Home » , , » Ma`idaturrahman Ala AQL Islamic Center

Ma`idaturrahman Ala AQL Islamic Center

Written By Amoe Hirata on Jumat, 17 Februari 2017 | 14.48

            Saat masih mengenyam pendidikan di Al-Azhar, Kairo, Mesir, ada fenomena menarik setiap kali datang bulan Ramadhan yang menggambarkan betapa dermawannya orang Arab Mesir. Menjelang berbuka, setiap masjid, bahkan tak jarang juga di jalanan, mereka menyiapkan ta’jil (berupa air, kurma bahkan makanan berat seperti nasi dengan aneka lauk ala Mesir) bagi orang yang berpuasa. Kegiatan ini dilakukan secara massif dan kolektif. Budaya tahunan itu populer dengan sebutan “Ma’idaturrahman” yang arti sederhananya “Hidangan dari Allah Yang Maha Pengasih”.
            Secara normatif mungkin bisa digali alasannya. Pertama, orang yang menyiapkan ta’jil bagi orang puasa, akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikit pun pahalanya. Sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الجُهَنِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا»
Dari Zaid bin Khalid al-Juhani ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menyiapkan buka untuk orang yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala sepertinya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala puasanya.” (HR. Tirmidzi).
            Kedua, tradisi memberi atau mentraktir makan adalah salah satu sunnah yang dianjurkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلَامٍ، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ انْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ، وَقِيلَ: قَدِمَ رَ سُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجِئْتُ فِي النَّاسِ لِأَنْظُرَ إِلَيْهِ، فَلَمَّا اسْتَبَنْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ وَكَانَ أَوَّلُ شَيْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ بِسَلَامٍ»
Dari ‘Abdullah bin Salâm, ia berkata: “Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, lalu aku mendatanginya ditengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” (HR. Tirmidzi).
            Pada kedua hadits tersebut, ada pelajaran berharga dari kebiasaan memberi makan ini: Pertama, berpahala. Kedua, menjadi salah satu faktor yang bisa mengantarkan seorang hamba menuju surga dengan selamat. Pada hadits kedua obyeknya tidak disebut. Yang pasti adalah memberi makan, baik orang yang mampu atau pun yang tidak punya. Dari dua alasan ini saja, bisa dilihat betapa mulianya tradisi Ma’idaturrahman ini.
            Ma`idarurrahman ini, bila ditilik dengan baik, bukan sekadar urusan makan  yang menggembirakan hati seseorang. Sebagai suatu tradisi yang lahir dari sumber normatif umat Islam, budaya ini juga mengandung nilai: solidaritas sosial yang dimanifestasikan melalui kegemaran untuk berbagi baik yang punya maupun tidak.
            Dengan kata lain, kebiasaan ini hadir bukan saja untuk memberikan pesan kepada umat Islam untuk menjadi konsumen, tapi juga memantik kesadaran mereka untuk menjadi produsen kebaikan dengan memberikan infaq supaya kegiatan ini tetap berlanjut. Ma’idaturrahman bisa dipakai sebagai sarana dakwah yang bisa membuka pintu hati komunikan dakwah. Untuk urusan makan, siapa pun orangnya tidak akan berselisih karena memang mereka sama-sama butuh makan.
            Saya membayangkan, jika kebiasaan ini bukan saja dilakukan pada bulan Ramadhan, dan itu dibiasakan oleh orang-orang muslim di penjuru dunia pada bulan-bulan lainnya, mungkin tidak akan tersisa lagi orang kelaparan. Jihad bil mal pun akan terserap secara maksimal jika kebiasaan ini sudah menjalar ke setiap masjid.
               Setelah saya masuk AQL Islamic Center, harapan itu rupanya bukanlah utopis. Lembaga yang konsen pada tadabbur Al-Qur`an dan kegiatan sosial ini, ternyata juga memiliki kegiatan Ma'idaturrahman. Bedanya, pada lembaga yang dipimpin oleh Ustadz Bachtiar Nasir ini, Ma’idaturrahman bukan saja diberikan ketika bulan Ramadhan, tapi juga pada hari Senin dan Kamis sepanjang tahun, bahkan setiap selesai shalat Jum’at yang jama’ahnya ratusan orang.
            Kebiasaan ini rupanya –sebagaimana penuturan Jalal, pemuda keren yang aktif dalam DKM AQL- telah berjalan hampir lima tahun, terhitung sejak berdirinya AQL tahun 2012. Artinya, AQL memberikan teladan yang baik dalam urusan Ma’idatur Rahman yang bisa dicontoh oleh lembaga lainnya. Konsistensi Ma’idaturrahman ala AQL ini semoga bisa menjadi pemicu kesadaran umat untuk meningkatkan kembali kesadaran jihad bil mal. Wa akhiru da’wana anilhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan