“MAY…!” Teriak
Lili. Menggedor – gedor pintu.
“Tante, yakin
May ada di dalam?” Tanya Lili membelalakkan matanya.
“Tuh anak
belum keluar sejak pagi tadi!” Jawab Tante Eni.
“Duh, kamu
bikin Tante takut.” Tante Eni tambah gusar berujung panik.
“Lho? Kok
aku sih Tan,” Protes Lili. Tante Eni diam. Wajahnya berubah
pucat bercampur cemas. Kemudian keduanya kompak menggebuk pintu kamar May.
“Kunci serep Tan?!” Lili tergesigap. Tante Eni langsung memutar
ingatannya. Dimana ya?Tanyanya membantin, tak menunggu terlalu lama
untuk mengingat! kekhawatirannya pada putri sematawayangnya ini
mendorongnya untuk bergerak cepat. Pikirinnya sudah kalut tak karuan,
jangan sampai anaknya kenapa – napa!. Sejurus kemudian, Tante Eni membawa
beberapa kunci. Tangannya nampak gemetar memasukan salah satu kunci ke dalam
lubang pintu. Lili pun tidak tinggal diam. Mengambil alih lalu memasukan kunci
yang dirasa pas dengan lubang.
“MAAAY..!” Tante
Eni berteriak lebih kencang dari Lili yang juga memangi – manggil May
ketika pintu
terbuka. Lili langsung lari ke kamar mandi. Memastikan bahwa sahabatnya May
tidak
menenggelamkan diri di Bethup kamar mandi atau melukai dirinya
dengan pisau
cukur!YaTuhan.
Tante Eni bersuara lantang, berteriak memanggil nama anaknya, Lili bersegera
menghapiri, dan
mendapati Tante Eni berdiri kaku di depan tempat tidur dengan tatapan nanar.
Lili menutup
mulutnya dengan tangan. Menahan suara keterkejutan keluar dari mulutnya! Lili
dan Tante Eni
berjalan lunglai mendekati tempat tidur. Mendapati May terbujur di atas kasur.
“May!” Tante Eni
menggoyang – giyangkan tubuh anaknya diiringi tangis yang hampir pecah.
Begitupun Lili, bersuara lirih memenggil nama May.
“Ma!” Tante Eni
terbelalak mendengar May memanggilnya
“Lili?” Lili
melongo. Keduanya terkejut melihat May membuka mata, dan perlahan bangun dari
tidurnya sambil melepaskan earphone di telinganya diiringi
rasa ngantuk yang masih mendera.
###
“Itu mah berlebihan!
Masa orang tidur dikira mati, Hahaha”
May terbahak –
bahak, mendengar penuturan Lili serta melihat raut wajah sahabat di depannya
ini berpeluh lemas serta rasa bersalah membias. Gara – gara panik yang
berlebihan Tante Eni ikutansenewen!
“Untuk nyokap
gue gak punya penyakit jantung! Bisa shock dia melihat anaknya
bunuh diri! Haha” Tawanya belum juga reda padahal Lili sudah hampir gila
dibuatnya.
“Lo sih! Tidur
udah kaya mayat gak bergerak, gak denger lagi gue sama nyokap lo manggil ampe
suara serak. Sakit kali lo ya denger musik kenceng – kenceng gitu!
Gak sekalian aja lo deketinsoundsistem ke telinga lo !” Lili
meruncingkan bibirnya. Manyun menahan kesel.
May bengun dari tempat
tidur dan mendekati sahabatnya yang tengah berdiri menghadap jendela. Tiba –
tiba May memeluk Lili kuat – kuat.
Hiks..Hiks…May
sesegukan.
“Kenapa
lagi nie?”
“Lili, gue emang
sakit. Gue kira, gue udah gila sekarang. Semenjak Gio mutusin gue!”
Kan! Ini nih yang
ngebuat Lili nyangka yang enggak – enggak. Sampai
menduga sahabatnya ini akan bunuh diri. Sudah seminggu semenjak malam minggu
pertama di bulan Januari, Gio, cowok yang dipacari May sejak setahun lalu
menghancurkan hatinya menjadi berkeping – keping. Membuat May berubah jadi
‘aneh’. Bermalam – malam May tidak bisa tidur. Rasa ngatuk seperti
menghilang dari dirinya. Setiap malam, May menghubungi Lili. Curhat berjam –
jam, mengeluh habis – habisan. Sampai sambungan telephone terputus
tepat di setiap jam 4 subuh, May masih meratapi cintanya yang pupus sampai
pagi. Dua hari ini May baru bisa tidur, itupun dengan bantuan musik rock dari earphone yang
terus terpasang ketelinganya. Enehnya?
“May, udah dong!
Jangan berlarut – larut kaya gini. Gio gak pantes lo nangisin terus. Pagi ini
aja di Kampus gue ngeliat dia ketawa – tawa. Emang dia peduli gitu lo kaya
gini? Kan enggak!” Lili membelai lembut rambut May yang tergerai panjang
berantakan.
Huaaaaahhh…hiiks…hiiiks…
“Lho kok makin
kenceng nangisnya?”
“Kenapa sih dia
mutusin gue tiba – tiba.?” May melepas pelukan Lili, mata bulatnya menjadi
sipit dan sembab. Air mata mengalir deras seakan membentuk anak sungai di
pipinya. Lagi – lagipertanyaan yang selalu sama yang didengar Lili
seminggu ini. Terus saja diulang – ulangi May. Padahal May sudah tahu
alasannya. Lili berusaha sabar mengahadapi sahabatnya ini,
“Kan dia udah
bilang alesannya mutusin lo?”
“Dia cuma bilang
kita udah gak cocok lagi, ttttteruuus… hiks..lebih baik disudahi aja hubungan
ini… Huaaa..” May menjatuhkan dirinya ke atas kasur lalu mendekapkan
wajahnya pada bantal guling. Lili mendekati May, menarik wajahnya dan
menatapnya lamat – lamat lalu berujar,
“Terus lo mau
apa sekarang?” pertanyaan itu seakan menohok tajam ke jantung May, membuat gadis
berhidung bengis ini terdiam seperti paku yang dipukul kayu. Pertanyaan itu,
May ulangi lagi dan ditanyakan sendiri ke dalam hati, lalu hati itu berhenti
sejenak dari ‘rasa sakit’.
###
“IKHLAS” May
berujar mantap di depan kaca. Mematut dirinya , bergaya se-kece mungkin! dan
berdandan ala kadarnya. Sore ini, Lili mengajaknya hang out ke
mall Ambasador. Setelah mengurung diri sepekan ini, rasanya May benar – benar
membutuhkan hiburan, sekedar belanja atau cuci mata. Maklum anak Jakarta,
tempat andalannya Mall aja.
Lili, sahabat
terbaik yang May miliki, selalu membersamainya dalam kebahagiaan maupun
kegalauan. Sampai detik ini, tak pernah Lili mengeluh lelah menghadapi sikap
cengeng May di saat kepediahannya patah hati. Lili selalu memotivasi. ‘Ikhlas’
kata Lili, sungguh mengena di hati May, seperti mantra yang menyulap
kegelapan menjadi cahaya. Namun, Ikhlas itu memang tidak mudah, tapi akan jauh
lebih sulit bila melupakan.
“Tidak akan bisa
lupa! Kecuali lo amnesia.”
“Gue juga
ngerasa semakin gue berusaha melupakan dia, semakin membuat gue tersiksa karena
gak bisa!” sadar May.
“Nah tuh tau!”
“Gue sebenernya
males ke sini Li, lo tahu sendiri gue bukan anak gaul Jakarta! Kalau gak butek
– butek banget, gue ogah ke sini. Apaligi…” May menggantung kalimatnya
“Apalagi apa?”
May terdiam.
Matanya kembali mulai berkaca. Emang susah ngadapin orang putus cinta. “Yaudah
gak usah dibahas. Makan yukh! Laper sama pegel nih!”
Lili menggandeng May masuk ke restoran siap saji. Lili sibuk melihat daftar
menu yang terpampang di dinding restoran.
“Gue, mau yang
ini. Elo May?” Tanya Lili.
“Lo mau makan
apa?” Lili mengulangi, namun tak ada jawaban dari May. Lili melemparkan
padangannya dari menu makan ke wajah seseorang yang amat dia kenal. GIO?
Begitupun May, tak berkedip sedikitpun melihat mantannya yang baru memutusinya
seminggu lewat sehari itu bersama dengan seorang wanita, terlihat sangat mesra.
May serasa
kembali digulung ombak kesedihan, bongkahan air mata meleleh di wajahnya. May
berlari keluar restoran. Lili mengejarnya. Inilah alasan Lili mengajak May
keliling Mall. Gio, sering banget nongkrong di sini. Lili
ingin menunjukan kepada May, kelakuan mantannya itu! dan, SEE…!!!
“Mantan itu gak
penting buat ditangisin!!!”
“Sampai kapanpun
lo emang gak mungkin bisa ngelupain mantan, karena dia pernah menorehkan
kenangan yang akan terus berbekas, baik kebahagiaan atau kesedihan. Berusaha
melupakannya sama saja menanam kebencian yang akan berbuah busuk di hati, lo
sendiri yang akan rugi!”
“Lebih baik
ikhlas dan tatap masa depan, apalagi sudah terbukti bahwa dia bukan cowok yang pantes buat
ngedapetin cewek cantik, baik, pinter dan shaleh-a, kaya lo!”
“Kalau kita
ikhlas. Insya’allah kita akan mendapatkan pasangan hidup yang jauh lebih baik
daripada cowok playboy macam dia!”
May hanya dapat
terdiam, namun mencerna kata – kata Lili yang benar adanya. May teringat
pertanyaan Lili kemarin “Terus lo mau apa sekarang?”
May, menghapus
air matanya! Lalu berkata “ Gue mau Buang mantan pada tempatnya!”
***
(By: Mestifarah )
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !