Home » » Dialektika & Faidah Kisah Musa dan Khidir

Dialektika & Faidah Kisah Musa dan Khidir

Written By Amoe Hirata on Selasa, 03 Juni 2014 | 23.52

Surat Kajian: [Q.s = Al-Kahfi: 60-82]

60. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
72. Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".
73. Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
75. Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
76. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
78. Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
80. dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".

Faidah-Faidah:

1.      Keutamaan ilmu dan perjalanan menuntut ilmu. Antusias Musa begitu besar untuk mencari ilmu hingga menempuh perjalan jauh dan melelahkan.
2.      Pentingnya skala prioritas. Menambah ilmu lebih diutamakan dari sekadar mengajar tapi tak menambah ilmu.
3.      Mengambil pembantu/pelayan baik dalam kondisi mukim atau safar diperbolehkan. Sebagaimana yang telah dilakukan Musa mengambil anak muda untuk menjadi pelayan dalam perjalanannya.
4.      Bagi musafir yang ingin menuntut ilmu, berjihad atau yang semacamnya dibolehkan mengumumkan kepergian dan tujuannya jika ada maslahatnya. Jika tidak ada maslahat, maka tidak usah mengumumkannya. Sebagaimana yang dilakukan Musa, dan dicontohkan Rasulullah dalam perang Tabuk.
5.      Menyandarkan kejelekan beserta sebab-sebabnya kepada setan dari segi  bujukan dan rayuan. Sebagaimana yang dikatakan pelayan Musa.
6.      Manusia boleh mengeluhkan kondisi alamiah badannya asalkan secara wajar dan tidak murka. Sebagaimana Musa yang menyatakan capek melalui perjalanan jauh.
7.      Dianjurkan memilih pelayan yang pandai, cerdas, dan cerdik untuk membantu memudahkan urusan. Sebagaimana Musa memilih pelayan yang cerdas.
8.      Tuan rumah dianjurkan memberi makan pelayan sesuai dengan yang dimakan dirinya sendiri, serta makan bersamanya. Sebagaimana pernyataan Musa.
9.      Ma`unah(Pertolongan) Allah datang pada hamba-Nya selama ia betul-betul melaksanakan perintah-Nya. Musa begitu antusias dan konsisten dalam melaksanakan perintah Allah sehingga pada akhirnya menjumpai apa yang dicarinya.
10.  Khidir yang dicari oleh Musa bukanlah seorang Nabi. Ia hanya hamba Allah yang diberi rahmat dan ilham. Pada ayat hanya disebut sebagai hamba dari hamba-hamba Kami.
11.  Ilmu ada dua macam: Pertama: Ilmu Muktasab(ilmu yang bisa diusahakan, dipelajari). Kedua: Ilmu Laduni(ilmu murni anugerah dari Allah yang tidak bisa diusahakan tanpa kehendak-Nya). Musa sudah memiliki ilmu muktasab sekaligus laduni karena ia Nabi. Sedangkan yang Musa cari dari Khidir ialah ilmu laduni yang sama sekali tidak diketahuinya. Sesua dengan pernyataan Allah, “dan Kami mengajarkannya ilmu dari sisi kami”.
12.  Menjaga akhlak dan etika kepada guru dengan mengucapkan kata-kata yang lembut dan halus. Sebagaimana yang dilakukan Musa pada Khidir.
13.  Orang yang pandai dan berilmu dianjurkan belajar ilmu yang tidak dikuasai kepada orang yang menguasainya meski ilmu orang itu jauh dibawahnya. Musa sebagai Nabi ilmunya jauh lebih banyak dibanding Khidir. Namun Ia tetap antusias mencari ilmu yang tidak diketahuinya meski dari orang yang ilmunya jauh di bawahnya.
14.  Menyandarkan ilmu dan lain sebagainya berupa keutamaan kepada Allah.
15.  Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang dapat membimbing kepada kebaikan dan menghindarkan diri dari keburukan.
16.  Orang yang tidak memiliki kekuatan sabar dalam menyertai guru dan ilmu serta tidak bisa tegar dan sabar menghadapinya maka ia bukanlah orang yang ahli dalam menerima ilmu.
17.  Faktor terbesar yang bisa membantu orang sabar ialah dengan menguasai ilmu dan pengalaman.
18.  Harus berhati-hati dan meneliti terlebih dahulu sebelum mengklaim sesuatu hingga mengetahui hakikatnya.
19.  Menggantungkan segala sesuatu yang akan terjadi pada masyi`ah(kehendak) Allah. Sebagaimana Musa yang mengatakan insyaAllah akan bersabar mengikuti aturan Khidir.
20.  Azam(tekad) melakukan sesuatu tak berbanding lurus dengan melakukan sesuatu. Musa berazam akan sabar tapi pada kenyataannya tidak bisa sabar.
21.  Jiki guru melihat ada maslahat maka boleh mempersilahkan murid bertanya lebih dahulu. Jika ada yang tak berkaitan dan malah membuat murid bingung guru berhak melarang murid bertanya.
22.  Hukum berlayar dilaut adalah Mubah.
23.  Orang yang lupa tidak dikenakan sanksi karena kelupaannya. Sebagaimana Musa yang lupa peraturan Khidir untuk tidak bertanya.
24.  Manusia harus suka memaafkan dan penuh toleransi. Sebagaimana perlakuan Khidir atas Musa ketika melakukan kesalahan pertama.
25.  Hukum berlaku berdasarkan lahiriahnya(yang nampak). Sebagaimana Musa menghukumi perbuatan Khidir berdasarkan dhahirnya.
26.  Kaidah Penting: Melenyapkan kejahatan yang lebih besar dengan melakukan kejahatan yang lebih ringan. Ini berkaitan dengan kaidah fiqhiyah: Jika ada dua kerusakan maka kerusakan yang lebih besar dihilangkan dengan cara melakukan kerusakan yang lebih ringan. Ini sangat berkaitan dengan apa yang dilakukan Khidir.
27.  Kaidah Penting: Orang bisa berbuat sesuatu pada harta orang lain selama itu untuk kemaslahatan orang itu, walaupun tanpa seizin yang punya. Sebagaimana yang dilakukan Khidir yang melubangi orang perahu supaya tidak dirampas oleh raja yang zalim.
28.  Bekerja di laut itu dibolehkan sebgaimana bekerja di darat.
29.  Orang miskin adalah orang yang masih memiliki sesuatu meski tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Sebagaimana pernyataan Khidir menceritakan pemilik perahu.
30.  Membunuh adalah termasuk dosa-dosa terbesar.
31.  Membunuh berdasarkan qishas bukanlah hal yang munkar.
32.  Hamba yang shalih akan dijaga dirinya oleh Allah demikian pula keturunannya.
33.  Berkhidmad(berdedikasi) pada orang yang shalih atau orang yang berkaitan dengannya lebih utama dibanding dengan orang selainnya.
34.  Menggunakan etika ketika membicarakan Allah. Khidir menyandarkan aib melobangi perahu kepada dirinya sendiri, sedangkan ketika menyebutkan kebaikan ia sandarkan pada Allah.
35.  Sahabat tak boleh meninggalkan sahabat melainkan di saat kondisi yang tak memungkinkan lagi untuk bersama.
36.  Kesamaan persepsi dan keselerasan pendapat adalah salah satu hal penting untuk mengukuhkan persahabatan.
[disarikan dari tafsir: Taisir al-Karim ar-Rahman fi tafsiri kalaami ar-Rahman, Karya: Imam Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di]’
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan