Home » , , , » Dua Generasi Pembebas Palestina III

Dua Generasi Pembebas Palestina III

Written By Amoe Hirata on Rabu, 19 Oktober 2016 | 11.16

Dr. Majid Al-Kilani mengatakan dalam bukunya (Hakadza dhahara jīlu shalāhuddin wa hakadza ‘ādat al-Qusd), di dunia Barat jika orang merasa gagal, maka dia melakukan bunuh diri (istilahnya: intahara nafsan). Sedangkan dalam tubuh umat Islam, jika merasa gagal tidak melakukan bunuh diri, tapi membunuh fungsi sosial (istilahnya: intahara ijtima’iyyan).
Dari Surah Al-Isra ayat satu, ada hubungan erat antara Masjid Haram (Mekah) dengan Masjid Aqsha (Palestina). Masjid Haram sebagai tempat untuk pembersihan diri dan sebagai agen of chages (dari ritual hajinya). Tidak mengherankan jika dulu, pahlawan-pahlawan muslim itu di antatanya lahir setelah menunaikan ibadah haji dan studi keilmuan di Mekah. Tatkala kembali ke negerinya, mereka mampu menjadi agen perubahan.
Sedangkan Aqsha adalah negeri ribath (perjuangan). Karenanya begitu pentingnya perkara ini, rasul ingin menggabungkan Mekah dan Palestina. Kesadaran ini juga berlangsung di Masa Umar. Saat Palestina dibebaskan di masanya, beliau sampai turun langsung ke Palestina untuk menyaksikan dan menerimanya.
Ketika masjid al-Haram dan al-Aqsha tidak harmoni, maka peradaban Islam tidak efektif. Bisa dilihat pada zaman sekarang ketika al-Aqsha dijajah, terbukti kekuatan internal umat sedang lemah dan terpecahbelah, bahkan belum ada sosok sekaliber Nuruddin atau Shalahuddin yang sadar akan masalah ini.
Pelaku pembebasan generasi awal: Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin al-Jarah, Amru bin Ash, Muadz bin Jabal, Abu Darda’ dll. Semuanya berkomitmen untuk membebaskan al-Aqsha. Tidak berlebihan jika Syam adalah tanah perjuangan yang juga diupayakan sebagai basisnya.
Pada kesempatan yang sama Ustadz Asep Sobari Lc, juga berbica fiqih Pembebasan. Beliau berangkan dari firman Allah subhanahu wata’ala:
إِلَّا تَنفِرُواْ يُعَذِّبۡكُمۡ عَذَابًا أَلِيمٗا وَيَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيۡ‍ٔٗاۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ ٣٩
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Taubah [9]: 39).
            Jika tidak mau menjadi generasi pejuang Islam, maka akan diganti (dimusnahkan). Tentu tidak harus musnah fisik –sebagaimana umat terdahulu-, tapi bisa berupa hidup lama tapi tidak berperan apa-apa. Umar panjang, tapi tidak berkontribusi apa-apa. Adanya serasa tiada. Berkat perjuangan mereka –para sahabat- negeri-negeri yang dibebaskan sampai sekarang memeluk Islam.
Penting juga dicatat mengenai alasan pembebasan pada masa Nuruddin dan Shalahuddin: Pertama, realisasi misi ishlah dan tajdid (perbaikan dan pembaruan). Pada waktu itu ada masalah internal umat yang perlu diperbaiki. Di samping itu ada masalah eksternal berupa musuh yang dominan. Kedua, pemahaman mendalam terhadap misi peradaban Islam  dan posisi strategis Syam dalam pertahanan (titik persamaan). Kalau Syam lemah, muslim pincang. Orang Barat pun sampai sekarang sangat perhatian terhadap masalah ini.
Ketiga, mengembalikan kedaulatan dan wibawah negeri Islam dengan merebut kembali wilayah yang lepas  ke tengan musuh. Uqbah bin Nafi` misalnya ketika Qairawan sudah dibebasakan, menjadi negeri Islam, maka selamanya menjadi negeri Islam. Bila direbut musuh maka harus dibebaskan.
Sedangkan pelaku pembebasan generasi kedua bisa dijelaskan dengan poin-poin berikut. Pertama, generasi inisiator ishlah dan tajdid, tahap ide, pemikiran dan pendidikan adalah Imam Ghazali dll. Kiprah beliau ini begitu strategis dalam menggelorakan semangat perjuangan.
Kedua, generasi penggerak perubahan, tahap organisasi dan mobilisasi. Sosok sekaliber Abdul Qadir Jailani, Adi bin Musafir, dll, menjadi mobilisator perjuangan. Ketiga, generasi pembebasan wilayah Islam, gerakan politik, pemerintahan dan jihad militer. Tersebutlah eksekutor legendaris dalam sejarah semacam Nuruddin Zanki, Shalahuddin Al-Ayyubi, al-Qadhi al-Fadhil.
Intinya, semangat, ruh, orientasi mereka sedari awal memang diperuntukkan –selain mencari ridha Allah dan mengangkat izzah Islam- ia juga dikonsentrasikan untuk membebaskan al-Aqsha supaya terjadi keseimbangan dalam peradaban umat Islam.
Acara ini kemudian dipungkasi dengan beberapa tanya-jawab kemudian ditutup tepat setelah azan Ashar.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan