4 Problem dan 4 Solusi

Written By Amoe Hirata on Kamis, 15 Desember 2016 | 14.42

           
Setiap orang pasti pernah mengalami takut, bersedih, ditipu daya orang, dan (terlalu cinta) dunia. Berikut ini ada empat solusi dari al-Qur`an sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ja’far al-Shadiq, seorang Ahli Bait yang sangat paham dengan rahasia-rahasia al-Qur`an.
            Beliau mengatakan, “Aku heran kepada orang yang takut,” ini adalah problem yang pertama. Solusinya,  “sedang dia tidak berlindung dengan firman Allah subhanahu wata’ala:
حَسۡبُنَا ٱللَّهُ وَنِعۡمَ ٱلۡوَكِيلُ
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung" (QS. Ali Imran [3]: 173).
“Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman setelah ayat ini:
فَٱنقَلَبُواْ بِنِعۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَفَضۡلٖ لَّمۡ يَمۡسَسۡهُمۡ سُوٓءٞ
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, (QS. Ali Imran [3]: 174).”
            “Aku juga heran kepada orang yang berduka [bersedih],” ini problem yang kedua. Solusinya, “sedang ia tidak berlindung dengan firman Allah subhanahu wata’ala berikut:
لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya [21]: 87).
“Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman setelah ayat ini:
فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَنَجَّيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡغَمِّۚ وَكَذَٰلِكَ نُ‍ۨجِي ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anbiya [21]: 88).”
            “Aku juga heran dengan orang yang ditipu daya,” problem yang ketiga. Solusinya,  “sedang ia tidak berlindung dengan firman Allah subhanahu wata’ala:
وَأُفَوِّضُ أَمۡرِيٓ إِلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَصِيرُۢ بِٱلۡعِبَادِ
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ghafir [40]: 44).
“Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman setelah ayat ini:
فَوَقَىٰهُ ٱللَّهُ سَيِّ‍َٔاتِ مَا مَكَرُواْۖ
Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka,” (QS. Ghafir [40]: 45).
“Aku juga heran dengan orang yang mencari dunia dan perhiasannya,” problem yang keempat. Solusinya, “sedang ia tidak berlindung dengan firman Allah subhanahu wata’ala:
مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ
Maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (QS. Al-Kahfi [18]: 39).
“Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman setelah ayat ini:
فَعَسَىٰ رَبِّيٓ أَن يُؤۡتِيَنِ خَيۡرٗا مِّن جَنَّتِكَ
Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari pada kebunmu (ini).” (QS. Al-Kahfi [18]: 40).”

Menangis di Persidangan

Written By Amoe Hirata on Selasa, 13 Desember 2016 | 19.24

SYA'BI meriwayatkan, "Aku pernah menyaksikan Syuraih [dalam satu persidangan]. Ia didatangi oleh seorang wanita yang berseteru dengan seorang lelaki. Kedua matanya pun berlinang air mata. Aku pun berkata kepada [Syuraih], "Wahai Abu Umayyah! Saya kira wanita malang ini terdzalimi'. Syuraih pun menjawab, "Waha Sya'bi, sesungguhnya saudara-saudara yusuf juga menangis (QS. Yusuf [12]: 16) [padahal mereka berbohong]." (Akhbar al-Qudhaat: II/221).

عَن الشعبي قال: شهدت شريحاً وجاءته امرأة تخاصم رجلاً فأرسلت عينيها فبكت فقلت: يا أبا أمية ما أظن هذه البائسة إِلَّا مظلومة؛ فقال: يا شعبي: إن إخوة يوسف: جَاؤُواْ أَبَاهُمْ عِشَاء يَبْكُونَ[يوسف:16[
أخبار القضاة (2/ 221(
Pelajaran:

1. Nangis di persidangan tidak menunjukkan kebenaran
2. Di persidangan butuh bukti bukan baper
3. Yang nangis di persidangan "kayak" cewek
4. Yakin benar harus tegar, bukan perasaan diumbar
5. Hakim yang tidak baperan, tidak akan terpengaruh dengan sebuah "drama" tangisan

Wallahu a'lam

Terus Ajarkan al-Qur`an, Walau Dunia Tak Lagi Perhatian

Written By Amoe Hirata on Rabu, 23 November 2016 | 10.45

PAGI itu hawa terasa sejuk. Rumput-rumput bermesraan dengan embun pagi. Semilir angin menerpa wajah dengan sangat lembut. Suara burung bersahutan menyambut fajar. Suasananya begitu indah memesona. Asri menentram jiwa. Dalam kondisi demikian, di pelataran rumah, terlihat sepasang suami istri sedang menghabiskan waktu bersama-sama. Keduanya merupakan guru ngaji kampung yang tergolong aktif. Di tengah asyiknya bercengkrama, tiba-tiba sang istri bertanya, “Mas bagaimana nanti klo anak kita besar dan melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi? Sang suami menjawab, “Anak-anak kita sudah ditentukan kadar rezekinya oleh Allah subhanahu wata’ala.”
Mendengar jawaban sang suami, istri pun menimpali, "Bagaimana kalau kita berhenti saja menjadi guru ngaji, kita cari pekerjaan lain agar bisa membantu sekolah anak kita?" Sontak saja sang suami menjawab dengan nada yang agak tinggi, “Apa pun yang terjadi kita akan tetap mengajarkan Al-Qur`an, karena ini adalah pekerjaan terbaik menurut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku pernah mendengar riwayat, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur`an serta mengamalkannya.” (HR. Bukhari)
Di sisi lain, Allah subhanahu wata’ala akan memberi yang terbaik untuk kehidupan kita. Seandainya di muka bumi tidak ada seorang pun yang perhatian terhadap al-Qur`an, maka kita berkewajiban mengajarkan al-Qur`an.” Mendengar pemaparan tegas sang suami, istri pun terdiam seketika dan meminta maaf atas kekhilafannya.
Mudah-mudahan dialog sepasang suami istri ini bisa menjadi pelajaran bagi kita yang futur (loyo setelah semangat) dari perjuangan lalu bangkit dan berjuang bersama al-Qur`an. Sebab, banyaknya harta dan honor yang didapatkan oleh seseorang  tidak menjamin baiknya generasi atau keturunannya, tapi yang menjadikan dia baik dan mulia adalah ketika dia menekuni setiap pekerjaan yang menurut Allah subhanahu wata’ala baik yang dalam hal ini ialah mempelajari dan mengajarkan al-Qur`an.
Bukankah tujuan manusia diciptakan oleh Allah untuk ibadah (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56) dan bukankah ibadah itu adalah bagaimana membuat Allah itu senang? Kalau engkau membiasakan diri bersama al-Qur`an serta membelanya, maka engkau akan disenangi oleh Allah subhanahu wata’ala. Jika engkau disenangi oleh Allah subhanahu wata’ala, maka apa pun yang engkau minta, akan diberi oleh-Nya. Jangankan harta, dunia dan isinya akan diberikan sekiranya Dia menghendaki. Oleh karena itu, terus ajarkan al-Qur`an, walau dunia tak lagi perhatian!. Wallahu a’lam. (Tulisan Sahabat: Ihsan Farid)

Cinta di Atas Cinta

Written By Amoe Hirata on Senin, 07 November 2016 | 14.14

           
PADA suatu malam, di bumi hijrah, seorang wanita terbangun dari tidurnya. Ia sangat khawatir dan cemas. Baru saja mimpi buruk menderanya. Dalam mimpi ia melihat, suami yang dicintai selama ini, tenggelam ke dalam lautan yang sangat dalam. Kondisinya sangat memprihatinkan. Air mata pun tak terbendung membasahi pipinya. Ada apa gerangan yang akan terjadi dengan suami tersayang yang sama-sama hijrah dalam ikatan cinta.

Aksi 411

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 05 November 2016 | 13.55

BADRUDIN (biasa dipanggil Brodin) tergopoh-gopoh mendatangi pendopo Al-Ikhlas. Dari raut wajahnya tersirat keinginan untuk mengkhabarkan sesuatu. Momennya pas ada Sarikhluluk sedang kumpul dengan para sahabatnya. Padahal sudah beberapa bulan Sarikhuluk tak diketahui rimbanya. Sesampainya di lokasi, Brodin pun mulai bercerita, “Cak apa yang aku alami pas ikut demo damai di Jakarta Jum’at lalu sungguh fenomenal.”
            “Fenomenal  piye?” tanya Sarikhuluk. “Ada beberapa tanda-tanda alam kalau aksi ini diridhai oleh Allah,” ia terus berkata sambil menggerai rambut panjangnya, “aku sendiri merasakan atmosfirnya Cak, sungguh dahsyat dan mencengangkan.” “Tunggu dulu, biar penjelasanmu tidak meluas ke mana-mana dan bisa dimengerti konco-konco (kawan-kawan), maka jelasin dulu mengenai tanda-tanda alamnya.”
            “Pertama, sebelum demo berlangsung, kondisi di Jakarta Pusat terlihat mendung sekali. Menurut perkiraan cuaca pun hari itu akan turun hujan. Ndilalah pas aksi demo damai sudah dimulai sampai malam, bahkan hari berikutnya tidak turun hujan sama sekali, yang ada hanya mendung,” jawab Brodin dengan mimik meyakinkan.
            “Terus apa lagi?” tanya Paimen. “Kedua, dari angkanya kok ya pas gitu,” Brodin memulai. “Pas gimana?” tanya Paidi. “Yang didustakan kan Surah al-Maidah ayat 51, nah kalau kita tambah angka tanggal, bulan dan tahun, mala hasilnya 51. 4+11+20+16= 51,”jawabnya bersemangat.
            “Ketiga, kalau dirangkai angka tanggal dan bulan, ternyata itu menunjukkan kata lillah dalam bahasa Arab artinya karena Allah. Coba lihat kata berikut: 411 kan mirip dengan لِلَّهِ. Aku semakin yakin bahwa demo ini diridhai Allah.” “Masih ada lagi?” tanya Sugimen. “Keempat, ada yang sempat memotret fenomena lafal Allah baik di atas awan atau dalam kerumunan massa.”
            Sambil menyeruput kopi pahit sejenak kemudian ia melanjutkan, “Kelima, aku benar-benar merasakan kebangkitan umat. Bayangkan! Belum pernah ada sepanjang sejarah Indonesia, umat Islam dengan latar kelompok yang berbeda (ormas, agamis, nasionalis dll), bisa bersama-sama dalam satu arena perjuangan untuk menggapai misi yang sama, yaitu: berjuang untuk menegakkan keadilan bagi penista al-Qur`an. Aku pernah mendengar ada hadits nabi Cak, katanya umat ini tidak akan berkumpul dalam kesesatan. Apa lagi jumlahnya ditaksir dari 100 ribu hingga 1 bahkan 2 jutaan.”
            “Ilmu othak-athek gathok-mu lumayan juga Den. Sebelum aku memberi tanggapan, mungkin ada di antara kawan-kawan pendopo al-Ikhlash yang mau menanggapi?” tanya Sarikhuluk kepada para sahabatnya yang sedang duduk bareng di Pendopo.
            “Untuk menentukan aksi itu diridhai atau tidak menurutku tak cukup dengan pendekatan seperti itu. Kalau itu dijadikan acuan, maka akan sangat relatif dan gampang dipatahkan,” ujar Salamudin yang mulai menganalis bak seorang filsuf, “Pertama, mendung kan ga mesti hujan. Lagi pula yang menentukan hujan kan bukan ahli perkiraan cuaca. Kedua, penjumblahan 4+11+20+16= 51, akan mudah dibantah dengan hitungan demikian 4+11+2016= 2031. Itu baru tambahan, apa lagi kalau dikali, dibagi atau dikurangi, pasti akan ada hasil yang jauh berbeda.”
            Setelah memakan ubi jalar, Salamudin melanjutkan analisisnya, “Ketiga, demikian juga penggabungan tanggal dan bulan menjadi 411. Siapa yang harus menentukan seperti itu, kalau dibalik kan jadinya seperti ini 114. Belum lagi kalau ditambah tahun jadi seperti ini 4112016. Kan jadi melebar. Keempat, memotret fenomena Allah ini juga sangat relatif, ditinjau dari sudut dan jarak pandang. Kalau keduanya melihat dari titik berbeda, maka hasilnya pun akan beda.”
            “Terakhir, setahuku untuk menentukan diridhai atau tidak bukan sekadar banyaknya yang berkumpul. Buat apa banyak berkumpul kalau yang berkumpul berkualitas seperti buih? Belum lagi riwayat yang kamu bawakan tadi setahuku –waktu masih nyantri dulu- haditsnya dha’if (lemah). Maka alasan yang kamu sampaikan mengenai fenomena dahsyat dalam aksi damai 411 itu masih lemah menurutku.”
            Paijo tak mau kalah berkomentar, “Kalau aku tidak mau melihat ke arah itu. Bagiku itu masih superfisial. Masih dalam tataran kulit, belum menjangkau subtansi isi permasalahannya. Kan intinya ada: pelaku dan aksi demo damai, penista agama, dan penistaan al-Qur`an.”
            “Demo adalah akibat, sebabnya adalah penistaan 51 yang dilakukan oleh Pak Bas. Yang menjadi pikiranku, dibilang aksi damai tapi kok malamnya rusuh. Antar internal umat pun berselisih paham mengenai kata auliya. Belum lagi Ahok kan sudah minta maaf. Dalam Islam kan kalau ada orang yang minta maaf, harus dimaafkan. Nabi saja dulu mencegah malaikat yang akan menghancurkan penduduk Thaif dengan dua gunung akibat menyakiti nabi. Pada Fath Mekah pun beliau memaafkan musuh-musuhnya. Dari sisi ini aku melihat ada kejanggalan dalam aksi “semi-damai” tersebut.”
            Mendengar analisis Paijo, Badrudin pun naik pitam, “Pengamatanmu sungguh lemah dan kurang data Jo. Kamu tahu ga, kenapa aksi damai jadi rusuh? Itu karena ada yang memprovokasi dan penyusup. Kalau ga percaya aku membawa bukti videonya, di dunia maya pun sudah tersebar bukti itu. Terus, mengenai perbedaan paham Surah Al-Ma`idah 51 yang kata kamu multi tafsir, sangat tidak tepat”
Sambil mengelus dada ia melanjutkan,  “Pertama, ayat 51 adalah bagian dari ayat muhkam artinya jelas dan tidak ada perlu ditafsir. Kata auliya memang ada berarti teman setia, penolong, pelindung, sampai pemimpin. Logikanya begini, menjadikan teman setia saja tidak boleh, apa lagi pemimpin. Kan ada kaidah dalam ilmu tafsir: Yang teranggap adalah keumuman lafadz, bukan khususnya sebab. Belum lagi MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa si Pak Bas telah menista agama. Pak Bas pun sebelum kasus ini telah banyak menyakita umat Islam dengan kepongahan dan kelancangannya ikut campur membicarakan urusan agama lain.”
“Lagian, kata-kata Pak Bas kan jelas ‘Dibohongi pakai Al-Ma`idah: 51’ Artinya, baik disisipin kata “pakai” atau tidak, tetap saja menistakan al-Qur`an. Contoh kecilnya gini Jo: Kamu mau dilempar batu atau dilempar pakai batu?” “Ya, ga mau lah, sama-sama benjut,” timpal Paijo. “Makanya, jelas apa yang diungkapkan Pak Bas adalah penistaan. Kalau dibohongi pakai: yang dihina nabi, ulama, bahkan akhirnya nyerempet Allah juga. Sedangkan kalau dibohongi saja, maka yang dihina adalah Allah.
Paimen yang dikenal sok menjadi pengamat politik dalam negeri maupu luar negeri mengeluarkan statemen menariknya, “Aku melihatnya dengan cara pandang yang lebih makro,” paparnya dengan gaya pengamat politik andal. “Makra, makro, guayamu ndol,” timpal Syahidan sambil nyengir kuda. “Aku serius,” jawab Paimen, “sebenarnya ini ngeri-ngeri sedap untuk dibicarakan, tapi sebagai jaga-jaga dan wawasan untuk kita, maka pandangan ini perlu aku sampaikan.”
Pertama, aksi ini menurutku murni skenario Allah. Tidak mungkin orang yang katanya jutaan dengan biaya sendiri-sendiri bisa kompak ngumpul jadi satu di Jakarta. Tidak mungkin partai politik mampu menggerakkan masa sebanyak itu di sepanjang sejarah. Karena kalau dikalkulasi jumlah biayanya tentu sangat mahal. Kedua, Pak Bas, Pak Jo dan Nek Me itu konon cuman pion dalam sindikasi penjajahan asing dan aseng ke Indonesia. Rojo (raja) nya siapa lagi kalau bukan komunisme dan kapitaliseme. Makanya aku tidak heran mengapa Pak Bas sangat susah dipidana, walau banyak kasus mendera, ya karena memang bekingnya sangat kuat, para taipan ada di belakangnya.”
“Aku denger kabar, setelah sindikasi asing berhasil memecah belah Uni Sovyet, Balkanisasi, Arab Spring, sekarang yang mau dihancurkan dan dirampok adalah Indonesia dengan cara mengadu domba umat Islam dan Indonesia. Bangsa Indonesia boleh hidup di kampung sendiri, tapi yang megang kendali tetap mereka. ”
Ketiga, aksi ini semacam –menurutku lo ya- persembahan dari Allah untuk umat Islam Indonesia secara khusus, dan bangsa Indonesia secara umum, untuk memberi peringatan bahwa ada musuh yang bermain di balik layar, dan mereka perlu diperingatan. Sebab, kalau mereka dibiarkan rakus mencaplok kekayaan Indonesia, maka kehancuranlah yang terjadi,” pungkas Paimen.
“Serem juga ya kalau mendengar pandangan Paimen,” tukas Kardiman yang sejak tadi asyik menyimak. “Masih ada lagi apa tidak pandangan-pandangan lain?” tanya Sarikhuluk kepada para sahabatnya yang waktu itu ada 8 orang. “Gak ada Cak, silakan sekarang giliran njenengan memberi resume dan pandangan yang bisa mencerahkan kami,” jawab Paijo mewakili teman yang lain.
“Baiklah. Untuk menyikapi masalah ini, ada dua cara pandang yang ingin aku tawarkan: Pertama, pendekatan ‘’ilmu, ‘ain dan haqqul yaqin. Kedua, ulil abshar, ilmi, nuha, albab dan dzi hijr.” Sarikhuluk mengawali pandangannya sambil berhenti sebentar menikmati kopi luwak.
“Kalau didekati dengan cara pandang pertama, maka harus dikalkulasi dan di perjelas akurasi persoalannya. Mana yang masuk ‘ilmul yaqin, ‘ainal yaqin dan haqqul yaqin.
“Kalau yang menjadi poros gerak umat adalah ’ilmu yaqin (masih dalam tataran teoritik kelimuan), maka sangat rawan dan sangat susah untuk menyukseskan perjuangan 411. Masalahnya, yang dominan di sini baru asumsi, subyektivitas, dan relatifitas pandangan sehingga amat mudah dipatahkan musuh.”
“Sedangkan jika yang jadi pijakan adalah ‘ainul yaqin (dalam tataran melihat realitas dengan mata kepala sendiri) maka di sini masih lumayan. Artinya memang fakta bahwa penistaan itu memang ada. Namun, betapa pun fakta terlihat, maka tetap terbatas jangkauannya. Perlu ada penelitian yang mendalam.”
“Artinya, ini pun masih belum cukup. Perlu ada pendekatan terakhir, yaitu: haqqul yaqin, artinya fakta memang ada, penelitian sudah dilangsungkan secara saksama, dan memang yang dilakukan Pak Bas benar-benar menista agama. Kalau sudah demikian, maka perjuangan 411, memang tepat momentumnya. Kalau perjuangan 411 memang sudah maksimal di haqqul yaqin-nya, maka secara pribadi aku ada saran: bagi yang tidak setuju jangan memperkeruh suasana dengan menggembosi dan mencela; sedangkan yang setuju tetap luruskan niat dalam  perjuangan  serta hati-hati ada yang menunggangi dan memecah belah umat. Kemudian ingatlah, ini bukan perjuangan puncak, masih dibutuhkan nafas panjang untuk perjuangan-perjuangan selanjutnya demi keutuhan umat Islam dan bangsa Indonesia.”
“Pendekatan kedua lebih subtansial. Pertama, ulil abshar memandang peristiwa 411 hanya dari sisi simbolik dan hitung-hitungan materil-kuantitatif. Apa yang diceritakan Brodin tadi adalah bagian dari ini. Kedua, ulin nuha, yang memandang peristiwa dari sisi lebih dalam yaitu mengetahui secara detail sebab dan akibatnya. Sehingga mampu memetakan persoalan berikut solusi dan strategi-strateginya.”
Ketiga, ulil albab, sudah masuk dalam subtansi permasalahan sebagaimana yang dikemukakan Paimen. Cuma ketiga cara tersebut harus dikuatkan dengan pendekatan keempat, yaitu: dzu hijr (batasan-batasan yang jelas sehingga tidak salah dalam menentukan keputusan). Untuk melihat aksi 411, menurutku KALAU sudah sampai pada level ketiga dan diperkuat dengan level keempat, aku pikir wajib untuk didukung. Ini baru langkah pertama perjuangan, masih ada langkah-langkah selanjutnya yang harus dipersiapkan.”

Quote Hari Bela Al-Qur`an

Written By Amoe Hirata on Jumat, 04 November 2016 | 19.19

Pada Jum’at yg penuh berkah, akan jadi saksi sejarah, bagi siapa saja yg menista kitab suci. Umat Islam Indonesia, bersama-sama demo damai memprotes penista.

Melalui Al-Maidah lima satu, Allah akan buat sosok pongah jadi tahu. Akibat kata-kata tak terjaga, kesombongan hanya mengundang bahaya.

Inilah akibat ketika hati tak beriman, tapi lancang memaknai Quran. Mulutmu haraimaumu, kata jorok kan menderamu.

Kata-kata jorok, bersumber dari hati berborok, kata bersih bersumber dr hati jernih . Jangan mempolitisir kitab suci, untuk memenuhi target pilgub DKI.

Allah Maha Tahu, yang sombong pasti berlalu, yang rendah hati pasti melaju. Para pembela penista tidak terima, junjungannya kan dipidana.

Fitnah-fitnah pun dilancarkan, aksi damai dituduh berbiaya milyaran. Aksi damai dianggap radikal, penista Quran dibilang normal.

KTP tertulis Islam, tapi bela Quran tak diupayakan. Kemana ghirah yang kau punya, ketika Quran dinista?  Dimana iman bersemayam, ketika kepada penista kamu bungkam? Tidakkah hati sakit, ketika kitab sucimu diungkit?  Hanya penguasa bandit, yg suka berkelit.

Silakan minta maaf, karena kami pemaaf, tapi hukum berjalan tetap. Tak ada yang kebal hukum, yg salah harus dihukum. Hukum harus tegas, tidak tajam ke bawah tumpul ke atas.

Peristiwa monomental ini, akan menjadi pelajaran bagi siapa saja yg menista kitab suci.
Ada beberapa pantun yang cocok menggambarkan peristiwa ini: “Buah semangka buah rambutan, penista agama harus ditahan.”  “Pergi ke istana negara jalan kaki, penista agama harus diadili.”

Banyak yg berusaha menggembosi, aksi damai dengan rasa dengki. Ingatlah! Yg haq pasti menang, yang bathil pasti terbuang.

Baru satu ayat yang dinista, ratusan ribu umat Islam bisa marah seketika. Menista satu ayat Quran, bagai membangunkan tidur sang macan.

Inilah akibat dari hati tak beriman, tapi lancang memaknai Quran. Bagaimana jika, yang dinista adalah semua ayat, maka nasibmu bisa tamat.

Indonesia negeri damai, jangan dibiarkan rusuh hanya karena seorang lalai. Umat Islam sangat toleran, tapi jika keyakinan mereka diusik, sedikit pun tak kan dibiarkan.

Ada pantun lagi: “Naik odong-odong di kampung Rambutan, hanya orang tukang bohong yang suka menistakan.”

Jadikan hari bela quran, sebagai momentum persatuan. Tidak mungkin ratusan ribu orang datang, kalau hanya karena lembaran uang.

Bagaimana engkau akan selamat di akhirat, ketika Quran dinista tak ada yg diperbuat?   Siapa saja yg menista quran, tak layak jadi panutan.

Kalau engkau tidak setuju dengan aksi damai,  lalu dengan apa kau junjung negeri ini. Hidup ini pilihan, mau membela Quran atau mendukung penistaan.

Kalau hari ini kamu diam ketika Quran dinista, kedepan akan lebih banyak meremehkan. Kamu mau hidup mulia membela Quran, atau hidup hina menista Quran? 

Jangan sia-siakan, momentum langka membela Quran. Ada pantun: “Menikmati ketan sambil menenggak teh moci, bagi penista Quran layak dibui.” 

Ini adalah saat yang tepat, untuk menjadikan Quran sebagai syafaat. Nyalakan Quran dalam hatimu, maka kegelapan akan menjauhimu. Quran adalah pembeda: antara mu’min, fasiq, fajir, munafiq dan kafir. Lalu di mana posisimu?  Jika kelak di akhirat mau dibela Qur`an, maka sekarang belalah Qur`an.

Kami ke sini bukan untuk mencari materi, kami sangat tersinggung jika Qur`an dinodai. Sangat lucu jika mengaku beragama Islam, tapi ketika Qur`an dinista hanya diam.
Membela Qur`an ketika dinistakan, adalah bentuk riil tadabbur Qur`an di lapangan. Jika ingin lebih dekat dengan Qur`an, maka jangan diam ketika Qur`an dinistakan.


Kegigihan Tikus

Written By Amoe Hirata on Selasa, 25 Oktober 2016 | 12.47

            
SIANG hari, dari lubang kecil tembok kayu triplek kos-kosan, keluarlah satu tikus untuk mengais rezeki di dalamnya. Agak geli juga rasanya. Aku kejar, aku gertak, nyalinya pun ciut kemudian dengan terbirit-birit memasuki lubang kecil yang dibuatnya.

Lupakan Mantan dan Tatap Masa Depan!

Written By Amoe Hirata on Senin, 24 Oktober 2016 | 10.28

“MAY…!” Teriak Lili. Menggedor – gedor pintu.
“Tante, yakin May ada di dalam?” Tanya Lili membelalakkan matanya.
Tuh anak belum keluar sejak pagi tadi!” Jawab Tante Eni.
“Duh, kamu bikin Tante takut.” Tante Eni tambah gusar berujung panik.
Lho? Kok aku sih Tan,” Protes Lili. Tante Eni diam. Wajahnya berubah pucat bercampur cemas. Kemudian keduanya kompak menggebuk pintu kamar May.

Mau Pasangan Ideal? Sadar Diri Dong!

Written By Amoe Hirata on Minggu, 23 Oktober 2016 | 14.47

“ANA siap menikah!” kata Hafiz mantap. Salim mengamini dan menimpali alhamdulillah.
“Antum sudah punya calonnya akhi?” ditanya demikian Hafiz malah cengar-cengir, membuat Salim penasaran dan mencoba menebak arah pembicaraan ini.

Petualangan Pela-Pela [Bagian: I]




BAJILO (Bajing Loncat Cilik) banyak dijumpai di jalur lintas polisi seperti jalur Pantura dan Cikampek yang menghubungkan antara Jakarta dan kota-kota lain di pulau Jawa,” Sari berlagak, membaca keras-keras dengan intonasi suara tertata dari koran lampu merah yang dipegangnya. Memecah kesunyian dalam kediaman yang lain. Tia, Kristin dan Yuke. Sari meniru pembawa berita, serupa mimik wajah dan gaya, sedikit dibuat-buat tapi tidak begitu buruk bila dimaksudkan untuk sekedar menghibur, Yuke mendelik ke arah Sari, tatapan sinis di matanya yang sipit seolah berkata ‘berisik!’. 

Mengetuk Pintu Surga Mertua

Written By Amoe Hirata on Jumat, 21 Oktober 2016 | 05.22

Untung mertua gue udah mati. Jadi gak ribet deh.” “Istighfar Re!” Ami menepuk pundak Rere, sedikit mengagetkan dan membuat Rere segera berujar Astagfirullah.
            “Maksud gue gak sekasar itu. Abis ngedenger ceritanya si Wilda dan mertuanya kaya serem banget,” Kata Rere membela. Wajah Wilda berubah masam dan Rere segera meminta maaf sekiranya ucapannya yang keceplosan itu tidak berkenan di hati Wilda.
            Pagi menjelang siang hari ini mereka sedang duduk-duduk santai di pelataran TK. Matahari menunggu buah hati mereka selesai belajar. Dan sebagaimana ketika ibu-ibu sedang kumpul ada sajalah yang mereka bicarakan. Dimulai dari Wilda yang mengeluhkan kondisi dirinya yang selalu diatur oleh sang ibu mertua.
            “Tapi emang bener serem sih, bayangin aja udah 5 tahun gue nikah dari urusan gue masak apa hari ini buat suami sama anak gue mertua selalu ngatur. Itu baru urusan dapur belum lagi kalau gue lagi ada masalah sama Mas Pram, Mama mertua lebih ikut campur lagi dan pastinya lebih ngebela anaknya ketimbang gue.”

Dua Generasi Pembebas Palestina III

Written By Amoe Hirata on Rabu, 19 Oktober 2016 | 11.16

Dr. Majid Al-Kilani mengatakan dalam bukunya (Hakadza dhahara jīlu shalāhuddin wa hakadza ‘ādat al-Qusd), di dunia Barat jika orang merasa gagal, maka dia melakukan bunuh diri (istilahnya: intahara nafsan). Sedangkan dalam tubuh umat Islam, jika merasa gagal tidak melakukan bunuh diri, tapi membunuh fungsi sosial (istilahnya: intahara ijtima’iyyan).

Dua Generasi Pembebas Palestina II

Written By Amoe Hirata on Senin, 17 Oktober 2016 | 15.00

SETELAH menjelaskan secara singkat tentang judul, tibalah saatnya kepada permasalahan inti. Ada dua generasi yang tercatat dalam gelanggang sejarah umat Islam sebagai pejuang pembebasan Palestina: Pertama: Generasi sahabat. Kedua: Nuruddin Zanki dan Shalahuddin al-Ayyubi.

Dua Generasi Pembebas Palestina I

            Hari Ahad, bakda shalat Dzuhur (16/10/2016), aku berkesempatan menghadiri acara yang dihelat SOA (Spirit of Aqsha) mengenai pembebasan Palestina. Kali ini, yang didapuk menjadi presentator adalah Ustadz. Asep Sobari, Lc (Pimpinan Sirah Community Indonesia).
            Tema yang diangkat cukup menarik, “Dua Generasi Pembebas Palestina.” Menarik karena, dari judul ini audiens akan dibuat penasaran mengenai karakteristik dari dua generasi  yang sama-sama memiliki konsentrasi dalam pembebasan Palestina.

Nusran Wahid; Gagal Paham Hadits [Bagian: II]

Written By Amoe Hirata on Kamis, 13 Oktober 2016 | 14.10

Ketiga, secara pemahaman, ini sangat tidak tepat jika digunakan untuk menafikan keputusan MUI mengenai penistaan agama. Pasalnya, generasi terbaik memang ada tiga generasi secara kolektif yaitu pada masa nabi, sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Meski demikian, tidak menafikan kebenaran ulama setelahnya sebagai pewaris para nabi. Dalam hadits diriwayatkan:
إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ
Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang diwariskan mereka adalah ilmu.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi). Kalau sekiranya al-Qur`an hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui makna al-Qur’an, maka akan sia-sia hadits ini yang menyatakan bahwa ulama pewaris para nabi. Justru hadits ini menunjukkan bahwa ulama juga bisa memahami ayat-ayat al-Qur`an, karena mereka adalah pewaris ilmu para nabi.

Nusran Wahid; Gagal Paham Hadits [Bagian: I]

Written By Amoe Hirata on Rabu, 12 Oktober 2016 | 07.00

            

ADA argumentasi menarik untuk dikritisi yang dipaparkan Nusran Wahid pada acara ILC (11/10/2016) ketika membela Basuki Cahaya Purnama.  Politisi Golkar yang kerap menimbulkan kontroversi ini menyitir hadits nabi untuk mematahkan pernyataan MUI yang memutuskan Ahok telah menista agama.

Rumput Hijau Tetangga

Written By Amoe Hirata on Senin, 10 Oktober 2016 | 13.47

“Kok rumput tetangga terlihat lebih hijau ya pak?” Tanya ibu Upi kepada suaminya
“Ah, masa sih bu?” Pak Karman melirik ke halaman tetangga sebelah selatan rumahnya sebentar kemudian melanjutkan aktivitasnya membaca koran.
            “Sama-sama rumput bu,” selorohnya

5 Tips Menjadi Penulis Andal Ala Al-Qur`an

Written By Amoe Hirata on Rabu, 14 September 2016 | 13.40


AL-QUR`AN -sejak lebih dari empat belas abad silam- yang dijamin “tidak ada keraguan sedikit pun di dalamnya” (QS. Al-Baqarah [2] : 2), ternyata juga mengandung inspirasi bagi dunia kepenulisan. Perhatikan dengan seksama wahyu yang pertama kali turun berikut:
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١  خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢  ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣  ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5).
            Dari ayat di atas, paling tidak ada lima unsur yang sangat penting dalam dunia kepenulisan ala al-Qur`an: perintah membaca, motif membaca, bacaan, qalam (media penulisan) dan guru.
Pertama, perintah membaca. Kenapa perintah membaca disebutkan lebih banyak dari qalam (pena) ?, menurut pikiran saya karena: orang tidak akan bisa melahirkan tulisan yang baik jika tak rajin membaca. Karenanya, “Perbanyaklah membaca jika ingin menjadi penulis yang bagus!”
Dalam al-Qur’an ada dua kosa kata unik terkait membaca. 1. Qiraah. Kalau dilihat dari akar katanya berasal dari kata qar`u yang berarti mengumpulkan. Jadi, di situ ada proses untuk berpikir. Karena berpikir adalah proses mengumpulkan realitas untuk mendapatkan klonkusi terbaik. Dengan kata lain, fungsi iqra  di sini adalah bacaan yang diiringi proses berpikir, nalar intelektual. 2. Tilawah. Berasal dari akar kata tala-yatlu-tilawah-tali, artinya berikut. Artinya, bacaan yang disertai aksi atau amal praktis.
Kedua, motif membaca. Setelah obyek tidak dirinci, motifnya pun disebutkah harus jelas: yaitu karena  atau dimulai dengan nama Allah subhanahu wata’ala.
Ternyata, tidak cukup sekadar membaca. Bacaan harus disertai bismi rabbik, dengan nama atau karena Rabb semata. Jadi, membaca harus jelas niatnya dari awal. Orang membaca itu tujuannya hanya karena Allah, bukan karena siapa pun.
Tidak mengherankan jika tulisan-tulisan ulama di masa lampau bisa sampai kepada kita, lantaran motivasi mereka menulis adalah karena Allah subahanahu wata’ala. Bayangkan, Imam Bukhari, untuk menulis hadits shahihnya, harus melakukan shalat 2 rakaat terlebih dahulu supaya menjaga niat daalam penulisan.
Ketiga, obyek bacaan. Uniknya, perintah membaca –sebagaimana surah al-`Alaq- seharusnya ada yang harus dibaca. Tapi pada ayat ini obyek bacaannya tidak disebut. Ini mengindikasikan bahwa sumber bacaan sangatlah luas. Bisa ayat kauniyah (alam) maupun quraniyah (al-Qur`an).
Ada beberapa idiom yang digunakan untuk menjelaskan obyek bacaan. Di ayat lain misalnya disebutkan:
{فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ} [المزمل: 20]
Bacalah apa yang mudah dari al-Qur`an!” (QS. Al-Muzammil [73] : 20). Obyek qiraah  di sini adalah al-Qur`an. Di ayat lain disebtkan:
{اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا} [الإسراء: 14]
Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al-Isra [17] : 14). Di ayat ini obyek qiraah adalah kitab. Dikuatkan dengan ayat lain:
{فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ } [الحاقة: 19]
Adapun orang yang diberikan kitabnya di tangan kanannya, maka ia berkata, “bacalah kitab ini!” (QS. Al-Haqqah [69] : 19). Dari ayat ini, obyek yang dibaca adalah kitab.
            Sedangkan tilawah obyek bacaannya bisa berupa ayat-ayat al-Qur`an maupun ayat kauniyah dan diri manusia sendiri. Sebagaimana ayat berikut:
{ سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ} [فصلت: 53]
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.” (QS. Al-Fushshilat [41] : 53).
            Yang menarik dari kata perintah tilawah dalam al-Qur`an diiringi dengan ungkapan naba (berita besar) dan ada pula yang wahyu. Coba dilihat ayat-ayat berikut: QS. Al-Ma`idah [5]: 27, Al-A'Raf [7] : 175, Yunus [10] : 71, Al-Kahfi [18] : 27 dan QS. Asy-Syu'ara [26] : 69. Artinya, obyek bacaan seharusnya berkualitas, bukan bacaan yang tak bermutu.
            Keempat,  al-qalam (pena). Adapun pena, adalah simbol bagi alat penulisan. Betapa pun aktivitas membaca, motif dan obyek bacaan sangat penting, ketiganya akan lenyap begitu saja tanpa ada yang mengabadikannya. Dengan qalam (menulis),  ide-ide besar yang didapat dari membaca akan ada jejaknya sehingga pesannya bisa dinikmati oleh generasi berikutnya.
Kata qalam dalam al-Qur`an disebut sebanya tiga kali: di Surah Luqman, al-Qalam, dan al-`Alaq. Fungsi pena sendiri, di dalam al-Qur`an dijelaskan:
{ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ} [القلم: 1]
Nun. Demi qalam dan apa yang ditulis.” (QS. Al-Qalam [68] : 1). Pena adalah simbol untuk alat kepenulisan. Karenanya di ayat lain ada ungkapan kitab mastur yaitu kitab yang tertulis (QS. Ath-Thur [52] : 2).
Di ayat lain ada narasi yang sangat indah diungkapkan al-Qur`an:
{وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ} [لقمان: 27]
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman [31] : 27). Yang dijelaskan dengan ayat lain yang semakna:
{قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا} [الكهف: 109]
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi [18] : 109). Begitu luasnya kalimat Allah sehingga jika semua hutan di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tintanya, maka akan habas sebelum selesai menuliskannya.
            Jadi, qalam atau pena ini adalah inspirasi dari al-Qur`an mengenai pentingnya kepenulisan. Kitab di  Lauhil Mahfudh (QS. Al-Buruj [85] : 22) adalah bukti adanya proses kepenulisan. Begitu detailnya catatan yang tersimpan di dalamnya, sampai-sampai al-Qur`an menggambarkan:
{وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ} [الأنعام: 59]
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al-An’am [6] : 59). Bahkan, Allah subhanahu wata’ala menugaskan malaikat khusus Raqib dan Atid untuk mencatat amalan hambanya (QS. Qaf [50] : 18).
            Intinya, menulis butuh media. Alat seperti qalam berfungsi sebagai media untuk menulis, demikian juga misalnya lauh, shuhuf (lembaran-lebaran) dan kertas (QS. Al-An’am [6] : 7)  adalah bagian dari media menulis.
            Kelima, mu`allim, guru. Fungsi guru adalah mengajarkan kita ilmu agar terhindar dari kesalahan dan mendapat kualitas tulisan yang baik sehingga pesan yang disampaikan bisa sampai kepada pembaca. Tanpa adanya guru pembimbing, besar kemungkinan bacaan dan penulisan seseorang mengalami kesalahan.
Dalam al-Qur’an guru utama adalah Allah subhanahu wata’ala. Allah telah mengajarkan manusia melalui perantara qalam dari yang tidak tahu menjadi tahu (QS. Al-‘Alaq [96] : 4, 5). Allah pulalah yang mengajarkan al-Qur’an dan mengajarkan artikulasinya (QS. Ar-Rahman [55] : 2 dan 4). Bahkan, Nabi Adam pun, sejak awal diajari asma (nama-nama) semuanya (QS. Al-Baqarah [2] : 31).
            Allahlah mu’allim sejati. Dari-Nya lahir banyak inspirasi. Adanya Nabi, serta ulama-ulama sepeninggal nabi, serta orang-orang yang ahli di dalam bidanhnya, juga berperan sebagai guru yang bisa mengarahkan dan membimbing bacaan dan kepenulisan sesuai petunjuk Allah subhanahu wata’ala.

            Sebagai penutup, dapat disimpulkan: Jika ingin menjadi penulis muslim yang bagus sesuai petunjuk al-Qur’an, maka: motifnya harus karena Allah subhanahu wata’ala, sering membaca, bacaannya luas dan berkualitas, rajin menulis, dan memiliki guru atau pembimbing. Wallahu a’lam.

Mujahid Via Qalam

Written By Amoe Hirata on Senin, 22 Agustus 2016 | 14.22

JIHAD via qalam (pena, tulisan) adalah bagian penting yang turut mewarnai dinamika perjuangan Ulama. Di sepanjang sejarah, ada banyak contoh yang membuktikan bahwa mereka adalah seorang mujahid (pejuang) yang sangat intens dalam bidang ini.  Ibnu Jarir At-Thabari misalnya, selain lisan, beliau juga sangat aktif dalam berjihad via tulisan. Hal ini bisa dilihat dari produktivitasnya dalam menulis buku.  Menurut catatan sejarah, bila semua karangannya dikalkulasikan, berjumlah 358 ribu lembar. Ini berarti  dalam sehari ia mampu menulis sebanyak 40 lembar (Abdu al-Fattah Abu Ghuddah, Qīmatu al-Zaman `Inda al-`Ulamā, 43).
Contoh lain yang tidak kalah menarik, Imam Ibnu Jauzi, ulama bermadzah Hanbali ini juga berjihad dalam bidang tulisan. Abdu al-Fattah dalam bukunya menyebutkan bahwa beliau meninggalkan karya sebanyak lima ratus buku (Qīmatu al-Zaman, 56). Bahkan ada yang sangat mengharukan. Syekh Abu Bakar al-Bāqalāni tidak tidur sebelum menulis  35 lembar per-hari (Qīmatu al-Zaman, 86). Ini berarti semangat jihad ulama dalam bidang tulisan tidak diragukan lagi.
Ulama lain seperti Imam al-Gazhali, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziah, al-Hafidh Ibnu Katsir, Imam al-Dzahabi, Imam al-Suyuthi dan lain sebagainya adalah ulama-ulama yang turut serta meramaikan jagad sejarah jihad umat Islam via tulisan.
Dalam negeri pun, ada banyak  ulama yang berjihad via tulisan. Sebagai contoh - tanpa bermaksud membatasi – misalnya KH. Agus Salim, A. Hassan, M. Natsir dan Buya Hamka. Dalam buku yang berjudul Haji Agus Salim (1884-1954) Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, disebutkan bahwa beliau adalah seorang penulis yang kreatif dan produktif. Tulisannya begitu luas cakupannya dan sangat tajam. (Haji Agus Salim [1884-1954] Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme. Hal: 21).
Ahmad Hassan, seorang ulama yang dikenal dengan kepiawaiannya dalam berdebat, ternyata juga menggeluti jihad ini. Menutur penelitan Guillaume Frédéric Pijper dan Tujimah, selain alim dan cerdas, Pendiri Pesantren PERSIS Bangil ini diakui sebagai penulis produktif. (Penelitian tentang agama Islam di Indonesia, 1930-1950, hal: 38). Buku yang berjudul: Soal-Jawab, Tafsir al-Furqan, Islam dan Kebangsaan, Kesopanan Tinggi, ABC Politik, al-Hidayah, Risalah Jum’at, Kitab Tauhid, Adakah Tuhan?,  adalah beberapa contoh karangannya yang mencapai tujuh puluh lebih.
            Mohammad Natsir, yang juga merupakan murid A. Hassan, juga menekuni jihad dalam bidang tulisan. Dalam buku yang berjudul 100 Tahun Mohammad Natsir,  disebutkan bahwa beliau seorang penulis kreatif. Sebagai contoh, di masa penjajahan Belanda, beliau sudah melahirkan karya tulis berbahasa Belanda yang diperhitungkan. Buku yang berjudul Komt tot het Gebed (1931), Mohammad als Proffet (1931), Gouden Regels uit den Quran (1932), dan Het Vasten (1934) beberapa contoh buah tangannya. (100 Tahun Mohammad Natsir, Berdamai dengan Sejarah, hal: 426). Polemik antara dirinya dengan Soekarno via tulisan juga menjadi bukti penting bahwa beliau sangat intens berjihad di medan ini.
            Demikian juga Buya Hamka. Menutut James Roberth Rush, beliau adalah sosok penulis yang cakap, produktif, dan populer. Di akhir tahun 1930-an, karya-karya Hamka sudah bisa didapat di perpustakaan sekolah umum. (A. Suryana Sudrajat, Ulama Pejuang dan Ulama Petualang, hal: 13 dan 14). Karya monumental yang tertoreh dalam jeruji besi seperti Tafsir al-Azhar, adalah salah satu bukti bahwa ulama kharismatik sekaliber beliau juga turut andil dalam berjihad via tulisan.
            Beberapa cerita di atas menunjukkan bahwa jihad via tulisan adalah salah satu bentuk perjuangan jihad ulama muslim di sepanjang sejarah. Dengan menulis, mereka bisa menjaga khazanah keilmuan Islam sekaligus abadi sepanjang masa walau raga sudah bercampur tanah. Ini sesuai dengan peribahasa Latin kuno yang menyatakan, verba volant, scripta manent, yang berarti: apa yang terucap akan berlalu, namun yang tertulis (dibukukan) abadi selamanya.

Menjadi Muslim Kaffah

Written By Amoe Hirata on Senin, 01 Agustus 2016 | 11.33

      Setiap orang mengaku menjadi Muslim. Masalahnya, Muslim bagaimanakah yang dikehendaki oleh Allah Ta`ala? Kajian tafsir berikut akan menjawabnya dengan jelas.
A.    Ayat Kajian               : Al-Baqarah(208)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٢٠٨ فَإِن زَلَلۡتُم مِّنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡكُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُ فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ٢٠٩
B.     Arti Mufradāt           :
ٱلسِّلۡمِ           : Islam
كَآفَّةٗ            : Keseluruhan
خُطُوَٰتِ        : Langkah-langkah
عَدُوّٞ             : Musuh
مُّبِينٞ            : Nyata
فَإِن زَلَلۡتُم     : Maka jika kalian tergelincir
ٱلۡبَيِّنَٰتُ        : Keterangan atau bukti



C.    Arti Ayat                    :

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu(208) Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(209)


D.    Sebab Turun             :
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah, ia berkata, ‘Abdullah bin Salam, Tsa`labah, Ibnu Yamin, Asad & Usaid anak Ka`ab, Sa`id bin `Amru, dan Qais bin Zaid –semuanya berasal dari Yahudi- berkata: “Wahai Rasulullah! Hari Sabtu adalah hari agung yang biasa kami hormati. Biarkan kami mengagungkannya! Sesungguhnya Taurat adalah Kitab Allah, maka perkenankan kami berdiri(membacanya) di malam hari.” Lalu turunlah ayat ini(Al-Baqarah: 208).

E.     Tafsir              :
Ayat ini dimulai dengan ‘panggilan kasih sayang’ dari ar-Rahmān, “Hai orang-orang yang beriman,”. Terkait ayat yang diawali dengan ungkapan ini, Abdullah bin Mas`ud berkomentar, ‘Jika kamu mendengar Allah berfirman: {Ya ayyuhalladzīna Āmanu}, maka dengarkan dengan baik, karena (sesudahnya pasti) ada kebaikan yang diperintah, atau kejelekan yang dilarang.’
Siapa saja yang mengaku beriman, maka perhatikan dengan sungguh-sungguh perintah atau larangan pada ayat ini. Di sini ada satu perintah dan satu larangan. Perintahnya, ‘masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,”. Masuk Islam itu harus menyeluruh, tak boleh sepotong-sepotong.
Sebagaimana sebab turunnya ayat ini, para sahabat yang sebelumnya beragama Yahudi, masih ingin meminta pada Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam agar dibiarkan  mengagungkan ritual keagamaan di hari Sabtu, bahkan membaca kitabnya di malam hari. Namun, ayat ini menolaknya. Berislam harus total, tidak boleh parsial.
Ketika Umar ta`jub dengan kitab Taurat, Rasul marah, dan menyebutnya sebagai mutahawwik(orang bingung). Ini karena, apa yang ada dalam Islam, melalui sumbernya al-Qur`an sudah cukup. Tidak perlu mengambil lagi dari kitab-kitab lainnya. Cukuplah Islam dilaksanakan secara kaffah.
Suatu saat Mutsannah bin al-Haritsah(sesepuh suku Syaiban) memberi penawaran menarik pada Rasulullah. Ia dan sukunya mau membela, mengikutinya asal di kawasan Arab saja. Rasul pun dengan tegas dan penuh adab menolak, sembari berujar: “Sesungguhnya agama Allah[Islam] ta`ala tidak akan ditolong oleh-Nya, melainkan orang yang (mau memperjuangakan) segenap sisinya,”(al-Sirah al-Nabawiyah wa akhbaru al-Khulafa, Ibnu Hibban, 1/101).
Peristiwa itu mengajarkan pelajaran penting: jika mengaku mengikuti nabi, memperjuangkan Islam, maka harus pada segenap sisinya.
Mengambilnya sepotong-sepotong hanya akan membuat Islam jadi rancu. Akibatnya, persatuan umat sulit terwujud. Umat lain pun dengan mudah mengadu domba umat Islam.
Kemudian, yang dilarang dalam ayat ini ialah, ‘dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan,’. Imam Qatadah dan Sadyu –sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya-, menyatakan: “Yang dimaksud dengan langkah-langkah setan ialah setiap (perbuatan) maksiat terhadap Allah ta`ala.” 
Dinamika yang terjadi pada kisah Adam, Hawa dan Iblis adalah contoh riil bagaimana moyangnya setan(Iblis), membuat langkah-langkah yang menggelincirkan Adam dari ketaatan menuju kemaksiatan.
Langkah Iblis sangat halus, lembut, licin, dan strategis. Adam dan Hawa dirayu, dibujuk, diyakinkan bahwa pohon yang dilarang malah membuatnya kekal dan menjadi raja. Di sini yang dirusak Iblis bukan perintah Allah, tapi maksud dari perintahNya. Sebegitu halusnya sehingga Adam dan Hawa pun terjatuh pada kemaksiatan. Dewasa ini-bahkan sejak dulu-, cara-cara atau langkah-langkah Iblis itu ternyata banyak diikuti oleh orang-orang liberal.
Apa hubungan antara perintah berislam secara total dengan larangan mengikuti langkah setan? Yang gampang dimengerti ialah: Berislam secara total itu tak gampang. Di sana ada aral merintang buatan setan. Maka, usaha untuk menjalankan Islam secara total, harus diiringi kesadaran mendalam tentang langkah-langkah setan yang setiap saat bisa menggelincirkan jika tak hati-hati.
Suatu saat Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam –sebagaimana riwayat Hakim dan Ahmad- membuat garis lurus, dan garis miring di samping kanan dan kirinya. Garis lurus itu dikatakan sebagai jalan Allah(Islam). Sedangkan garis miring di sampingnya adalah jalan setan. Maka dengan tegas Allah berfirman: “dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”(Qs. Al-An`am: 153).
Ayat ini dipungkasi dengan penegasan dariNya, “Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Terkait ayat ini, Syaikh al-Maraghi menerangkan: “Yaitu janganlah kalian mengikuti jalannya setan dalam upaya menyesatkan dan membisiki manusia berbuat kejelekan dan kekejian. Ia adalah musuh bagi kalian yang jelas permusuhannya. Setan merupakan penumbuh lintasan pikiran yang jelek, dan pendorong orang melakukan tindak kriminal serta dosa.”
Mungkin terbesit pertanyaan di benak pembaca, ‘Bukankah setan adalah mahluk ghaib yang tak bisa diindra, lalu mengapa dikatakan sebagai musuh yang nyata?’. Ternyata, yang dimaksud dengan musuh yang nyata –sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir- ialah: nyata permusuhannya. Maksudnya, sejak awal Iblis, saitan dan manusia sudah dijadikan sebagai musuh.
Karena itu Allah berfirman: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyal.”(Qs. Fathir: 6).
Setelah terang posisi setan adalah musuh nyata, ayat selanjutnya menjelaskan: “Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Al-Baqarah: 209).
Syaikh Sa`adi menjelaskan: “Pada ayat ini ada ancaman dan peringatan keras yang dapat menghindarkan diri dari ketergelinciran(kesalahan). Allah Yang Maha Perkasa dan Bijaksana, bisa memaksa orang yang bermaksiat dengan kekuatanNya serta menyiksa pendosa berdasarkan hikmahNya. Di antara bentuk kebijaksanaannya ialah menyiksa orang yang berbuat maksiat dan pendosa.
Jika sudah berusaha -tanpa ada unsur kesengajaan-, tapi tetap tergelincir layaknya Nabi Adam dan Hawa, maka cara yang paling tepat adalah segera bertaubat laiknya keduanya dengan doa: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”(Qs. Al-A`rāf: 23).
Wallahu a`lam bi al-Shawāb

F.     Pelajaran        :

1.      Wajib menerima Islam secara utuh
2.       Dilarang menjalankan ajaran Islam secara parsial
3.      Setiap (orang) yang menghalalkan sesuatu yang haram, serta meninggalkan kewajiban adalah pengikut setan
4.      Haram mengikuti langkah-langkah setan
5.      Perlu mengetahui dan waspada terhadap langkah-langkah setan
6.      Setan adalah musuh yang nyata
7.      Kesalahan yang disengaja(lantaran sudah tahu bukti jelas) akan mengakibatkan siksa
8.      Penjelasan tentang kekuatan dan kebijaksanaan Allah

G.    Rujukan         :
1.      Lubābu al-Nuqūl, As-Suyuthi
2.      Tafsīr al-Qur`ān al-`Aẓīm, Ibnu Katsir
3.      Tafsīr al-Marāghi,
4.      Aisar al-Tafāsir, Abu Bakar Jabir al-jazairi
5.      Taisīr al-Karīm al-Rahmān, Sa`adi
6.      Tafsīr wa Bayān Mufradāti al-Qur`ān, Muhammad Hasan al-Himshi
7.      al-Sīrah al-Nabawiyah wa Akhbāru al-Khulafā, Ibnu Hibban
8.      Mustadrak, Hakim dan Musnad, Ahmad bin Mushtafa al-Maraghi
[Pernah terbit di Majalah: Al-Muslimun, Bangil].
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan