahmat
bukanlah bualan. Rahmat bukanlah omong kosong. Rahmat bukanlah sekedar kata. Ia
adalah semacam nilai yang membuat empunya selalu bersemangat untuk memancarkan
enerji positif dalam kehidupan sehari-harinya. Setiap kali menemukan kesulitan
maka langsung difilter dengan rahmat. Setiap kali mengalami kesukaran dihadapi
dengan rahmat. Setiap kali ditimpa musibah disiasati dengan rahmat. Dengan
demikian rahmat juga merupakan tenaga jiwa yang membuat orang tidak kehabisan
jatah untuk senantiasa arif dan bijak dalam menghadapi segala sesuatu.
Sebagai
rahmat, Rasulullah tidak membatasi rahmatnya untuk segelintir orang saja.
Rahmatnya bukan hanya untuk sekte, kelompok, aliran, kelompok dan golongan
tertentu, melainkan untuk seluruh alam. Kata “alam” berarti: segala sesuatu
yang diciptakan Allah swt. Dengan demikian rahmat Rasulullah swt menembus batas
ruang dan waktu; menembus sekat-sekat sejarah; lintas waktu dan
multidemensional. Rahmatnya meliputi alam Malaikat, jin, manusia, benda mati,
hewan dan alam tumbuh-tumbuhan.
Mengapa
risalah Rasulullah merupakan rahmat bagi sekalian alam? Ia rahmat bagi malaikat
karena tatkala Jibril as merasa resah terhadap akibat yang akan menimpa
Rasulullah saw turunlah ayat, “Yang
memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah swt) yang memiliki
`Arsy”(At-Takwir: 20) Jibrilpun merasa tenang dan aman. Ia rahmat bagi
benda mati yang mana tercermin dalam sabdanya karena dia memerintahkan umatnya
membuang gangguan dari jalan. Ia rahmat bagi hewan, seperti tercermin dalam
sabdanya, “Tidaklah seorang muslim menananam suatu tanaman, lalu sebagian
darinya dimakan oleh burung atau manusia atau hewan, melainkan itu sebagai
sedekah baginya”. Kisah mengenai wanita yang masuk neraka karena menyiksa
kucing ini juga sebagai gambaran nyata betapa rahmat nabi pada hewan sangatlah
tinggi. Ia juga rahmat bagi jin dan manusia, karena kedatangannya sebagai
pembimbing manusia dari jalan yang gelap gulita menuju cahaya Islam. Karena
itulah tidak ada yang tertinggal dari rahmatnya.
Karena
itulah apa saja yang dibawa oleh Islam masuk dalam anasir rahmat. Bagaimana
tidak, yang mengutus Rasulullah adalah Allah swt Yang Maha Rahman dan Rahim.
Rasulullah sebagaimana disebutkan oleh al-Qur`an juga memiliki karakter rahim(At-Taubah:
128). Dan malaikat Jibril Sang Pembawa wahyu juga Penebar Rahmat. Demikian juga
Al-Qur`an salah satu karakternya ialah sebagai syifaa`(obat) dan rahmat(Al-Isra`:
82) Bahkan kata “rahmat”” sendiri dalam Al-Qur`an berjumlah sekitar 59 kata.
Ini semakin menguatkan bahwa apa yang dibawa Rasulullah saw merupakan rahmat.
Pada
masa globlalisasi seperti sekarang ini, ada banyak pihak yang berusaha
merongrong Islam. Mereka berusaha menjatuhkan Islam dengan membuat-buat syubhat
tak berdasar. Syubhat-syubhat itu ditujukan untuk menggambarkan pada dunia
bahwa Islam bukanlah agama rahmat, tapi Islam adalah agama laknat. Yang disebar
oleh Islam adalah kekerasan, kejumudan, dan tidak berperikemanusiaan. Tak
jarang dan tanpa malu-malu mereka mendiskreditkan Islam sedemikian rupa dengan
mengangkat isu bahwa islam disebarkan melalui pedang / kekerasan. Islam
diidentikkan dengan tindakan anarkis dan perilaku teroris.
Untungnya
Islam itu nilai yang tidak akan hancur. Betapapun usaha orang untuk melenyapkan
rahmat dari Islam maka pancaran rahmat akan semakin bersinar terang. Karena
yang menjaganya adalah Maha Rahman Rahim. Setiap usaha negatif yang dikerahkan
untuk menghancurkan risalah Islam akan disaring sedemikian rupa oleh rahmat itu
sendiri menjadi berkah dan pencerahan bagi yang membencinya. Rahmat
melambangkan cinta enerji negatif apapun yang berusaha melenyapkan cinta maka
akan sia-sia belaka. Cinta semakin banyak rintangan dan halangan maka akan
tumbuh menjadi semakin kuat dan dalam. Itulah risalah Rasulullah, risalah
rahmat. Rahmat bagi seluruh alam.
v Rahmat Rasulullah saw Terhadap Lansia
dan Orang Tua
Sesekali coba
anda cari berita di berbagai media masa mengenai jumlah lansia. Menurut survei
yang ada jumlah lansia semakin banyak. Di Indonesia sendiri jumlah lansia pada
tahun 2010 mencapai 18, 04 juta jiwa yang berarti menempati peringkat kelima
dunia. Jumlah yang semakin banyak ini menuntut kita agar lebih bijak dan arif
dalam menghadapi orang tua. Karena semakin banya jumlah juga semakin rumit dan
kompleks permasalahannya. Tanpa kebijakan, kearifan dan rahmat/kasih sayang maka
problem demi problem yang menyangkut lansia tidak akan terselesaikan dengan
baik.
Sebagai pimpinan, Rasulullah saw memiliki
rahmat / kasih sayang yang sangat besar terhadap lansia dan orang tua.
Rasulullah pernah bersabda: Diantara hal yang termasuk (kategori) memuliakan
Allah swt ialah menghormati orang laki-laki muslim yang sudah tua renta, dan
penghafal al-Qur`an, tanpa berlebihan dan kurang, dan memuliakan sultan
(penguasa) yang jatuh(Hr. Abu Daud, Bukhari dan Thabrani). Disini lebih
didahulukan menghormati lelaki tua daripada penghafal al-Qur`an. Ini
mengindikasikan bahwa penghormatan kepada orang yang sudah tua renta sangatlah
penting. Ini merupakan salah satu bukti rahmat / kasih sayang Rasullah terhadap
lansia.
Di era moderen ini, banyak sekali didapati
anak-anak serta remaja yang tidak berbelas kasih pada orang yang sudah tua
renta. Tapi cobalah anda perhatikan! Suatu ketika, ada orang yang sudah tua
renta ingin bertemu Nabi saw. Tetapi
para sahabat menghambatnya. Melihat kondisi demikian hati Nabi terenyuh dan
mengasihinya sembari bersabda: Bukan dari golongan kami siapa saja yang
tidak mengasihi anak kecil kita, dan menghormati orang tua kita (Hr.
Tirmidi, Ahmad, Hakim, Thabrani dan Bukhari). Rahmat Rasulullah langsung
terpancar melihat kejadian tersebut. Sampai-sampai, menyatakan yang tidak
menghormati orang yang tua bukanlah dari golongan beliau. Ini merupakan
pernyataan yang semakin menguatkan betapa besar rahmat Rasullah pada Orang yang
sudah lanjut usia.
Meskipun Rasulullah adalah pemimpin, tidak
serta merta dijadikan alat untuk bertindak semena-mena. Sifat tawadlu` dan
rahmatnya menghalangi dirinya untuk bertindak sewenang-wenag. Suatu ketika,
setelah tiba fathul makkah, Abu Bakar
bersama bapaknya yang tua renta datang menemui Rasulullah dengan maksud masuk
Islam dihadapan Rasulullah di masjid al-Haram, lalu Rasulullah berkata: Kenapa
tidak kamu biarkan bapakmu di rumah, biar aku saja yang datang ke sana(Hr.
Ahmad, ibnu Hibban dan Hakim). Ungkapan ini betapa luar biasa. Bayangkan!
Seorang Nabi, manusia pilihan, manusia agung dengan rahmat dan ketawadlu`annya
merasa tersentak hatinya melihat bapak Abu Bakar datang kepadanya dengan
kondisi fisik yang semakin melemah. Rasul berkomentar kenapa bapak tidak di
rumah saja biar saya yang datang. Ini merupakan gambaran pemimpin yang penuh
rahmat dan perlu disuritauladani. Rupanya di jaman moderen ini kita sudah
mengalami kelangkaan orang yang bisa meneladani Rasulullah saw.
Rahmat Rasulullah terhadap lansia tidak hanya
sebatas masalah sosial belaka. Bahkan dalam urusan ibadahpun, rahmat Rasulullah
senantiasa ada. Hal itu bisa disimak melalui kisah imam yang dimarahi
Rasulullah lantaran terlalu panjang membaca surat. Pernah beliau sedemikian
marah lantaran ada imam shalat yang sangat panjang bacaannya sehingga membuat
orang lari dan shalat sendiri. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya diantara
kalian ada imam yang bikin (makmum) lari, siapaun diantara kalian yang menjadi
imam maka pendekkanlah bacaannya, karena di sana ada orang yang lemah, orang
tua renta, dan orang yang punya keperluan(Hr. Bukhari, Muslim, Darimi dan
Ibnu Huzaimah). Rasulullah sangat marah. Ini bisa kita pahami bahwa seharusnya
ibadah jangan sampai membuat orang susah. Ibadah harus didasari rahmat. Kalau
tidak, bukan kekhusyuan yang akan dicapai, malah rasa marah dan geram.
Yang tidak kalah pentingnya, di samping
menghormati orang yang sudah lanjut usia, secara khusus Rasulullah menekankan
untuk menghormari kedua orang tua. Suatu ketika, datanglah seorang laki-laik
menghadap Rasulullah lalu bertanya: Ya Rasulullah, siapakah orang yang
paling berhak untuk saya layani dengan baik? Rasul menjawab: Ibumu, Kemudian?,
Ibumu. Kemudian? Ibumu. Kemudian siapa? Kemudian bapakmu(Hr. Bukhari,
Muslim, ibnu Majah dan ibnu Hibban). Riwayat ini sebagai bukti bahwa kita wajib
menyayangi dan menghormati orang tua sebagaiman yang diajarkan Nabi saw.
Bahkan dalam urusan sepenting jihad dan
hijrahpun Rasulullah saw lebih
mengedepankan restu orang tua. Suatu ketika ada sahabat menghadap Nabi yang
menyatakan: aku datang menghadapmu untuk berbaiat hijrah, sedangkan kedua orang
tuaku menangis karena kutinggal. Lalu Rasulullah bersabda: Kembalilah pada
mereka, dan buatlah mereka tertawa sebagaiman engkau telah membuat mereka
menangis(Hr. Abu Daud, Nasa`i, ibnu Majah, Ahmad dan ibnu Hibban). Dari
hadits ini bisa ditarik kesimpulan bahwa sebesar apapun pengorbanan kita untuk
Islam; seberat apapun perjuangan yang telah dikerahkan itu tidak akan menjadi
rahmat jika orang tua diabaikan.Berjuang harus dilandasi rahmat. Salah satu
bentuk rahmat dalam berjuang ialah menghargai, menghormati dan meminta restu
orang tua.
v Rahmat Rasulullah saw terhadap
anak-anak
Kasih sayang Rasulullah benar-benar
komprehensif. Meskipun waktunya sedemikian padat dia tidak pernah kehabisan
rahmat dan kasih sayangnya pada siapapun. Dia tidak membeda-bedakan dalam hal
rahmat. Siapaun orangnya dan kapanpun waktunya maka akan menjumpai rahmat
beliau. Pada pembahasan kali ini, secara khusus akan dibahas mengenai rahmat /
kasih Rasulullah kepada anak-anak.
Anas bin Malik menceritakan tentang kasih
sayang Rasulullah pada anak-anak: Aku tidak pernah melihat orang yang lebih
belas kasihan kepada keluarga daripada Rasulullah saw(Hr. Muslim, Ahmad, ibnu
Hibban dan Baihaqi). Bayangkan! Meski sangat sibuk Rasulullah sangat peduli dan
sayang pada keluarganya. Ia mampu menciptakan keseimbangan yang luarbiasa dalam
kehidupannya sehingga sesibuk apapun beliau masih bisa membagi kasih sayangnya
pada siapapun, terlebih keluarga.
Suatu saat, Nabi mencium Hasan bin Ali ,
sedang di sampingnya ada Al-Aqra` bin Haabis, lalu Al-Aqra` berkata: Aku punya
sepuluh anak, tidak ada satupun yang pernah kucium. Lalu Rasulullah
memandangnya seraya bersabda, ”Orang yang tidak mengasihi, tidak akan
dikasihi”(Hr. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad). Mungkin kalau kita
mau menilik pada sejarah orang Arab memang gaya pendidikannya sangat keras
sampai-sampai tidak mau mencium anak. Pada hadits ini, Al-Aqra ditegur
sedemikian rupa bahwa orang yang tidak berbelas kasihan maka tidak akan
dibelaskasihi. Mengasihi anak merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh
Rasulullah. Nah, salah satu bentuk kasih sayangnya ialah dengan mencium
cucunya.
Rasulullah sangat tidak tega mendengar anak
nangis dan anak yang sakit. Diriwayatkan oleh Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw
shalat sedang ia menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw, ketika
duduk Ia meletakkannya, ketika berdiri Ia gendong kembali(Hr. Bukhari, Muslim,
Abu Daud dan Ahmad). Mendengar Umamah menangis hati Rasul tersa ga tega dan
terenyuh. Karena itu digendonglah Umamah oleh beliau.
Rasulullah pernah berlama-lamaan sujud karena
sedang ditunggangi Hasan dan Husain.
Syadad bin Al-Haad menceritakan, suatu hari Rasulullah datang pada kami
untuk memimpin shalat Isya`, pada waktu itu Ia menggendong Hasan dan Husain
lalu beliau maju memimpin shalat kemudian menurunkan Hasan dan Husain, ketika
sedang sujud diantara dua sujud Rasulullah sujud sangat lama. Bapakku berkata:
Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil yang sedang menaiki
punggung Rasulullah saw, kemudian aku kembali sujud, ketika shalat selesai para
sahabat bertanya: Ya Rasulullah engkau sudud diantara sujud rakaan yan pertama
dengan sangat lama sampai kami mengira sedang terjadi sesuatu, atau engkau
sedang menerima wahyu. Rasulullah bersabda, “Tidak terjadi apa-apa, hanya
saja cucuku sedang menaiki punggungku, aku tidak enak kalau membuatnya
tergesah-gesah, aku biarkan saja sampai hajatnya terpenuhi”(Hr. Nasai,
Ahmad, Hakim dan ibnu Hibban).
Pada
kesampatan lain, Rasulullah meluangkan waktunya untuk bermain dengan anak-anak.
Usamah bin Zaid bercerita: Rasulullah pernah mengambilku lalu memangkuku di
satu pupunya, kemudian meletakkan Hasan di pupu satunya kemudian merangkul
keduanya. Lalu berdoa, “Ya Allah, rahmatilah keduanya, sungguh aku
menyayangi keduanya”(Hr. Bukhari, Ahmad, ibnu Hibban dan Nasa`i).
Coba
lihat bagaiman rahmat Rasulullah yang sedang menghibur anak kecil yang sedang
sedih karena burung kecil yang sedang dibuat mainan mati. Anas bin Malik
berkata suatu saat Nabi masuk rumah Ummu Sulaim, Dia punya anak dari
pernikahannya dengan Abi Thalha yang diberi kunya Abu Umair, biasanya
Rasulullah bercanda dengannya, waktu itu Beliau masuk dan melihat Abu Umair
lagi bersedih, lalu Rasulullah berkata, “Aku tidak pernah melihat Abu Umair sedih? Lalu
teman-temannya menjawab: Burung Nuger(burung sejenis pipit) kecil mainannya
mati”lalu Nabi berkata, “Ya abu Umair apa yang dilakukan Nuger?”(Hr.
Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi). Rasulullah tidak membentak dan menyalahkan Abu
Umair. Di sini beliau melah bercanda dan berusaha menghiburnya. Mungkin para
pemimpin dan orang tua pada umumnya harus lebih belajar kembali mengasihi anak
sebagaimana Rasulullah saw.
Tak
hanya itu, secara khusus Rasulullah mempunyai perhatian besar kepada anak
perempuan. Ia bersabda, “barangsiapa
mengurusi dua anak perempuannya hingga dewasa maka pasti akan datang pada hari
kiamat dimana aku dengannya seperti ini, beliau merapatkan jari-jarinya”(Hr.
Muslim, Tirmidzi, Hakim dan Bukhari).
Diantara
bentuk rahmat beliau kepada anak-anak ialah bahwa beliau tidak membebani anak
di luar batas kemampuannya. Ini terjadi
pada perang Uhud ada beberapa anak yang mau ikut perang seperti, Abdullah bin
Umar, Usamah bin Zaid, Usaid bin Dzahir, Zaid bin Tsabit dan lainnya lalu
Rasulullah menolak mereka karena usianya yang masih terlalu muda. Bandingkan
dengan negara-negara di dunia yang menggunakan anak-anak sebagai prajurit
perang sebagaiman dilansir oleh PBB bahwa ada tiga ratus ribu lebih anak di dua
puluh negara yang melakukan perang karena dipaksa oleh negara yang menerapkan
perang secara paksa.
Kasih
sayang Rasulullah pada anak bukanlah kondisional dan temporer. Abdullah bin
Ja`far bin Abi Thalib meriwayatkan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
apabila tiba dari suatu perjalanan, biasanya beliau menemui kedua anak kecil
dari ahlul baitnya. Abdullah bin Ja'far berkata; 'pernah suatu hari beliau
datang dari suatu perjalan, lalu aku segera menyambutnya, maka beliau
meletakkan aku di depan beliau, kemudian salah satu putra Fatimah datang lalu
beliau meletakkannya di belakang beliau. Dan kami bertiga masuk ke Madinah
dengan menaiki hewan tunggangan beliau(Hr. Musli, Baihaqi dan Nasai). Ini
mengindikasikan bahwa rahmat Rasulullah pada anak-anak sudah menjadi karakter.
Secapek apapun kondisi beliau, tidak pernah berhenti mengasihi anak-anak.
Itu
merupakan gambaran umum mengenai rahmat Rasulullah terhadap anak-anak. Kalau
demikian halnya dengan anak-anak pada umumnya, maka kepada anak yatim lebih
utama. Beliau selalu mendorong kaum muslimin agar memelihara anak yatim. Beliau
bersabda, “Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini, beliau
mengisyaratkan dekatnya seperti jari telunjuk dan jari tengah”(Hr. Bukhari,
Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad). Ia juga pernah bersabda, ““Barang siapa yang
mengikutsertakan seorang anak yatim diantara dua orang tua yang muslim, dalam
makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” [HR.
Abu Ya'la dan Thobroni, Shohih At Targhib, Al-Albaniy : 2543].
Ada
seorang laki-laki yang datang kepada nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : sukakah kamu, jika hatimu
menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah
mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan
kebutuhanmu akan terpenuhi." (HR Thobroni, Targhib). Di sini Rasulullah
mengajak dialog dengan orang yang keras hatinya terhadap anak yatim. Bahwa jika
ia ingin hatinya lunak maka dia harus mengasihi anak yatim berupa memberi
makanan dan bentuk kasih sayang lain. Kekerasan hati timbul akibat minimnya
kasih sayang pada diri seseorang. Untuk mengatasinya ia harus memperbesar kasih
sayang dalam dirinya.
Bahkan
Rasulullah mengingatkan secara tegas bagi siapa saja yang memakan harta anak
yatim secara dzalim, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan, "
dikatakan, "Wahai Rasulullah, apakah perkara yang membinasakan itu?"
Beliau menjawab: "Berbuat syirik kepada Allah, kikir, membunuh jiwa yang
Allah haramkan kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim,
lari dari peperangan dan menuduh seorang wanita mukmin yang suci dan baik
berbuat zina."(Hr. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasa`i). Memakan
harta anak yatim secara tidak benar merupakan dosa besar. Hanya orang-orang
yang kasih sayangnya minim yang suka memakan harta anak yatim.
Bahkan,
lebih jauh dari itu Rasulullah memikirkan masa depan anak yatim dengan gambaran
praktis. Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang mengurus anak yatim sedangkan
anak tersebut memiliki harta, hendaknya dia gunakan untuk berdagang dan tidak
membiarkannya habis untuk membayar zakatnya."(Hr. Tirmidzi, Malik dan
Baihaqi). Rasulullah menyarankan agar hartanya dikelola sedemikian rupa supaya
berkembang dan bisa digunakan untuk kepentingan anak yatim dan jangan sampai
harta itu habis sehingga bisa digunakan untuk membayar zakat.
Dari
gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa pancaran rahmat dan kasih sayang Nabi
begitu besar. Rasulullah berada di garda depan dalam memberi teladan tentang
mengasihi anak.Bagi siapa saja yang mengaku menjadi umatnya; mengaku mendaji
makmum beliau harus benar-benar meneladani beliau dalam hal kasih sayang
terhadap anak. Orang yang tidak sayang terhadap anak-anak tidak akan pernah
mendapat kasih sayang dan penghormatan dari anak. Semakin besar kasih sayang kita pada anak-anak,
semakin besar pula potensi kasih sayang dan penghormatan yang akan didapat dari
mereka. Demikianlah gambaran kasih sayang Rasullah kepada anak-anak.
v Rahmat Rasulullah terhadap Wanita.
Bila
kita mau membuka kembali lembaran sejarah mengenai wanita pra Islam, maka akan
kita dapati banyak gambaran yang mengerikan dan tidak manusiawi. Di India wanita tidak memiliki kemerdekaan penuh, ia
disuruh membakar diri ketika suaminya sudah meninggal. Bahkan tak jarang wanita
pada waktu itu yang memiliki lebih dari satu suami. Bahkan terkadang dibuat taruhan
untuk judi. Di Spanyol, salah satu bentuk penghormatan budak wanita terhadap
tuannya ialah dengan membunuh diri dihadapan tuannya. Di Persia wanita hanya
dijadikan pemuas seks, banyak terjadi perkawinan sedarah, dan untuk bertemu
raja saja harus berjarak bermeter-meter. Lebih malang lagi pada zaman Qibad ada
orang yang bernama Mazdaq yang menganut
kebebasan mutlak, wanita semakin menjadi korban bagi siapa saja yang kuat. Di
Yunani wanita tidak begitu diperhitungkan dan terkadang hanya sebagai pemuas
seksual. Di Arab, wanita sangat direndahkan. Kadang dijadikan harta warisan,
anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup, wanita terkadang hanya sebagai
penghibur dan lain-lainnya. Belum lagi Yahudi, Nasrani, Eropa secara umum yang
merendahkan martabat wanita. Intinya, wanita pra Islam tidak begitu dihormati
dan disepelekan.
Ketika Rasulullah datang mengemban risalah
Islam. Hak-hak wanita menjadi terangkat. Wanita ditempatkan pada posisi
terhormat. Sangat jauh dibanding masa sebelum Islam. Wanita diberi hak untuk
menyampaikan pendapat, berpartisipasi dalam belajar, berjihad dan lain
sebagainya. Kasih Rasul kepada para wanita sedemikian besar, sehingga
kedatangannya bagaikan oase yang mengalirkan air rahmat untuk menghilangkan
dahaga bagi kaum wanita yang selama masa jahiliah tidak memeliki hak dan
diperlakukan sangat biadab.
Suatu
saat Rasul bersabda: “Berilah nasihat kepada wanita (isteri) dengan cara
yang baik(Hr. Bukhari, Muslim). Di sini Rasulullah menasehati para suami
agar memberi nasehat pada wanita dengan cara yang baik. Tidak ada lagi tindakan
semena-mena dalam berinteraksi dengan istri seperti yang terjadi pada zaman
Jahiliah.
Lebih
jauh Rasulullah pada waktu haji Wada`, Beliau dalam pidatonya menyampaikan
beberapa wasiat mengenai wanita, diantaranya:” Perlakukanlah isteri-isteri
kalian dgn baik, karena mereka adalah teman di sisi kalian”(Hr.
Tirmidzi,ibnu Majah dan Ahmad). Di sini
Rasulullah memerintahkan pada para suami aga memperlakukan istri dengan baik
karena pada dasarnya isteri adalah partnernya yang bisa diajak kerja sama untuk
mewujudkan kemaslahatan bersama.
Di
lain kesempatan, Beliau malah tidak membeda-bedakan antara pria dan wanita.
Beliau bersabda, “wanita adalah saudara(sepadan) laki-laki”(Hr.
Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad). Sehingga masing-masing mempunyai kesempatan yang
sama untuk turut serta berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Yang membedakan
di sisi Allah swt sejatinya ialah ketakwaannya.
Rahmat
selalu beliau ajarkan kepada para sahabatnya. Dalam menyikapi sesuatu harus
benar-benar bijak dan arif. Suatu saat Beliau bersabda, “Janganlah seorang
mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada
si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai”(HR. Muslim).
Di sini ada larangan membenci wanita mukmin. Bahkan jika pria tidak menyukai suatu
akhlak wanita maka diperintahkan melihat sisi lain yang diridai. Ini merupakan
ajaran kasih sayang demikian dahsyat yang baru diterapkan oleh orang-orang
Eropa sekitar empat belas abad kemudian setelah datangnya Islam. Rahmat
Rasulullah sedemikian besar sehingga salah satu ajarannya sebagaimana hadis
tersebut, ialah rahmat mengajarkan kita untuk adil dalam menilai wanita, tidak
boleh menyepelekan atau terlalu berperasangka buruk pada wanita yang berbuat
kesalahan, karena bisa jadi ada kebaikan-kebaikan lain yang belum diketahui
olehnya. Hadits tersebut sebenarnya sesuai dengan firman Allah, “Dan
bergaullah kalian dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kalian
tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan pada dirinya kebaikan yang banyak.” (QS :
An-Nisa ayat 19)
Suatu
saat Abu Bakar berkunjung ke rumah Rasulullah, ketika masuk Ia mendengar
anaknya, Aisyah sedah meninggikan suaranya pada Rasulullah, Ia marah dan hampir
memukulnya, tetapi dicegah oleh Rasulullah saw sebagaimana hadits yang
bersumber dari An Nu'man bin Basyir ia berkata, "Abu Bakar -semoga Allah
merahmatinya- memohon izin untuk menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
tetapi ketika akan masuk ia mendengar suara 'Aisyah meninggi (seperti orang
marah). Maka ketika Abu Bakar telah masuk ia memegang 'Aisyah untuk memukulnya
seraya berkata, "Kenapa aku melihat kamu mengeraskan suara di hadapan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!" lalu Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menghalanginya hingga Abu Bakar keluar dengan membawa marah. Saat Abu
Bakar keluar, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bagaimana
pendapatmu ketika aku selamatkan kamu dari seorang laki-laki (murka Abu
Bakar)?" Nu'man berkata, "Abu Bakar lalu berdiam diri di dalam rumah
selama beberapa hari, setelah itu ia memohon izin lagi untuk menemui Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, dan ia mendapati keduanya telah berbaikan. Lantas
ia berkata kepada keduanya, "Sertakanlah aku dalam kedamaian kalian
sebagaimana kalian telah menyertakanku dalam kemarahan kalian." Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menimpali: "Kami telah lakukan, kami telah
lakukan."(Hr. Abu Daud, Ahmad dan Nasa`i). Dengan kearifannya Rasulullah
tidak membiarkan Aisyah dipukul Abu Bakar meskipun sebenarnya itu syah-syah
saja. Namun, lagi-lagi kasih beliau kepada wanita lebih besar daripada
amarahnya.
Pada
waktu beliau berkunjung ke salah satu rumah istrinya (dalam sebuah riwayat
dijelaskan bahwa itu di rumah Aisyah) belia mendapat kiriman makanan dari
isteri belia yang lain, sehingga membuat Aisyah cemburu dan membanting piring
sampai pecah. Sebagaimana riwayat berikut, “dari Anas bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah berada di rumah sebagian isterinya,
kemudian salah seorang Ummul mukminin menyuruh pelayannya mengirimkan sebuah
nampan yang berisi makanan." Anas berkata, "Kemudian isteri beliau
memukul nampan tersebut dengan tangannya hingga pecah." Ibnu Al Mutsanna
menyebutkan, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengambil dua pecahan
tersebut dan menggabungkan sebagian dengan yang lainnya, kemudian mengembalikan
makanan pada tempatnya (semula) seraya berkata: "Ibu kalian sedang
cemburu." Ibnu Al Mutsanna menambahkan, "Makanlah."
Kemudian mereka makan hingga datang nampan yang ada di rumah isteri beliau
tersebut. Kemudian kita kembali kepada lafazh hadits Musaddad, beliau bersabda:
"Makanlah!" Dan beliau menahan utusan dan nampan tersebut hingga
mereka selesai lalu beliau menyerahkan nampan yang tidak pecah kepada utusan
tersebut, dan beliau menahan nampan yang pecah di rumahnya."(hr. Abu
Daud). Coba anda perhatikan kembali hadist di atas. Melihat kelakuan Aisyah
yang memukul piring hingga pecah, Rasulullah tidak memakinya atau bahkan
memarahinya. Ia hanya berkomentar pada para sahabatnya, “Ibu kalian sedang
cemburu” kata-kata bijak yang menggambarkan rahmat Rasulullah saw. Ia tidak
mengatakan Aisyah cemburu, tapi “ibu kalian cemburu” yang terdengar lebih enak
daripada menyebut nama langsung. Masalah yang terlihat besar seperti ini,
dengan rahmat bisa beliau selesaikan dengan begitu mudah.
Kemudian,
setelah kita melihat kasih sayang beliau terhadap wanita secara umum. Lebih
khusus Rasullah ternyata juga memberi perhatian pada para janda. Diriwayatkan dari
Shafwan bin Sulaim yang merafa'kan (menyandarkannya) kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda: "Orang yang membantu para janda dan
orang-orang miskin seperti orang yang berjihad dijalian Allah atau seperti
orang yang selalu berpuasa siang harinya dan selalu shalat malam pada malam
harinya." (Hr. Bukhari). Bayangkan! Membantu para janda mendapat
ganjaran luar biasa bagai berjihad di jalan Allah.
Pada
kesempatan lain Beliau sebagai pemimpin beliau tidak malu-malu untuk berbicara
dengan para janda dan menyelesaikan urusan mereka. Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam selalu memperbanyak dzikir, mengurangi (menghindari) hal sia-sia,
memperpanjang shalat, memendekkan khutbah, tidak berbuat kasar, tidak merasa
malu berbicara dengan para janda dan orang miskin untuk menyelesaikan urusan
mereka.(Hr. Nasai, Darimi dan Ibnu Hibban). Anda perhatikan ada tidak
presiden di dunia ini yang ikhlas mau meluangkan waktunya untuk berinteraksi
dengan para janda dan memenuhi kebutuhan mereka?. Orang yang tidak memiliki
setok rahmat yang besar tidak mungkin mampu menjalankan hal seperti itu.
Yang
lebih menarik dari riwayat diatas ialah bahwasanya ada seorang hamba sahaya
wanita dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu wanita itu berangkat dengan beliau ke
mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu.” (HR. Al Bukhari). Hamba sahaya
yang secara setatus sosial tergolong paling bawah dan tak begitu dipandang oleh
khalayak umum. Tapi di sini Rasulullah berkenan menuruti kehendak wanita sahaya
tersebut sampai terpenuhi kebutuhannya. Ini merupakan kejadian yang langkah.
Tidak mungkin orang yang tidak memiliki kasih sayang yang besar bisa
melakukannya. Harusnya para pemimpin bisa meneladani apa yang dilakukan
Rasulullah saw.
Akhirnya,
kasih beliau kepada wanita sungguh luar biasa. Satu-satunya kata yang dapat
menjelaskan berbagai peristiwa teladan yang menggambarkan kasih sayang beliau
pada wanita ialah “rahmat”. Sebagai Rasul, Ia adalah rahmat bagi semesta alam.
Wanita adalah bagian dari alam dan mereka berhak mendapat kasih sayang itu.
Bagi siapa saja yang mengaku pengikut Rasulullah saw hendaknya jangan
merendahkan wanita. Pancarkanlah rahmat dari hatimu niscaya akan terpancar
rahmat lain yang begitu besar dari dirimu. Wanita tidak akan pelit kepada orang
yang murah hati dan berkasih sayang. Dan itu benar-benar terjadi sebagaimana
yang di alami Rasulullah saw. Karena wanita ingin dimengerti, maka hanya mereka
yang mau mengerti yang kan mendapat hatinya.Lalu bagaimana dengan anda?
v Rahmat Rasul Terhadap Pelayan dan
Budak
Salah
satu bisnis paling besar di dunia sekarang ini ialah bisnis manusia dengan
berbagai modus dan atributnya. Sungguh ironis memang, manusia yang sejatinya
dilahirkan dalam keadaan merdeka ternyata dalam perjalannanya dimanfaatkan oleh
para pemilik modal besar untuk diperdagangkan. Mereka mau tidak mau akan
menjadi budak yang harus siap hilang kemerdekaannya. Tak lagi mampu menentukan
nasib, tapi ditentukan. Tak lagi mampu mengemukakan pendapat tapi dikemukakan.
Sebagai manusia mereka sudah kehilangan sejatinya. Kemanusiaan mereka direnggut
sedemikian rupa hingga menjadi manusia
yang hina dina.
Pada
segmen lain yang tidak kalah ironisnya, ada anggapan individu atau bahkan
kolektif majikan yang menjadikan pelayan bagai budak. Para pelayan yang
notabene merupakan masyarakat ekonomi lemah mendapat perlakuan tidak manusiawi.
Disuruh seenaknya. Harkat dan martabatnya direndahkan. Bahkan di sebagian
negara Arab para pelayan-pelayan dalam hal ini ialah TKI / TKW tak jarang yang
mendapatkan perlakuan tidak senonoh dan tindak kekerasan yang sangat
memprihatinkan. Bahkan secara sengaja atau tidak perfileman tanah air juga
menyemarakkan anggapan seperti itu. Pelayan diidentikkan sebagai orang yang
secara strata sosial menduduki tingkat paling bawah. Hak-haknya tidak begitu
diperhatikan. Mereka cendrung diremehkan dan dibuat tambal butuh saja.
Bagaimana kita melihat kasih sayang
Rasulullah kepada budak dan pelayan? Maka pada tulisan berikut ini akan
dipaparkan secara singkat bagaimana Rasulullah mengasihi budak dan bagaimana
Rasulullah memuliakan martabat keduanya. Beliau tidak pernah mendiskriminasi;
tidak pernah merendahkan; tidak pernah mendikotomi; beliau selalu menganjurkan
dan mengajarkan agar kita selalu menghormati dan menghargai manusia meskipun
itu seorang budak ataupun pelayan.
Dalam
pandangan Rasul, antara budak dan tuan tidak dibeda-bedakan meski secara status
sosial memang beda. Pada suatu kesempatan, Rasulullah saw menggambarkan dengan
sangat menarik bahwa budak adalah saudara tuannya sebagaimana hadits berikut, “Saudara
kalian adalah budak kalian. Allah jadikan mereka dibawah kekuasaan kalian.”
(HR. Bukhari no. 30) Bagaimana kita memperlakukan saudara kita? Pasti kita akan
memperlakukannya dengan baik dan tidak akan menghinakannya. Kemudian Rasulullah
menambahkan, ”Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian
memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka.” (HR. Bukhari no. 30) Sangat mengagumkan, di
tengah masyarakat jahiliyah yang mendiskriminasikan antara hak tuan dengan
budak, di sini secara revolusioner Rasulullah saw menghapus semua itu. Beliau
melarang para tuan budak membebani budak diluar batas kemampuan, dan turut
membantu mereka ketika memberi tugas. Bandingkan dengan negara-negara moderen
saat ini, pendiskriminasian senantiasa terjadi dan masih belum bisa
dituntaskan. Orang-orang kulit hitam dianggap budak dan pantas mendapatkan
perlakuan tidak manusiawi. Sedang Rasulullah sejak di Makkah telah meruntuhkan
stigma pendiskriminasian itu dengan memuliakan Bilal bin Rabbah, selaku Muadzin
Rasulullah saw.
Ketika
Rasulullah saw melihat Abu Mas`ud Al-Anshari memukul budak laki-lakinya, Beliau
mengingatkan, “Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, Allah lebih kuasa untuk
menghukummu seperti itu, dari pada kemampuanmu untuk menghukumnya.” Abu
Mas`ud langsung terperanjat kaget ketika melihat bahwa yang berkata
dibelakangnya adalah Rasulullah saw, maka seketika itu juga budak laki-lakinya
langsung dimerdekakan. Kemudian Rasul memujinya, “Andai engkau tidak
melakukannya, niscaya neraka akan melahapmu.” (HR. Muslim 1659, Abu Daud
5159, Tumudzi 1948 dan yang lainnya). Ini merupakan pelajaran berharga bagi
siapa saja yang suka berlaku kasar pada budaknya. Di riwayat lain disebutkan
bahwa kafarah orang yang memukul budaknya ialah dengan membebaskannya.
Demikian
juga dengan masalah pelayan dan yang semisalnya. Rasulullah sangat menghormati
pelayan dan sangat memperhatikan hak-hak mereka. Dalam suatu kesempatan,
Rasulullah mewajibkan agar para majikan tepat waktu dalam membayar gaji tanpa
menguranginya sedikitpun. Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pegawai
(buruh), sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan
al-Albani). Di jaman sekarang ini nampaknya fenomena tersebut kian langkah.
Banyak para majikan yang mendzalimi pegawai dengan mengurangi gaji atau
membayarnya dengan tidak tepat waktu. Padahal jauh-jauh hari Rasulullah
mengingatkan agar gahi harus diberikan sebelum kering keringatnya.
Beliau
mengecam dan memberi peringatan keras kepada majikan yang mendzalimi pembantu
atau pegawainya. Disebutkan dalam hadits Qudsi, “Ada tiga orang, yang akan
menjadi musuh-Ku pada hari kiamat: … orang yang mempekerjakan seorang buruh, si
buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai).”
(HR. Bukhari 2114 dan Ibn Majah 2442). Diantara orang yang akan menjadi musuh
Allah pada hari kiamat ialah majikan yang tidak memberi upah yang sesuai pada
pegawainya. Mendzalimi pegawai / pembantu merupakan tindakan yang memusuhi
Allah. Kalau sudah memusuhi Allah pasti akan dijauhkan dari rahmatnya. Kalau
dijauhkan dari rahmatnya maka jangankan melihat Allah swt, mendapat surgapun
tidak akan bisa.
Ada
anjuran langsung dari beliau supaya para majikan meringankan beban pembantu /
pegawainya, sebagaimana sabda beliau, “Keringanan yang kamu berikan kepada
pembantumu, maka itu menjadi pahala di timbangan amalmu.” (HR. Ibn Hibban
dalam shahihnya dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Syuaib al-Arnauth).
Meringankan beban pembantu bukan saja urusan dunia yang manfaatnya hanya di
dunia, lebih dari itu merupakan investasi akhirat. Majikan yang bagus adalah
majikan yang penuh kasih sayang dan tidak membebani pembantu diluar kadar
kemampuan.
Dalam
hadits yang lain dikatakan bahwa majikan dianjurkan berlaku tawadlu pada
pembantunya. Sebagaimana sabda beliau, “Bukan orang yang sombong, majikan
yang makan bersama budaknya, mau mengendarai himar (kendaraan kelas bawah) di
pasar, mau mengikat kambing dan memerah susunya.” (HR. Bukhari dalam Adabul
Mufrad 568, Baihaqi dalam Syuabul Iman 7839 dan dihasankan al-Albani). Majikan
yang mau makan bersama pelayan, mengendarai kendaraan bersama, mengangkat dan
memerah susu bersama merupakan perilaku tawadlu yang dianjurkan Nabi pada
setiap majikan.
Rasulullah
sebagai manusia agung; hebat; mulia yang menguasai dunia kala itu tidak pernah
sama sekali berlaku kasar kepada bawahannya. Aisyah pernah menceritakan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan tangannya sedikit
pun, tidak kepada wanita, tidak pula budak.” (HR. Muslim 2328, Abu Daud
4786). Betapa besar kasih sayang beliau, meski sebagai manusia di saat tertentu
beliau juga marah, tapi tidak pernah berlaku kasar baik pada wanita maupun
pembantunya.
Salah
seorang pembantu Rasulullah, Anas bin Malik pernah menceritakan perihal
perlakuan beliau selama menjadi majikan. Anas menceritakan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu
hari (sewaktu aku masih kanak-kanak), beliau menyuruhku untuk tugas tertentu.
Aku bergumam: Aku tidak mau berangkat. Sementara batinku meneriakkan untuk
berangkat menunaikan perintah Nabi Allah. Aku pun berangkat, sehingga melewati
gerombolan anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku pun bermain bersama
mereka. Tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tengkukku
dari belakang. Aku lihat beliau, dan beliau tertawa. Beliau bersabda: “Hai
Anas, berangkatlah seperti yang aku perintahkan.” “Ya, saya pergi
sekarang ya Rasulullah.” Jawab Anas. Beliau memberi kesan: Demi Allah,
aku telah melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 7 atau 9 tahun.
Saya belum pernah sekalipun beliau berkomentar terhadap apa yang aku lakukan:
“Mengapa kamu lakukan ini?”, tidak juga beliau mengkritik: “Mengapa kamu tidak
lakukan ini?” (HR. Muslim 2310 dan Abu Daud 4773). Ini merupakan kesaksian
langsung dari Anas bin Malik selaku pelayan beliau. Rasulullah tidak pernah
berkata kasar, menegur dan mengritiknya. Benar-benar peristiwa yang langkah
yang perlu diteladani oleh para majikan.
Rabi’ah bin Ka’b
al-Aslami, pernah menceritakan:Saya pernah menjadi pelayan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau menawarkan: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?” Aku
jawab: “Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya dana
yang cukup untuk menanggung seorang istri, dan saya tidak ingin disibukkan
dengan sesuatu yang menghalangiku untuk melayani Anda.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian berpaling dariku. Setelah itu beliau bertanya lagi:
“Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?” Aku pun menjawab dengan jawaban yang sama:
“Tidak ya Rasulullah, saya belum ingin menikah. Saya tidak punya ….dst.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berpaling dariku. Kemudian
aku ralat ucapanku, aku sampaikan: “Ya Rasulullah, Anda lebih tahu tentang hal
terbaik untukku di dunia dan akhirat.” Aku bergumam dalam hatiku: “Jika beliau
bertanya lagi, aku akan jawab: Ya.” Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tanya lagi untuk yang ketiga kalinya: “Wahai Rabi’ah, kamu tidak menikah?” Aku
langsung menjawab: “Ya, perintahkan aku sesuai yang Anda inginkan.”
Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk
mendatangi keluarga fulan, salah seorang dari suku Anshar… (HR. Ahmad 16627,
Hakim 2718 dan at-Thayalisi 1173). Coba anda perhatikan, bukan hanya
menghormati pelayan yang Rasulullah lakukan. Bahkan beliau sangat memperhatikan
pelayannya dengan menganjurkannya cepat nikah karena masi bujang. Kesibukan
yang begitu padat tidak menghalangi beliau untuk meluangkan waktu untuk
memperhatikan urusan pelayannya. Peristiwa itu menggambarkan betapa besar kasih
sayang Beliau pada pelayannya. Benarlah ayat yang menyatakan,”Dan tidaklah
kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi sekalian alam”.
Dari
gambaran-gambaran yang telah dipaparkan kita bisa bercermin bahwa: Rasul
sebagai rahmat bagi sekalian alam mengajarkan pada kita agar menyayangi dan
menghormati budak dan pelayan. Kita tidak boleh merendahkan atau
menghinakannya. Kita tidak boleh berlaku kasar pada mereka. Bahkan secara
khusus mengenai budak, ajaran Rasul pada akhirnya ingin membebaskan segala
perbudakan di dunia ini, karena sebenarnya manusia bukanlah budak bagi
sesamanya, manusia adalah hamba Allah swt. Demikian para majikan harus
benar-benar adil dan tidak berlaku dzalim pada pegawai / pembantunya. Karena
kelak di akhirat, kedzaliman akan menjadi kegelapan baginya dan akan menjadi
musuh Allah swt.
Rahmat menuntut
kita untuk memanusiakan manusia. Mengembalikan penghambaan manusia kepada Alla
swt. Tidak ada yang menjadi Tuan Sejati selain Allah swt, maka segala tindakan,
segala usaha yang ditujukan untuk merendahkan dan menurunkan martabat manusia
harus diberantas dan ditolak, karena hal itu bertolak belakang dengan semangat rahmatan
lil alamin.
v Rahmat Rasul Pada Orang Salah dan
Berdosa:
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ بَنِي
آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
dari Anas dia berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan
sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat.” HR Ibn Majah
4241.
Muawiyah bin Hakam As-Sulami RA berkata,
بَيْنَا
أَنَا أُصَليِّ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطِسَ
رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ. فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ.
فَقُلْتُ: واثكل أُمَّاه! ما شأنكم تنظرون إلي؟ فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم!
فلما رأيتهم يصمتونني لكني سكت. فلما صلى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم
فبأبي هو وأمي ما رأيت معلماً قبله ولا بعده أحسن تعليماً منه، فوالله ما كهرني ولا
ضربني ولا شتمني. قال: إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس، إنما هي التسبيح
والتكبير وقراءة القرآن، أو كما قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم.
قلت: يا رَسُول اللَّهِ إني حديث عهد بجاهلية وقد جاء اللَّه بالإسلام، وإن منا رجالاً
يأتون الكهان؟ قال: فلا تأتهم قلت: ومنا رجال يتطيرون؟ قال :ذلك شيء يجدونه في صدورهم
فلا يَصُدَّنَّهُم
“Ketika kami shalat bersama Rasulullah saw
tiba-tiba ada seseorang bersin, aku katakan, ‘Yarhamukallah.’ Tiba-tiba
orang-orang memandangiku aku pun berkata, ‘Brengsek, mengapa kalian
memandangiku seperti ini?’ Tiba-tiba mereka semua menepuk paha mereka. Ketika
mereka mendiamkanku aku pun diam. Setelah Rasulullah saw selesai shalat, demi
(Allah) atas ayah dan ibuku, tidak pernah aku melihat seorang pendidik, sebelum
dan sesudah ini, yang lebih baik dari beliau. Demi Allah, beliau tidak
menghardikku, tidak memukulku, dan tidak mencaciku. Beliau hanya berkata,
‘Shalat ini tidak boleh dicampur dengan ucapan manusia sedikit pun. Ia berisi
tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur’an.’ Atau seperti apa yang disabdakan
Rasulullah. Aku katakan, ‘Ya Rasulullah, baru saja aku berada pada
kejahiliyahan lalu Allah menunjukkan Islam. Di antara kami terdapat banyak
orang yang masih mendatangi dukun-dukun.’ Beliau bersabda, ‘Kalau begitu kamu
jangan ikutan datang.’ Aku juga katakan, ‘Di antara kami masih ada juga
orang-orang yang melakukan tathayyur.’ Beliau bersabda, ‘Hal itu mereka
dapatkan di dalam dada mereka. Jangan sampai hal itu menghalangi mereka.”
(Muslim).
أَتَانَا رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَسْجِدِنَا هَذَا وَفِي يَدِهِ عُرْجُوْنُ ابْنِ
طَابٍ فَرَأَى فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ نُخَامَةً فَحَكَّهَا بِالْعُرْجُوْنِ ثُمَّ
أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَقَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يُعْرِضَ اللهُ عَنْهُ قَالَ فَخَشَعْنَا
ثُمَّ قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يُعْرِضَ اللهُ عَنْهُ قَالَ فَخَشَعْنَا ثُمَّ
قَالَ أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يُعْرِضَ اللهُ عَنْهُ قُلْنَا لاَ أَيُّنَا يَا رَسُوْلَ
اللهِ قَالَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
قِبَلَ وَجْهِهِ فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلْيَبْصُقْ
عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ
بِثَوْبِهِ هَكَذَا ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ أَرُوْنِي
عَبِيْرًا فَقَامَ فَتًى مِنَ الْحَيِّ يَشْتَدُّ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِخَلُوْقٍ
فِي رَاحَتِهِ فَأَخَذَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَهُ
عَلَى رَأْسِ الْعُرْجُوْنِ ثُمَّ لَطَخَ بِهِ عَلَى أَثَرِ النُّخَامَةِ فَقَالَ جَابِرٌ
فَمِنْ هُنَاكَ جَعَلْتُمُ الْخَلُوْقَ فِي مَسَاجِدِكُمْ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah
mendatangi kami di masjid kami ini sementara beliau membawa dahan milik Ibnu
Thab, beliau melihat dikiblat masjid ada dahak lalu beliau mengeriknya dengan
dahan tersebut, setelah itu beliau menghadap ke arah kami lalu bertanya: Siapa
diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya? ia berkata: Kami tertunduk.
Beliau bertanya lagi: Siapa diantara kalian yang mau Allah berpaling darinya? kami
menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Sesungguhnya salah seorang
dari kalian bila shalat, Allah Tabaraka wa Ta’ala ada dihadapannya, karena itu
jangan meludah ke arah wajahNya atau ke kanannya, hendaklah meludah ke kiri,
dibawah kaki kirinya. Dan bila ia tidak bisa mengusai diri hingga didahului
oleh ludah atau ingus, hendaklah melakukan dengan bajunya seperti ini beliau
melipat baju beliau satu sama lain lalu bersabda: Perlihatkan minyak za’faran
padaku. Lalu seorang pemuda kabilah bergegas ke keluarganya dengan cepat lalu
datang membawa campuran minyak ditangannya, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam mengambilnya kemudian dioleskan di ujung pelepah kemudian digosokkan
di sisa dahak. Jabir berkata: Dari situlah kalian memberi masjid kalian minyak
wangi.[Hr. Muslim].
بَيْنَمَا
نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْ مَهْ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزْرِمُوهُ دَعُوهُ فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ ثُمَّ إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَذِهِ
الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا
هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَ رَجُلًا مِنْ
الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ
“Ketika kami berada di masjid bersama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tiba-tiba datang seorang Arab Badwi
lalu berdiri untuk kencing di masjid. Para sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam mengertaknya, tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda, “Janganlah kamu memutuskannya, biarkan dia selesai kencing terlebih
dahulu.” Maka mereka (para sahabat) membiarkan orang tersebut sehingga dia
selesai kencing. Setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun menasihatinya,
“Sesungguhnya masjid ini tidak boleh digunakan untuk kencing dan kekotoran,
masjid adalah tempat untuk zikir, solat, dan membaca al-Qur’an.” Atau
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang sesuai. Setelah itu,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang untuk mengambil satu
baldi air dan menyiramnya.” (Hadis Riwayat Muslim, 2/133, no. 429)
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ وَ
فِيْ رِوَايَةٍ أَصَبْتُ أَهْلِيْ فِيْ رَمَضَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ
أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ
سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ- وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ- قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ
فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ عَلَى أَفْقَرَ مِنِّي
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا -يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ
-أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, beliau
berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah,
celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku berhubungan
dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” (Dalam riwayat lain berbunyi :
aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan). Maka Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia
menjawab,”Tidak!” Lalu Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata lagi,”Mampukah
kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Ttidak.” Lalu Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam
puluh orang miskin?” Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam
keadaan seperti ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diberi satu ‘irq berisi
kurma –Al irq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang
bertanya tadi?” Dia menjawab,”Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah
ini dan bersedekahlah dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah
kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada
di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi taringnya,
kemudian (Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam) berkata: “Berilah makan
keluargamu!”[Hr. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud dan Ibnu MAjah].
حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ،
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي الحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
عَلِيٍّ، أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي رَافِعٍ، كَاتِبَ عَلِيٍّ، يَقُولُ:
سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالمِقْدَادَ، فَقَالَ: «انْطَلِقُوا
حَتَّى تَأْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ، فَإِنَّ بِهَا ظَعِينَةً مَعَهَا كِتَابٌ فَخُذُوهُ
مِنْهَا» فَذَهَبْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا حَتَّى أَتَيْنَا الرَّوْضَةَ، فَإِذَا
نَحْنُ بِالظَّعِينَةِ، فَقُلْنَا: أَخْرِجِي الكِتَابَ، فَقَالَتْ: مَا مَعِي مِنْ
كِتَابٍ، فَقُلْنَا: لَتُخْرِجِنَّ الكِتَابَ أَوْ لَنُلْقِيَنَّ الثِّيَابَ، فَأَخْرَجَتْهُ
مِنْ عِقَاصِهَا، فَأَتَيْنَا بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِذَا
فِيهِ مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى أُنَاسٍ مِنَ المُشْرِكِينَ مِمَّنْ
بِمَكَّةَ، يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا هَذَا يَا حَاطِبُ؟» قَالَ:
لاَ تَعْجَلْ عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مِنْ قُرَيْشٍ، وَلَمْ
أَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، وَكَانَ مَنْ مَعَكَ مِنَ المُهَاجِرِينَ لَهُمْ قَرَابَاتٌ
يَحْمُونَ بِهَا أَهْلِيهِمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِمَكَّةَ، فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي
مِنَ النَّسَبِ فِيهِمْ، أَنْ أَصْطَنِعَ إِلَيْهِمْ يَدًا يَحْمُونَ قَرَابَتِي، وَمَا
فَعَلْتُ ذَلِكَ كُفْرًا، وَلاَ ارْتِدَادًا عَنْ دِينِي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكُمْ» فَقَالَ عُمَرُ: دَعْنِي يَا
رَسُولَ اللَّهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ، فَقَالَ: ” إِنَّهُ شَهِدَ بَدْرًا وَمَا يُدْرِيكَ؟
لَعَلَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا
شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ ”
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi
Telah menceritakan kepada kami Sufyan Telah menceritakan kepada kami Amru bin
Dinar ia berkata, Telah menceritakan kepadaku Al Hasan bin Muhammad bin Ali
bahwa ia mendengar Ubaidullah bin Abu Rafi’ sekretaris Ali, berkata, Aku
mendengar Ali radliallahu ‘anhu berkata; Aku, Zubair dan Miqdad pernah diutus
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bersabda: “Berangkatlah
kalian hingga kalian tiba di Raudlah Khakh, sebab di tempat itu ada seorang
wanita yang membawa surat, dan ambillah surat itu darinya.” Setelah itu, kami
pun segera pergi dengan memacu kuda berlari kencang hingga kami sampai di Ar
Raudlah, dan ternyata kami pun mendapati seorang wanita yang dimaksud. Kami
berkata, “Tolong keluarkan surat itu.” Wanita itu menjawab, “Aku tidak membawa
surat?” kami katakan, “Kamu keluarkan kitab itu, ataukah kami benar-benar akan
melucuti pakaianmu.” Akhirnya wanita itu pun mengeluarkan surat dari jalinan
rambutnya. Dan kami segera membawanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan ternyata surat itu ditulis oleh Hathib bin Balta’ah dan akan disampaikan
kepada orang-orang musyrik yang bertempat tingga di Makkah. Ia mengabarkan
tentang beberapa agenda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Apa-apaan ini wahai Hathib?” Hathib
berkata, “Janganlah Anda terburu-buru dalam memberikan putusan atasku wahai
Rasulullah. Aku adalah seorang yang berkebangsaan Quraisy, namun aku bukanlah
bagian dari diri mereka. Orang-orang yang bersama Anda dari kalangan Muhajirin
sesungguhnya memiliki kerabat yang dapat memberikan pengamanan untuk keluarga
dan juga harta mereka di Makkah. Karena itulah aku ingin ketika aku tidak lagi
memiliki pertalian nasab terhadap mereka untuk berbuat sesuatu yang dengannya
mereka mau turut menjaga kerabatku. Tidaklah aku melakukannya karena kekufuran
atau lantaran murtad dari agamaku.” Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguhnya, ia telah berkata jujur pada kalian.” Tiba-tiba Umar
berkata, “Izinkanlah aku untuk menebas lehernya wahai Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Sesungguhnya ia turut dalam peperangan Badar. Apa alasanmu, bukankah
Allah telah memberikan kekhususan terhadap Ahlu Badar seraya berfirman:
‘Beramallah kalian, sesuka kalian. Sesungguhnya, Aku telah mengampuni kalian.’”
[Hr. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud,dan Ahmad].
Ibunda kita Aisyah رضي
الله عنها berkata:
مَا
خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا
أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ
النَّاسِ مِنْهُ وَمَا انْتَقَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِنَفْسِهِ إِلَّا أَنْ تُنْتَهَكَ حُرْمَةُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمَ لِلَّهِ بِهَا
“Tidaklah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diberi pilihan
antara dua perkara melainkan beliau memillih yang paling mudah di antara
keduanya selama itu bukan dosa. Apabila itu suatu dosa beliau adalah orang yang
paling jauh darinya. Dan tidaklah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ marah karena dirinya kecuali jika dilanggar
larangan Allah, maka beliau pun marah karena Allah. ” (HR. Bukhari no. 3296 dan
Muslim no. 4294 Maktabah Syamilah)
Hadits Bukhari 4792
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ
اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ أَزَلْ حَرِيصًا عَلَى أَنْ أَسْأَلَ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ عَنْ الْمَرْأَتَيْنِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اللَّتَيْنِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى { إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ
صَغَتْ قُلُوبُكُمَا } حَتَّى حَجَّ وَحَجَجْتُ مَعَهُ وَعَدَلَ وَعَدَلْتُ مَعَهُ
بِإِدَاوَةٍ فَتَبَرَّزَ ثُمَّ جَاءَ فَسَكَبْتُ عَلَى يَدَيْهِ مِنْهَا فَتَوَضَّأَ
فَقُلْتُ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَنْ الْمَرْأَتَانِ مِنْ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّتَانِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى { إِنْ تَتُوبَا
إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا } قَالَ وَاعَجَبًا لَكَ يَا ابْنَ عَبَّاسٍ
هُمَا عَائِشَةُ وَحَفْصَةُ ثُمَّ اسْتَقْبَلَ عُمَرُ الْحَدِيثَ يَسُوقُهُ قَالَ كُنْتُ
أَنَا وَجَارٌ لِي مِنْ الْأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهُمْ مِنْ
عَوَالِي الْمَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ
بِمَا حَدَثَ مِنْ خَبَرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنْ الْوَحْيِ أَوْ غَيْرِهِ وَإِذَا نَزَلَ
فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ وَكُنَّا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ نَغْلِبُ النِّسَاءَ فَلَمَّا قَدِمْنَا
عَلَى الْأَنْصَارِ إِذَا قَوْمٌ تَغْلِبُهُمْ نِسَاؤُهُمْ فَطَفِقَ نِسَاؤُنَا يَأْخُذْنَ
مِنْ أَدَبِ نِسَاءِ الْأَنْصَارِ فَصَخِبْتُ عَلَى امْرَأَتِي فَرَاجَعَتْنِي فَأَنْكَرْتُ
أَنْ تُرَاجِعَنِي قَالَتْ وَلِمَ تُنْكِرُ أَنْ أُرَاجِعَكَ فَوَاللَّهِ إِنَّ أَزْوَاجَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُرَاجِعْنَهُ وَإِنَّ إِحْدَاهُنَّ
لَتَهْجُرُهُ الْيَوْمَ حَتَّى اللَّيْلِ فَأَفْزَعَنِي ذَلِكَ وَقُلْتُ لَهَا قَدْ
خَابَ مَنْ فَعَلَ ذَلِكِ مِنْهُنَّ ثُمَّ جَمَعْتُ عَلَيَّ ثِيَابِي فَنَزَلْتُ فَدَخَلْتُ
عَلَى حَفْصَةَ فَقُلْتُ لَهَا أَيْ حَفْصَةُ أَتُغَاضِبُ إِحْدَاكُنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيَوْمَ حَتَّى اللَّيْلِ قَالَتْ نَعَمْ فَقُلْتُ
قَدْ خِبْتِ وَخَسِرْتِ أَفَتَأْمَنِينَ أَنْ يَغْضَبَ اللَّهُ لِغَضَبِ رَسُولِهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَهْلِكِي لَا تَسْتَكْثِرِي النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا تُرَاجِعِيهِ فِي شَيْءٍ وَلَا تَهْجُرِيهِ وَسَلِينِي
مَا بَدَا لَكِ وَلَا يَغُرَّنَّكِ أَنْ كَانَتْ جَارَتُكِ أَوْضَأَ مِنْكِ وَأَحَبَّ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدُ عَائِشَةَ قَالَ عُمَرُ
وَكُنَّا قَدْ تَحَدَّثْنَا أَنَّ غَسَّانَ تُنْعِلُ الْخَيْلَ لِغَزْوِنَا فَنَزَلَ
صَاحِبِي الْأَنْصَارِيُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ فَرَجَعَ إِلَيْنَا عِشَاءً فَضَرَبَ بَابِي
ضَرْبًا شَدِيدًا وَقَالَ أَثَمَّ هُوَ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ
حَدَثَ الْيَوْمَ أَمْرٌ عَظِيمٌ قُلْتُ مَا هُوَ أَجَاءَ غَسَّانُ قَالَ لَا بَلْ
أَعْظَمُ مِنْ ذَلِكَ وَأَهْوَلُ طَلَّقَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
نِسَاءَهُ وَقَالَ عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ فَقَالَ
اعْتَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَزْوَاجَهُ فَقُلْتُ خَابَتْ
حَفْصَةُ وَخَسِرَتْ قَدْ كُنْتُ أَظُنُّ هَذَا يُوشِكُ أَنْ يَكُونَ فَجَمَعْتُ عَلَيَّ
ثِيَابِي فَصَلَّيْتُ صَلَاةَ الْفَجْرِ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَشْرُبَةً لَهُ فَاعْتَزَلَ
فِيهَا وَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَإِذَا هِيَ تَبْكِي فَقُلْتُ مَا يُبْكِيكِ أَلَمْ
أَكُنْ حَذَّرْتُكِ هَذَا أَطَلَّقَكُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَتْ لَا أَدْرِي هَا هُوَ ذَا مُعْتَزِلٌ فِي الْمَشْرُبَةِ فَخَرَجْتُ فَجِئْتُ
إِلَى الْمِنْبَرِ فَإِذَا حَوْلَهُ رَهْطٌ يَبْكِي بَعْضُهُمْ فَجَلَسْتُ مَعَهُمْ
قَلِيلًا ثُمَّ غَلَبَنِي مَا أَجِدُ فَجِئْتُ الْمَشْرُبَةَ الَّتِي فِيهَا النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ لِغُلَامٍ لَهُ أَسْوَدَ اسْتَأْذِنْ لِعُمَرَ
فَدَخَلَ الْغُلَامُ فَكَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
رَجَعَ فَقَالَ كَلَّمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَكَرْتُكَ
لَهُ فَصَمَتَ فَانْصَرَفْتُ حَتَّى جَلَسْتُ مَعَ الرَّهْطِ الَّذِينَ عِنْدَ الْمِنْبَرِ
ثُمَّ غَلَبَنِي مَا أَجِدُ فَجِئْتُ فَقُلْتُ لِلْغُلَامِ اسْتَأْذِنْ لِعُمَرَ فَدَخَلَ
ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ قَدْ ذَكَرْتُكَ لَهُ فَصَمَتَ فَرَجَعْتُ فَجَلَسْتُ مَعَ الرَّهْطِ
الَّذِينَ عِنْدَ الْمِنْبَرِ ثُمَّ غَلَبَنِي مَا أَجِدُ فَجِئْتُ الْغُلَامَ فَقُلْتُ
اسْتَأْذِنْ لِعُمَرَ فَدَخَلَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَيَّ فَقَالَ قَدْ ذَكَرْتُكَ لَهُ
فَصَمَتَ فَلَمَّا وَلَّيْتُ مُنْصَرِفًا قَالَ إِذَا الْغُلَامُ يَدْعُونِي فَقَالَ
قَدْ أَذِنَ لَكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ مُضْطَجِعٌ عَلَى رِمَالِ
حَصِيرٍ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ فِرَاشٌ قَدْ أَثَّرَ الرِّمَالُ بِجَنْبِهِ مُتَّكِئًا
عَلَى وِسَادَةٍ مِنْ أَدَمٍ حَشْوُهَا لِيفٌ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ قُلْتُ وَأَنَا
قَائِمٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ فَرَفَعَ إِلَيَّ بَصَرَهُ فَقَالَ
لَا فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ أَسْتَأْنِسُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ لَوْ رَأَيْتَنِي وَكُنَّا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ نَغْلِبُ النِّسَاءَ فَلَمَّا
قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ إِذَا قَوْمٌ تَغْلِبُهُمْ نِسَاؤُهُمْ فَتَبَسَّمَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ رَأَيْتَنِي
وَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَقُلْتُ لَهَا لَا يَغُرَّنَّكِ أَنْ كَانَتْ جَارَتُكِ
أَوْضَأَ مِنْكِ وَأَحَبَّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدُ
عَائِشَةَ فَتَبَسَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبَسُّمَةً أُخْرَى
فَجَلَسْتُ حِينَ رَأَيْتُهُ تَبَسَّمَ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فِي بَيْتِهِ فَوَاللَّهِ
مَا رَأَيْتُ فِي بَيْتِهِ شَيْئًا يَرُدُّ الْبَصَرَ غَيْرَ أَهَبَةٍ ثَلَاثَةٍ فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ فَلْيُوَسِّعْ عَلَى أُمَّتِكَ فَإِنَّ فَارِسَ
وَالرُّومَ قَدْ وُسِّعَ عَلَيْهِمْ وَأُعْطُوا الدُّنْيَا وَهُمْ لَا يَعْبُدُونَ
اللَّهَ فَجَلَسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مُتَّكِئًا
فَقَالَ أَوَفِي هَذَا أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنَّ أُولَئِكَ قَوْمٌ عُجِّلُوا
طَيِّبَاتِهِمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ اسْتَغْفِرْ
لِي فَاعْتَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءَهُ مِنْ أَجْلِ
ذَلِكَ الْحَدِيثِ حِينَ أَفْشَتْهُ حَفْصَةُ إِلَى عَائِشَةَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ
لَيْلَةً وَكَانَ قَالَ مَا أَنَا بِدَاخِلٍ عَلَيْهِنَّ شَهْرًا مِنْ شِدَّةِ مَوْجِدَتِهِ
عَلَيْهِنَّ حِينَ عَاتَبَهُ اللَّهُ فَلَمَّا مَضَتْ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً
دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فَبَدَأَ بِهَا فَقَالَتْ لَهُ عَائِشَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّكَ كُنْتَ قَدْ أَقْسَمْتَ أَنْ لَا تَدْخُلَ عَلَيْنَا شَهْرًا وَإِنَّمَا أَصْبَحْتَ
مِنْ تِسْعٍ وَعِشْرِينَ لَيْلَةً أَعُدُّهَا عَدًّا فَقَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ
لَيْلَةً فَكَانَ ذَلِكَ الشَّهْرُ تِسْعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً قَالَتْ عَائِشَةُ
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى آيَةَ التَّخَيُّرِ فَبَدَأَ بِي أَوَّلَ امْرَأَةٍ
مِنْ نِسَائِهِ فَاخْتَرْتُهُ ثُمَّ خَيَّرَ نِسَاءَهُ كُلَّهُنَّ فَقُلْنَ مِثْلَ
مَا قَالَتْ عَائِشَةُ
Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua orang
wanita dari isteri-isteri Nabi yg Allah Ta'ala berfirman kepada keduanya, 'IN
TATUUBAA ILALLAHI FAQAD SHAGHAT QULUUBUKUMAA (Jika kamu berdua bertaubat
kepada Allah, Maka Sesungguhnya hati kamu berdua Telah condong (untuk menerima
kebaikan..).' Umar pun menjawab, Sungguhnya mengherankan kamu ini wahai Ibnu
Abbas. Kedua wanita itu adl Aisyah & Hafshah. Kemudian Umar menceritakan
haditsnya dgn lebih luas, ia berkata; Dulu, aku mempunyai seorang tetangga dari
kalangan Anshar di Bani Umayyah bin Zaid yg mereka adl para penduduk Manidah yg
fakir. Kami saling bergantian untuk menghadiri majelis Nabi . Aku hadir sehari
& ia pun hadir sehari. Bila aku yg hadir, maka aku akan menyampaikan
hal-hal yg disampaikan oleh beliau berupa wahyu atau yg lainnya di hari itu.
Dan jika gilirannya yg hadir, ia pun melakukan hal yg sama. Kami adl bangsa
Quraisy yg posisinya selalu di atas kaum wanita. Dan setelah kami bertemu dgn
kaum Anshar, ternyata mereka adl kaum yg banya dipengaruhi oleh kaum wanitanya.
Maka para isteri-isteri kami pun mulai meniru & mengambil adab &
kebiasaan wanita-wanita Anshar. Kemudian aku mengajak isteriku berdiskusi, lalu
ia pun mendebat argumentasiku. Aku mengingkari akan perlakuannya itu, ia pun
berkata, Kenapa kamu tak mengajakku berdiskusi?
Demi Allah, sesungguhnya para isteri-isteri
Nabi mengajak beliau berdiskusi. Bahkan pada hari ini hingga malam nanti, salah
seorang dari mereka mendiamkan beliau. Aku pun kaget akan hal itu. Kukatakan
padanya, Sesungguhnya telah merugilah bagi siapa di antara mereka yg melalukan
hal itu. Setelah itu, aku bergegas memberesi pakaianku lalu menemui Hafshah.
Kukatakan padanya, Wahai Hafshah, apakah salah seorang dari kalian telah
menyebabkan Nabi marah di hari ini hingga malam?
Ia menjawab, Ya. Aku berkata, Sesungguh, kamu
telah merugi. Apakah engkau merasa sekiranya Allah menjadi marah lantaran
marahnya Rasulullah lalu kamu akan binasa?
Janganlah kamu menuntut banyak kepada Nabi
& jangan pula kamu membantahnya dalam sesuatu apa pun. Dan janganlah kamu
mendiamkannya. Pintalah padaku apa yg kamu mau. Janganlah kamu merasa cemburu
terhadap madumu yg lebih dicintai oleh Nabi -maksudnya adl Aisyah-. Umar
berkata; Sebelumnya, kami telah saling berbincang bahwa Ghassan tengah
mempersiapkan pasukan berkuda untuk memerangi kami. Pada hari gilirannya hadir,
sahabatku yg Anshari menghadiri majelis lalu kembali menemuiku setelah sahalat
Isya'. Ia mengetuk pintu rumahku dgn sangat keras seraya berkata, Cepatlah
buka! maka aku pun segera keluar menemuinya. Ia berata, Sesungguhnya pada hari
ini telah terjadi perkara yg besar. Aku bertanya, Peristiwa apa itu?
Apakah Ghassan telah datang?
Ia menjawab, Tidak, bahkan yg lebih besar dari
itu. Nabi telah menceraikan isteri-isterinya. Ubaid bin Hunain berkata; Ia
mendengar Ibnu Abbas, dari Umar, ia berkata; Nabi meninggalkan
isteri-isterinya, maka aku pun berakata, Sungguh, Hafshah telah merugi. Aku
telah menduga hal ini akan terjadi. Aku pun segera mengemasi pakaianku, lalu
shalat Fajar bersama Nabi . Setelah itu, Nabi memasuki tempat minumnya &
berdiam diri situ. Kemudian aku masuk menemui Hafshah, ternyata ia sedang
menangis. Aku berkata padanya, Apa yg menyebabkanmu menangis. Bukankah aku
telah mengingatkanmu akan hal ini?
Apakah Nabi telah menceraikan kalian?
Ia menjawab, Aku tak tahu, itu beliau sedang
minggat di tempat minum. Maka aku pun segera keluar & mendatangi mimbar,
ternyata di sekeliling itu ada beberapa orang yg sebagian dari mereka juga
sedang menangis, lalu aku pun duduk bersama mereka sebentar kemudian aku tak
kuasa lagi akan suasana itu. Maka aku datang ke tempat minum yg dipergunakan
Nabi untuk berdiam. Aku pun berkata kepada budaknya yg hitam, Mintakanlah izin
untuk Umar. Lalu sang budak pun masuk & berbicara kepada Nabi kemudian
kembali & berkata, Aku telah berbica dgn Nabi & juga telah menyebutmu,
namun beliau diam. Akhirnya aku pun kembali & duduk lagi bersama sekelompok
orang yg tadi berada di sekitar mimbar. Setelah itu, aku tak sabaran lagi, maka
aku mendatangi sang budak itu lagi & berkata padanya, Mintakanlah izin
untuk Umar. Ia pun masuk lalu kembali seraya berkata, Aku telah menyebutmu,
namun beliau tetap diam. Aku kembali lagi & duduk bersama beberapa orang yg
ada di mimbar. Namun, aku tak sabaran lagi & mendatangi sang budak itu lalu
berkata, Mintakanlah ini untuk Umar. Ia pun masuk & kembali seraya berkata,
Sungguh, aku telah menyebut namamu, namun beliau tetap diam. Maka ketika aku
berpaling hendak pergi, tiba-tiba sang budak itu memanggilku seraya berkata,
Sesungguhnya Nabi telah mengizinkanmu. Akhirnya aku pun menemui Rasulullah yg
sedang berbaring di atas pasir beralaskan tikar tanpa kasur. Pasir-pasir itu
telah berbekas pada sisi badan beliau. beliau berbantalkan kulit yg berisikan
sabut. Aku mengucapkan salam atasnya & berkata sambil berdiri, Wahai
Rasulullah, apakah Anda telah menceraikan isteri-isteri Anda?
Maka beliau pun mengangkat pandangannya ke
arahku & menjawab: Tidak. Maka aku pun berkata, Allahu Akbar. Kukatakan
lagi sambil berdiri, Aku mendengar wahai Rasulullah, sekiranya Anda melihatku.
Kita adl bangsa Quraisy yg selalu mengatur wanita. Namun, ketika kita
mendatangi Madinah, ternyata mereka adl kaum yg didominasi oleh kaum wanita.
Kemudian Nabi tersenyum. Lalu aku berkata lagi, Wahai Rasulullah, sekiranya
Anda mau melihatku. Aku telah menemui Hafshah & berkata padanya, 'Janganlah
sekali-kali kamu merasa cemburu bilamana tetanggamu lebih dicintai oleh Nabi
-maksudnya adl Aisyah-.' Kemudian Nabi tersenyum lagi. Maka ketika itu, aku pun
duduk & mengangkat pandanganku ke arah rumahnya. Maka demi Allah, aku tak
melihat sedikit pun di rumah beliau kecuali tiga kulit yg telah disamak. Aku
berkata pada beliau, Wahai Rasulullah, berdo'alah kepada Allah untuk ummat
Anda. Karena orang-orang Persi & Romawi telah diberi keleluasaan, &
mereka juga telah diberi dunia, padahal mereka tak menyembah Allah. Akhirnya
Nabi duduk yg sebelumnya berbaring. Kemudian beliau bersabda:
Beginikah sikapmu wahai Ibnul Khaththab?
Sesungguhnya mereka itu adl suatu kaum yg
kebaikan mereka disegerakan di dunia. Aku pun berkata, Mintakanlah ampun
untukku. Jadi, Nabi meninggalkan isteri-isterinya karena perkara itu. Yakni,
ketika Hafshah menyebarkannya pada Aisyah, yaitu selama dua puluh sembilan
hari. Saat itu, beliau bersabda:
Aku tak akan masuk menemui mereka selama satu bulan.
Demikian itu, karena kerasnya rasa kesal beliau pada mereka, yakni saat Allah
menegur dirinya. Dan ketika telah berlalu dua puluh sembilan hari, beliau
menemui Aisyah & beliau memulai darinya. Maka Aisyah pun berkata pada
beliau, Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah bersumpah untuk tak menemui
kami selama satu bulan penuh. Sedangkan hari ini Anda baru memasuki hari yg
kedua puluh sembilan, sebagaimana yg aku hitung. Kemudian beliau pun bersabda;
Sesungguhnya hitungan bulan itu adl dua puluh sembilan hari. Dan memang jumlah
hari pada bulan itu adl dua puluh sembilan malam. Aisyah berkata; Kemudian
Allah Ta'ala menurunkan ayat At Takhyir (ayat yg berisi pilihan untuk tetap
menjadi isteri nabi atau tidak). Beliau memulai dariku, wanita yg pertama dari
isteri-isterinya. Dan aku pun lebih memilih beliau. setelah itu, beliau memberi
pilihan kepada para isterinya semuanya, & mereka pun menjawab sebagaimana
yg dikatakan Aisyah.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dia
berkata;
كُنْتُ
أَمْشِي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِيٌّ
غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِيٌّ فَجَذَبَهُ جَذْبَةً شَدِيدَةً حَتَّى
نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ
أَثَّرَتْ بِهِ حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَذْبَتِهِ ثُمَّ قَالَ مُرْ لِي
مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ
بِعَطَاءٍ
“Aku pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam yang ketika itu beliau mengenakan selendang yang tebal dan
kasar buatan Najran. Kemudian seorang Arab Badui datang lalu menarik beliau
dengan tarikan yang sangat keras hingga aku melihat permukaan pundak Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam berbekas akibat kerasnya tarikan selendang itu.
Lalu orang itu berkata, “Berikanlah aku harta Allah yang ada padamu”. Kemudian
beliau memandang kepada orang Arab Badu itu seraya tertawa, lalu beliau
memberikan sesuatu kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 5809 dan Muslim no. 1057)
Hadits Muslim 3003:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارِ بْنِ عُثْمَانَ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ
فَأَغْلَظَ لَهُ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالًا
فَقَالَ لَهُمْ اشْتَرُوا لَهُ سِنًّا فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ فَقَالُوا إِنَّا لَا نَجِدُ
إِلَّا سِنًّا هُوَ خَيْرٌ مِنْ سِنِّهِ قَالَ فَاشْتَرُوهُ فَأَعْطُوهُ إِيَّاهُ فَإِنَّ
مِنْ خَيْرِكُمْ أَوْ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
Sesungguhnya orang yg berpiutang berhak untuk
menagih. Kemudian beliau bersabda: ‘Belikanlah dia seekor unta muda,
kemudian berikan kepadanya’. Kata para sahabat, Sesungguhnya kami tak
mendapatkan unta yang muda, yangg ada adalah unta dewasa dan lebih bagus
daripada untanya. Rasulullah bersabda: ‘Belilah, lalu berikanlah kepadanya.
Sesungguhnya sebaik-baik kalian adl yg paling baik dalam melunasi hutang’.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !