Seterika Meong

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 25 Februari 2017 | 20.24

            Al-kisah, aku sedang menaiki busway menuju kantor. Saat duduk, terdengar obrolan hangat antarpenumpang. Senda gurau pun semakin meramaikan suasana yang tadinya sunyi.

Aku Hanya Ingin Menikah Dengannya

“Aku ingin menikah dengannya. Hanya dengannya.” Aira berucap lirih, bahkan air matanya pun ikut berbicara mengungakapkan isi hatinya. Kepada teh Riri, gadis berhijab biru itu mengadu.

Teramat Pilah-Pilah, Telat Nikah-Nikah

Written By Amoe Hirata on Selasa, 21 Februari 2017 | 13.24

            “Sungguh ironis. Ada akhwat yang paham agama,  malah mencari jodohnya lewat jalur independen (suka-suka dia) dengan berkedok ‘ta’aruf’ sedangkan akwat lainnya berusaha menjalani ta’aruf tapi...,” Ais menggantung ucapannya.

Mengenang Ngaji Huruf Arab Pegon

Written By Amoe Hirata on Minggu, 19 Februari 2017 | 09.03

 
Contoh huruf Pegon dalam Kitab Tafsir Surah Al-Baqarah Juz II
          Di langgar Al-Mahfudh, sekitar tahun 1994-1998, aku pernah belajar huruf Arab Jawi atau Pegon. Belajar menulis huruf Pegon merupakan di antara pelajaran favoritku di lembaga diniyah non-formal ini. Waktu itu, yang diamanahi menjadi guru di antaranya adalah almarhum Cak. Am Rasyid dan Bapakku sendiri.

Fajar; Inspirator Ajaib Penghafal Al-Qur'an

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 18 Februari 2017 | 14.04


          JAKARTA- SETIAP orang tua, pasti menginginkan bayinya terlahir normal. Namun, apa daya, jika keinginan itu seolah pupus di tengah jalan, lantaran takdir tak sesuai harapan. Akankah, ini menjadi penyebab orang tua frustasi, atau justru pelecut motivasi.

Ma`idaturrahman Ala AQL Islamic Center

Written By Amoe Hirata on Jumat, 17 Februari 2017 | 14.48

            Saat masih mengenyam pendidikan di Al-Azhar, Kairo, Mesir, ada fenomena menarik setiap kali datang bulan Ramadhan yang menggambarkan betapa dermawannya orang Arab Mesir. Menjelang berbuka, setiap masjid, bahkan tak jarang juga di jalanan, mereka menyiapkan ta’jil (berupa air, kurma bahkan makanan berat seperti nasi dengan aneka lauk ala Mesir) bagi orang yang berpuasa. Kegiatan ini dilakukan secara massif dan kolektif. Budaya tahunan itu populer dengan sebutan “Ma’idaturrahman” yang arti sederhananya “Hidangan dari Allah Yang Maha Pengasih”.

Akhok Vs Ahok

Written By Amoe Hirata on Kamis, 16 Februari 2017 | 10.48

           
“Pentas Pilgup DKI makin seru saja,” tiba-tiba Badar nyeletuk di tengah-tengah cangkrukan pendopo Al-Ikhlas. “Seru apanya Dar, yang benar itu saru (kotor),” Tarmudzi ikut-ikutan menimpali. “Saru piye (kotor gimana) ?” “Saru karena masih ada saja yang culas, curang, ga sportif dalam pemilihannya. Berbagai cara dilakukan untuk memenangkan calonnya,” lanjut Badar.

Pucuk Hayya, Pucuk Hayyi

Written By Amoe Hirata on Rabu, 08 Februari 2017 | 22.32


            Sewaktu aku masih kecil, sekitar kelas 3 MI (Madrasah Ibtidaiyah), ada dua kucing yang aku pelihara bersama adikku. Kucing itu bersaudara kandung. Yang satu berwarna putih berkelamin betina; sedangkan yang satunya berwarna hitam berkelamin jantan. Kucing jantan aku beri nama Pucuk Hayya, dan yang betina diberi bana Pucuk Hayyi.

5C; Kunci Sukses Ala Sarikhuluk

Written By Amoe Hirata on Selasa, 07 Februari 2017 | 14.28


            PADA salah satu acara workshop yang bertema: “Sukses Dunia-Akhirat” yang dilakoni Sarikhuluk di desa Melati, ada seorang tukang becak bertanya: “To the point saja ya Cak. Apa kunci kesuksesan menurut njenengan?”

Sang Singa Mimbar; Penolak Komunisme Menyebar

Written By Amoe Hirata on Senin, 06 Februari 2017 | 11.13

DI kalangan Partai Masyumi, beliau dikenal dengan julukan “Singa Mimbar”. Gelar ini sangat beralasan karena ulama ini mempunyai kecakapan  yang baik dalam beretorika. Sangat fasih dalam berkhutbah. Tak hanya itu, ayah dari Endang Syaifuddin Anshary ini juga dikenal sebagai penulis produktif dan tajam. Hasil buah penanya sudah tertuang di dalam 23 judul buku. Belum lagi tulisan-tulisan lain yang tersebar di berbagai majalah dan surat kabar.

Peran Kebangsaan Ulama

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 04 Februari 2017 | 20.19

KH. Salim sedang menjalankan peran kebangsaan menjadi diplomat Indonesia
            Saya mencoba membayangkan, jika peran ulama pra kemerdekaan hanya berkutat masalah pendidikan, berkecipung pada wacana akademik saja, berkiprah pada ranah transfer ilmu semata, agaknya tidak mungkin kemerdekaan bisa terealisasi.

Sang Guru Ngaji

                        Pertama kali bertatap muka dengan sosok karismatik ini, saat menjadi peserta PKU (Program Kaderisasi Ulama) Gontor 2014/2015. Waktu itu beliau menekankan pentingnya mengetahui positioning kita dalam gerakan dakwah. Sadar posisi akan membantu para dai mendakwahkan Islam secara tepat dan proporsional sesuai dengan kemampuan masing-masing.
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan