Buramnya Cita

Written By Amoe Hirata on Jumat, 09 Desember 2011 | 03.24

Dalam silamnya waktu cita terukir
Terlihat besar laksana gunung menjulang
Detik-detik waktu berjalan menuju akhir
Nyatanya Cita menjauh pergi bahkan semakin hilang
Jiwapun terheran dalam tanya dan pikir
Wahai Cita! kemana kau kan bertualang?
Jiwa terasa sepi senyap tatkala engkau menyingkir
Cita bersambut:"Apalah guna singgah dalam terawang"
"Pergi nan jauh tuk kembali lahir"
Begitulah lantunan Cita dalam bayang
Apalah indahmu bila rantaumu buat jiwa terjungkir?
Kedalam samudra penyesalan dan bimbang.
Tanpa jawaban jiwapun menghilir
sembari berujar:"Andai Cita kembali pulang"
Ku kan menyambutnya dengan hangat tampa tabir
Citapun tak bergeming laksana wayang tak berdalang
Buram....buram....buram...., Cita makin meminggir
Jiwa terlihat sayu, pilu ba` redup bintang gemintang
Meraba-raba suratan takdir
Yang terlampir dalam lembaran Sang Maha Penyayang.

RekayasaTuhan

Written By Amoe Hirata on Rabu, 30 November 2011 | 04.03

Hati bertitah tuk terus melangkah....
Menyudahi ratapan-ratapan semu yang selama ini menjamur.....
Pada dogma-dogma nafsu serakah.....
Menguasa laku luka tak beratur.....

Benteng jiwa mulai bersusah.....
Menahan serang badai mushibah tak berukur.....
Tetap saja nafsu merintih payah.....
Akibat gesekan masalah yang tak kunjung lebur....

Semua memang sudah terkerah......
Sampai benak mencapai puncak tafakkur....
Tapi bukan selesai tambah banyak masalah....
MungkinTuhan sedang merekayasa alur....

Kehidupan,yang mungkin jauh....
Dari iradah sang Maha sabar.....
Sekarang memang harus berubah....
Agar tidak terjatuh dalam rimba nestapa belukar.....



Meminta Perlindungan

Written By Amoe Hirata on Rabu, 05 Oktober 2011 | 15.08

            MANUSIA adalah makhluk lemah. Makanya, dalam menjalani hidup di dunia, dia memohon perlindungan. Yang dimohon perlindungan tentu adalah Zat Yang Maha Menciptakan. Karena, sekuat-kuat makhluk, selama dia itu “diciptakan”, maka masih mengandung kelemahan. Buat apa berlindung kepada yang lemah, kalau yang Maha Kuat siap setiap saat membantu.

Kamuflase Ramadhan

Written By Amoe Hirata on Rabu, 21 September 2011 | 03.09

Bulan agung sedang di gandrung....
Oleh, tua-muda, besar-kecil, cowok-cewek, berpasang hingga lajang.....
Yang tak berjilbab mulai berkerudung.....
Yang tak pernah shalat mulai sembahyang.....

Benarkah, mereka betul-betul menjunjung....
Atau sekedar cari untung.....
Kita pun tak tahu Bung!....
Yang jelas arah ke situ cendrung.....

Ada yang bertanya lantang....
Apa keikhlasan arah pertama mereka datang.....
Atau hanya sekedar kepentingan yang tak berujung...
Menuruti nafsu diri yang tak terbendung.....

Biarlah, kita tak usah bingung....
Tuhan lebih tahu, siapa saja yang benar-benar berjuang....
Pasti mendapatkan untung....
Di kala insan-insan lain sedih lagi bimbang....

Realisme Vs Pragmatisme

Written By Amoe Hirata on Selasa, 16 Agustus 2011 | 03.15

Arus logika tak mampu lagi menjamah.....
Matematika realitas yang begitu komplek....
Kejernihan intuisi tak lagi membenah....
Korelasi vertikal horizontal dalam dialek....

Dekrit-dekrit emosi terultimatum sungguh....
Oleh gelimang arus estetik....
Getaran-getaran transendental begitu cepat berubah....
Mengikut arus angin multikritik......

Bilakah........
Kesenjangan-kesenjangan ini terelak.......
Bukankah......
Sinyal-sinyal utopia terus menelisik......

Apakah relisme perlu di kerah......
Tak terbatas hingga menembus dimensi puncak....
Atau pragmatisme di aplikasi dengan jerih.....
Walau romantika interaksi pelan-pelan menghenyak......

Kebersamaan Sejati

Written By Amoe Hirata on Kamis, 14 Juli 2011 | 03.20

Sendiri tak lagi sanggup bertitah….
Membahana sunyi terdawai pelan …
Aneka jiwa-jiwa menyatu jerih….
Mencipta rasa damai pun aman….

Rajutan benang-benang sayang terkasih….
Berkelindan pintal kebersamaan…
Tenun asa tergambar indah…..
Mendendang simponi sedu sedan…..

Sedalam rindu kalbu terenyuh…..
Sepasti qadla qadar Tuhan…..
Bilakah……
Benih-benih persatuan terjalin….

Mulupa segenap salah….
Membangun persaudaraan…..
Merapat kokoh…..
Kebersamaan sejati yang kan abadi bertahan.....

Ketika Nafas Berhembus

Written By Amoe Hirata on Rabu, 08 Juni 2011 | 03.24

Ketika nafas terhembus lirih....
Pelipur lara terasa kian dekat maknai....
Arti kesunyian yang selama ini sirnah....
Terluntah-luntah oleh kelemahan ini...

Ketika nafas terhembus sedang......
Jiwa terasa normal membuncah....
Seolah tiada lagi aral merintang.....
Menunggu harap-harap hati yang slama ini menagih...

Ketika nafas terhembus kencang....
Keluh kesah seakan tiba gelayuti....
Tak peduli dengan sesal sial yang kan datang....
Meski terpelanting jauh bawah sadar lampaui...

Berpikirlah!

Written By Amoe Hirata on Jumat, 20 Mei 2011 | 10.37



Bagusmu tercanang gamblang…
Dalam olahan lihai memikir…
Apalah berarti tegap, elok, pikir menghilang..
Terlelap habis oleh kebodohan pikir…

Harga diri tergadai terang…
Merasa tak berharga hingga menyingkir…
Amboi…rupanya kau pergi nun jauh memberang…
Seolah menjauh dari suratan takdir…

Semudah itu kah asa melekang…?
Bukankah masih ada peluang untuk mengukir…
Detik-detik waktu menyapa hangat datangkan peluang…
Berpikirlah, bedamu dengan hewan adalah pikir…

Berpikirlah! Maka kehidupanmu kan gilang-gemilang…
Baik dalam menggapai cita maupuin karir…
Terkadang berjuta angan dan lamunan tergalang…
Namun sadarmu berujar:” aku dibatasi takdir”…

Sehebat apapun otakmu cemerlang…
Masih kan terbatas oleh tabir…
Tabir kebodohan, tabir kecerobohan yang kan slalu menghalang…
Dalam keterbatasan tak semua hal terpikir…

Berpikirlah sebatas ciptaan sang Maha Penyayang…
Jangan terlampau jauh karena kau kan terjungkir..
Berpikir dapat mengangkat derajat seseorang…
Jika berlebih, dari kebenaran kau kan tersingkir…

Bila Sebatang Rokok" Dijadikan Objek "Berpikir""

Written By Amoe Hirata on Jumat, 15 April 2011 | 10.46


Saya tidak hendak berbicara rokok dari segi hukum. Disamping karena masalah tersebut masih debateable masalah ini juga sudah banyak di bicarakan pada buku-buku tertentu. Jadi bagi yang mau mengetahui hukum lebih jauh saya sarankan membaca lebih lanjut pada literatur yang mengupas tentang hukum rokok. Di sisi lain saya juga tidak hendak mengaffirmasi atau mendorong orang-orang untuk merokok. Merokok atau tidak ini sangat berkaitan erat dengan privasi masing-masing.

Saya melihat rokok dari sudut pandang bagaimana kita mampu menjadikan sebatang rokok itu sebagai perangsang bagi penalaran atau daya pikir kita. Mungkin tujuan itu tidak akan pernah tercapai jika merokok hanya di jadikan rutinitas belaka tanpa melibatkan secara langsung pikiran kita. Maka tak usah jauh-jauh mempelajari metode-metode berpikir. Cukup dengan sebatang rokok saja, anda akan mampu memikirkan diri anda pribadi, masyarakat, dan negara baik dalam skala lokal, regional hingga dunia sekalipun.

Coba ketika anda merokok iseng-iseng bikinlah pertanyaan-pertanyaan seputarnya sampai anda sendiri sudah tidak menemukan lagi bentuk pertanyaan. Kemudian setelah anda membikin pertanyaan-pertanyaan itu, jawablah pertanyaan-pertanyaan itu dengan jujur dan sampai selesai hingga anda sendiri berhenti dan tidak mampu lagi menjawabnya. Jadi dalam proses berpikir tentang sebatang rokok ini anda bisa mengembangkan penalaran dalam bentuk tesa, sintesa dan antitesa.

Salah satu contoh: "Dari sebatang rokok itu anda bisa berpikir bagaimana secara historis rokok lahir. Secara budaya, bagaimana rokok bisa begitu dinikmati sampai menjadi budaya pada masyarakat tertentu. Dari sisi kesehatan, benarkah rokok merugikan kesehatan? Bagaimana data-data sosial tentang kesehatan perokok?

Dari sisi industri, seberapa besar daya finansial yang di hasilkan dari produksi rokok? Bagaimana proses pembuatanya? Adakah kecurangan-kecurangan pada gaji karyawan? Apakah selama ini industri rokok sudah sangat berkontribusi baik dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat atau dalam menambah incum negara. Dari sisi komunikasi sosial, seberapa efektifkah rokok dalam menjaga hubungan interaksi social? Atau malah menjadi perusak hubungan sosia karena pihak yang tidak merokok merasa terganggul? .

Dari sisi ekonomi, benarkah rokok membuat orang hidup dalam budaya boros? Adakah rokok membuat ekonomi pribadi menjadi timpang?. Dari sisi Inspiratif, bagaimana rokok bisa menjadi inspirasi bagi seseorang. Dari sisi estetis, bisakah kita menyibak keindahan orang merokok?. Dari sisi Psikologis, benarkah rokok dapat menenangkan jiwa? Dan masih banyak yang lainya bisa anda kembangkan sendiri.

Coba anda bayangkan hanya dari sebatang rokok saja anda mampu memikirkan sedemikian banyak masalah dari historis, budaya, kesehatan, industri, komunikasi sosial, ekonomi, inspirasi, estetika hingga psikologis. Begitu luas sekali cakrawala anda jika mampu menggunakan nalar untuk berpikir dari sebatang rokok. Karena itu sangat di sayangkan kalau hanya dijadikan rutinitas tanpa makna. Alangkah lebih produktif dan kreatifnya jika melibatkan pikiran kita untuk menemani aktivitas itu.

Mungkin bagi sebagian orang pikiran ini dianggap aneh dan kurang kerjaan. Merokok kok mikir, ya dinikmati lah. Begitu barangkali. Tapi, sangatlah disayangkan jika itu terlewat begitu saja. Sebab bisa jadi, dari sebatang rokok itu anda mendapat ilmu, kebijakan dan kearifan yang mungkin tidak anda dapatkan pada pendidikan formal sekalipun.

Saya memang bukan perokok, tapi saya mengandai seandainya saya jadi perokok mungkin lebih menarik jika itu di iringi dengan berpikir dan merenung. Ini bukan menggurui perokok atau apa, karena saya yakin yang merokok lebih berpengalaman. Masalahnya teramat sayang jika hanya di jadikan rutinitas sedangkan rokok jadi teman hidup kita. Anda berhak menentukan sikap.

Bagi yang tidak merokok jangan kecil hati. Anda bisa berpikir dengan fenomena apa saja yang anda jumpai walaupun itu sederhana. Yang jelas anda bisa melakukan kapan dan dimanapun, tidak perlu bayar bahkan kalau itu sudah menjadi tradisi, anda akan menjadi pemikir, dan tentu saja anda akan mendapat banyak keuntungan.

Bila Mentari Terbit Membarat

Written By Amoe Hirata on Kamis, 10 Maret 2011 | 11.42


Mentari pagi nampak padang bersinar...
Amat indah terburai tanpa sengat...
Sepoi angin pagi ubah hangat jadi segar...
Menandai panorama Dhuha yang teranjur shalat...

Berlaksa-laksa makhluk Tuhan bertasbih dan berdzikir...
Tak henti-hentinya laksana titah dan penuh taat...
Tak malukah insan tertidur pulas menggelepar...
Lalai tak peduli seolah hidup terus dan kuat.....

Cahya menyapa senggang laku bergulir....
Menutur halus hamba-hamba lalai membelot...
Seolah ia bergumam lirih menyindir...
"Bilakah kau tersadar? Hingga hari kiamat?"

Janganlah menunggu, karena tak seorang pun tahu takdir...
Selagi luang gunakan lah sempat....
Selagi sehat seringlah berdzikir...
Bila mentari terbit membarat, tiada lagi harap dan taubat....

Dialog Ikhtilath

Written By Amoe Hirata on Selasa, 15 Februari 2011 | 17.54

Bagong: Mar! Melem malem gini enaknya ngapain ya?

Semar : Apa ya? Ngopi udah, makan udah, nrgumpi udah....emmmm...gimana kalau kita dialog aja?

Bagong: Boleh juga. Emang mo dialog apaan?

Semar: tentang dampak ikhtilath.

Bagong: opo iku Mar? dapet bahasa dari mana kamu? perasaan itu bukan bahasa Indonesia?

Semar : Walah Gong...gong...makanya jangan tidur tok kalo di sekolah.

Bagong: Loh sapa yang tidur tok, aku kan rajin dengerin omongan guru.

Semar : Alah ngeles...buktinya Ikhilath aja ga tau.

Bagong: Hee...ya udah apa artinya entar ga jadi-jadi dialognya.

Semar:Itu memang bukan bahasa indonesia. Itu bahasa Arab arti gampanganya campur aduk antara cowok dan cewek yang bukan mahram.

Bagong: ooo...gitu toh. Emang mau dialog dari sisi apanya?

Semar: dari segenap sisi deh gmn?

Bagong: ok....kita mulai dari sisi agama.

Semar: yo wes...karena agama kita Islam aku mau melihat dari kacamata Islam. Kalo menurut Islam sih campur aduk antara cowok cewek yang bukan mahram itu dilarang.

Bagong: Kok bisa? emang dampak negatifnya apa?
Semar:banyak sih. Diantaranya:memicu terjadinya perzinaan, akibat dari perzinaan iu banyak anak-anak yg lahir diluar nikah, kadang digugurin sebelum lahir, dan intinya dapat menimbulkan akhlak yang tercela.

Bagong: Menurutku tergantung orangnya sih. Kalau orangnya ga nafsu ga bakal terjadi zina. Wong terkadang pada tradisi tertentu hal itu dianggap wajar-wajar saja dan ga sampe nimbulin zina.

Semar: Memang sih ada yang biasa. Tapi masalahnya ini dah larangan agama. Kalau agama ngelarang sudah pasti ada hikmanya. Kalau kita melanggar kan dosa.

Bagong:Aku setuju kalau tentang hukum itu. Cuman analisamu terlalu lemah dan bisa di patahkan. Yang kau bicarakan tentang dampak tadi itu bagiku sangat relatif, ga bisa dijadikan acuan utama. Kalau itu di jadikan acuan entar kalau ada yang nanya" gimana kalau tidak nafsu atau zina?" terus jadi boleh ikhtilath gitu?

Semar: Ya ga sih, aku kan cuma bilang tentang efek yang terjadi.

Bagong: kalau aku sih lebih memandang pada larangan. Sekali dilarang berarti harus ku tinggalkan. Entah apapun hikmah yang terkandung didalamnya. Terkadang larangan agama itu tidak bisa di pecahkan oleh arus logika yang kuat sekalipun. Dan kalau hikmah yang di jadikan sandaran entar berpengaruh pada hukum itu sendiri.

Semar: Terus kalau menurutmu Ikhtilath gimana? boleh?

Bagong: Kan dah ku bilang itu jelas dilarang. Adapun hikmah kenapa itu dilarang kita hanya bisa meraba-raba sejauh kapasitas kita. Makanya sepekulasi hikmah hendaknya di jadikan faktor dinamis yang mengokohkan ketaatan untuk menjauhi larangan itu, bukan di jadikan permanen hingga membahayakan status hukum tersebut.

Semar: Ngomong opo to gong...gong...aku orah mudeng...bahasamu ketinggian.

Bagong: Intinya gini Mar, Apapun yang di perintah atau dilarang taati aja tanpa reserve. Yang jelas itu baik bagi kita. Karena perintah dan larangan agama pasti bermanfaat bagi kita. Masalah hikmah jangan di ambil pusing. Jadikan semacam motivasi aja untuk memperkokoh ketaatanmu.

Semar: ooo...gitu toh.....boleh juga tuh.

{BAGONG....GONG.......gong....}

Bagong: Iya bu, da apa?

Ibu: Pulang dulu, bantu ibu.

Bagong: Iya bu sebentar. dialognya kita lanjut kapan-kapan ya ibuku manggilmanggil tuh.

Semar: ok dah Pek jumpa lagi. Ati-ati ya....salam ma bapakmu.

Bagong: Sip, Assalamualaikum

Semar: wa`alaikum salam.

Padepokan Akademis

Written By Amoe Hirata on Rabu, 05 Januari 2011 | 18.02

Bagai di kejar anjing, Makbul lari terbirit-birit menuju padepokan Akademis. Penghuni padepokan merasa heran. Biasanya, kalau gelagat Makbul demikian pasti sedang membawa berita penting. Ternyata benar. Makbul memberitakan bahwa prabu Rosib beserta prajuritnya akan mengadakan study banding dengan prabu Najah. Setelah bertahun-tahun tidak ketemu, prabu Rasib merasa perlu menyambangi teman seperguruanya untuk menguji sejauh mana kesaktianya.

Ayo cepat siap-siap!! Rapikan semuanya, buat jamuan untuk mereka(Teriak Jayyid). Prabu Rasib beserta rombongan sudah sampai. Keluarlah prabu Najah untuk menyambutnya. Assalamu`alaikum ya akhi, bagaimana kabar antum? Waalaikum salam akhi….ana baik-baik saja…begini tujuan ana kemari ingin bersilaturrahim sekaligus study banding. Kita sudah beberapa tahun tidak ketemu, ana merasa kangen. Saya juga demikian prab. Monggo-monggo silahkan duduk di gubuk kami.

Kenalkan ini adalah putra-putra saya. Yang paling besar dan super ganteng namanya: Mumtaz. Terus yang ganteng sekali itu adeknya, namanya: Jayyid Jiddan biasa dipanggil JJ. Sampingnya lagi yang ganteng namanya: Jayyid biasa di panggil J doank. Nah yang terakhir ni si bungsu namanya: Makbul, walaupun wajahnya biasa-biasa saja tapi dalam dunia interaksi gampang diterima, karena sosoknya yang begitu grapyak dan familier dengan masyarakat sekitar.

Ok, ana salut sekali sama antum. sebelumnya ana minta maaf karena belum dikaruniai anak. Tapi jangan kuwatir ana punya murid banyak kok entar bisa di tandingkan dengan putra-putra antum. Baik, monggo dimakan jamuan yang ala kadarnya ini. Belum selesai mengobrol, rupanya ada lagi tamu yang datang yaitu Prabu Manqul dan prabu Tashfiya(dua saudara kandung, Manqul anak pertama sedang Tashfiyah anak bungsu).

Ahlan akhi Manqul dan Tashfiyah. Mari-mari silahkan duduk, lama ya kita tidak bersua seperti ini. Wah sampeyan berdua tambah gemuk dan cakep saja nih. Ah biasa aja prab, ada yang merawat sih, disamping itu suplai vitamin juga terjamin. Kedatangan kami kemari tidak jauh beda dengan maksud prabu Rosib. Kami juga ingin mengadakan study banding sekaligus shilatur rahim. Kami tidak punya murid hanya punya putra saja.

Ini anaknya mas Manqul. Yang satu namanya Manqul Wahid dan yang kedua namanya Manqulein. Sedangkan yang ini anak saya. Yang paling besar namanya Tashfiyah Bi Maddah dan yang kedua bernama Tashfiyah Bi Madatein. Wah anak antum lucu-lucu dan imut-imut, masih muda sekali. Memang umurnya berapa(Tanya prab Rosib). Heh..jangan terlalu memuji mas, meraka sebaya usianya masih lima belas tahunan.

Setelah semuanya kumpul dan selesai makan-makan, sekarang bersama-sama mereka meluncur ke kelas-kelas study untuk memilih tempat bertanding bagi putra dan murid para prabu tadi. Setelah melihat-lihat akhirnya mereka sepakat memilih kelas imam al-Bajuri, ini karena ruangnya luas, rapi dan ada AC nya.

Suasana kelas begitu hening. Mereka di bagi menjadi empat kelompok. Kelompok A mewakili prabu Najah, kelompok ini di ketuai oleh Mumtaz. Kelompok B mewakili prabu Rosib, kelompok ini di pimpin oleh Rosib Amidin. Kelompok C mewakili prabu Manqul, kelompok ini di ketuai Manqul Wahid. Yang terakhir kelompok D mewakili prabu Tashfiyah, kelompok ini di pimpin oleh Tashfiyah bi Maddah.

Mereka akan bertanding debat. Acara akan di pimpin langsung oleh Graind Syeikh padepokan Akademis yang makruf di panggil Natijah.

Kelompok A memulai presentasinya:" Bagaimanapun juga najah itu lebih baik daripada rosib. Najah merupakan lambang kebanggaan dan kesuksesan. Siswa manapun pasti mencintai dan mendamba-dambakanya, karena itu kami bangga sebagai keluarga Najah. Sedangkan Rosib Tashfiyah dan Manqul secara umum derajatnya lebih rendah dan tidak di harapkan". Begitulah presentasi kelompok A dengan penuh kebanggaan.

Dengan sangat tenang kelompok B membantah:" Ok, najah lebih baik dari rosib. Tapi perlu kalian ketahui bahwa kalian di puji dan disukai itu karena keberadaan kami. Coba seandainya kami tidak ada, pasti tidak ada yang melirik kalian. Siswa menyukai kalian karena berangkat dari kesadaran bahwa mereka ingin menjauhi rosib. Coba seandainya rosib tidak ada tidak mungkin eksintensi kalian di kagumi. Perlu di ketahui juga bahwa siswa rosib itu terkadang tidak menunjukkan kebodohanya. Karena bisa jadi ia sengaja melakukanya untuk motivasi tertentu. Malah sebaliknya terkadang siswa yang katanya najah terkesan bodoh dan tidak cerdas. Di sisi lain kalian perlu tahu rosib bukanlah lambang kegagalan murni. Rosib adalah kesuksesan yang tertunda".

(Para penonton memberikan applaus nya. Ini sangat menarik ternyata kelompok B(Rosib) tidak kalah pinter ngomong dengan kelompok A(Najah), malah uraian kelompok B lebih panjang.)

Kelompok C berkomentar:" Menurut hemat kami, sukses tidaknya siswa itu bukan hanya semerta-merta di lihat dari anatomi nilai akademis tertentu, misalkan najah ataupun rosib. Hasil-hasil itu bersifat sementara dan tidak cukup mewakili untuk menunjukkan kesuksesan. Sebab pada kasus tertentu ada siswa yang secara akademis dianggap gagal, tapi ia mampu meraih kesuksesan dalam bidang lain. Intinya jangan hanya terpaku dengan ukuran-ukuran akademis tertentu, karena itu bisa menipu. Karena bisa saja itu dihasilkan dari keculasan dan kecurangan tertentu".

(Kelas semakin ramai dengan tepuk tangan, tidak disangka juga kelompok C cukup bijak dan pandai ngomong).

Kelompok D menyambut:" Rosib atau najah tidak usah terlalu di permasalahkan, karena masing-masing mempunyai peranan dan manfaat tersendiri dalam mensukseskan siswa. Terkadang rosib bisa membikin siswa sadar untuk memperbaiki diri agar sukses. Terkadang najah malah membikin siswa merasa puas dan mandeg tidak tertantang untuk meraih kesuksesan yang lain, ia merasa cukup sehingga lambat laun sikapnya yang demikian malah membuat dia gagal. Jadi intinya, Rosib atau najah bukanlah hal final dan tak usah di pertentangkan sebab diam-diam mereka menjalin kerjasama dalam menciptakan kesuksesan-kesuksesan siswa".

(Semakin gaduh dan meriahlah perdebatan di kelas imam al-Bajuri ini. Tidak terasa ternyata waktu sudah habis. Para juri merasa bingung untuk menentukan siapa yang memenangkan perdebatan ini. Akhirnya diputuskan:" Tidak ada yang kalah dan yang menang, semua kelompok di nilai bagus". Mendengar hasil demikian nampaknya para prabu merasa puas dan lega, karena tidak ada yang merasa kalah dan mengalahkan. Namun putra-putra prabu Najah kelihatan kurang sreg dan senang mungkin mereka merasa paling hebat dan tidak mau di samakan)
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan