Home » , , » Mengetuk Pintu Surga Mertua

Mengetuk Pintu Surga Mertua

Written By Amoe Hirata on Jumat, 21 Oktober 2016 | 05.22

Untung mertua gue udah mati. Jadi gak ribet deh.” “Istighfar Re!” Ami menepuk pundak Rere, sedikit mengagetkan dan membuat Rere segera berujar Astagfirullah.
            “Maksud gue gak sekasar itu. Abis ngedenger ceritanya si Wilda dan mertuanya kaya serem banget,” Kata Rere membela. Wajah Wilda berubah masam dan Rere segera meminta maaf sekiranya ucapannya yang keceplosan itu tidak berkenan di hati Wilda.
            Pagi menjelang siang hari ini mereka sedang duduk-duduk santai di pelataran TK. Matahari menunggu buah hati mereka selesai belajar. Dan sebagaimana ketika ibu-ibu sedang kumpul ada sajalah yang mereka bicarakan. Dimulai dari Wilda yang mengeluhkan kondisi dirinya yang selalu diatur oleh sang ibu mertua.
            “Tapi emang bener serem sih, bayangin aja udah 5 tahun gue nikah dari urusan gue masak apa hari ini buat suami sama anak gue mertua selalu ngatur. Itu baru urusan dapur belum lagi kalau gue lagi ada masalah sama Mas Pram, Mama mertua lebih ikut campur lagi dan pastinya lebih ngebela anaknya ketimbang gue.”

            “Mungkin ini udah saatnya lo pisah rumah sama mertua Wil, kalian juga kan harus mandiri dalam membangun keluarga,” saran Rere. 
            “Itu dia Re, masalahnya suami gue gak mau dan kita udah sering ribut ngebahas hal ini sampai cape sendiri! Di satu sisi gue juga sih berat ninggalin mertua yang seorang janda tua selain Mas Pram, anak-anaknya yang lain tinggalnya di luar kota dan di rumah segede itu masa mama sendiri. Tapi di sisi lain gue gak tahan dengan sikapnya yang suka ngatur!”
            “Waduh gue gak tahu lagi deh harus ngomong apa Wil secara suami gue udah yatim piatu dan otomatis gue gak punya mertua. Orangtua gue pun tinggal jauh, suami gue juga gak pernah punya masalah sama mertuanya selama setiap tahun kita rajin mudik ke Palimanan.hehe” Kata Rere yang merasa tidak punya saran lagi yang bisa ia berikan kepada Wilda. Ami yang bergantian berujar sekedar berbagi pengalaman yang mungkin bisa menjadi saran,
            “Kalau gue sih bukannya gak pernah punya masalah sama mertua walaupun gak tinggal satu rumah tapi rumah gue sama mertua kan berdekatan, sebelahan malah. Yang namanya rumah tangga kan pasti ada aja ujian dan cobaannya termasuk dari mertua. Yang jelas gue anggap mereka orang tua gue, orang tua kandung gue dengan begitu setiap kali ada ketersinggungan diantara gue dan mertua gue inget deh kalau sebagaimana namanya orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita pasti ada aja dunk kesel-keselnya, marah-marahnya, sampai rasanya gimana gitu... gak tahan kalau gak marah! Nah dengan begitu sih gue ngerasa setiap masalah clear dengan sendirinya, gak ampe dibawa ke ati. Atau kalau ada masalah misalnya gue sama suami lagi ribut-ribut gede sampai kedengeran keluar terus mertua masuk maka suami otomatis bakalan ngomong sama orangtuanya untuk gak ikut campur kedalam masalah kita, tentunya selama masih kita bisa selesaikan berdua. ”
            “Nah untuk masalah lo Wil, gue rasa lo harus lebih sabar ngadapin mertua secara beliau juga udah tua banget kan dan sebagaimana kita tahulah tingkah orang-orang tua yang dengan ketuaannya itu selalu ingin dituakan. Sebelumnya maaf nih yaa, setahu gue juga kan lo yatim-piatu jadi menurut gue jangan sampai lo kehilangan pintu surga.”
            “Maksud lo pintu surga Mi ?” tanya Rere penasaran
            “Ya kan mertua adalah orang tua kita, salah satu pintu surga kan berbakti kepada orangtua. Ini sebenarnya momen penting untuk lo dan suami ber-biruwalidain (berbakti kepada kedua orangtua). Wil, banyakin sabar, kasih perhatian lebih besar lagi, kali-kali kasih surprise manis, ajak dia jalan-jalan, pokoknya berusaha untuk buat mereka bahagia. Dengan begitu gue yakin insyaallah rumah tangga kita akan berkah kalau kita benar-benar menganggap mertua adalah orangtua kita.”
            “Gue setuju sama Ami, lo pasti bisa lebih sabar ngadepin mertua lo Wil.” Sergah Rere sambil menunjuk ke arah pintu di mana anak-anak telah usai sekolah.
***
            Satu hal yang sering kali kita lupakan sebagai seorang menantu yaitu ketika mertua memilih kita untuk menjadi menantunya, itu karena sebagai orang tua mereka berharap menjadikan kita sebagai anak mereka, anak yang memang bukan terlahir dari rahim mereka tapi tumbuh dari cinta. Maka jadilah anak bagi mertua kita, anak yang taat kepada perintah Allah untuk berbuat baik kepada mereka, sebagaimana firman Alllah : “Dan Kami mewajibkan kepada manusia agar (berbuat) baik kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya, Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Ankabut:8)
            Dan bila suatu hari ada sesuatu hal yang tidak kita sukai dari mertua kita maka diomongkan saja, tidak usah ragu apalagi disimpan sampai kebawa-bawa perasaan (Baper). Mereka orang tua kita maka percayalah dengan kasih sayang yang tulus mereka akan mengerti kita layaknya orangtua yang selalu mengerti tangis anaknya ketika bayi di waktu malam. Tapi bila ada di antara kita yang masih belum dapat menyatukan hati dengan mertua sehingga sering ada perselisihan bahkan merasa tak berdaya atau terdzolimi maka ingatlah firman Allah SWT ; Balaslah keburukan bukan dengan kebaikan, tapi dengan yang terbaik. Kamu yang tadinya berseteru seperti musuh itu  tiba-tiba menjadi saudara yang saling menyayangi dan saling melindungi.” (QS. Fushshilat[41]: 34). 
[By: Mestifaarah]
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan