Agama-Agama Besar Masa Kini

Written By Amoe Hirata on Rabu, 22 Oktober 2014 | 06.17


Judul              : Agama-Agama Besar Masa Kini
Penulis            : Sufa`at Mansur
Penerbit          : Pustaka Pelajar
Cetakan          : Pertama, September 2011
Tebal              : 292
Kategori         : Pluralisme Agama
Harga             : -
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan

Pada dasarnya setiap agama memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Pada beberapa agama seperti, Kristen dan Islam ada semacam ajaran untuk menyebarkan agamanya. Masalahnya kemudian –seperti yang dibahas dalam buku ini- apakah semangat untuk menyebarkan keyakinan sebangun dan berbanding lurus dengan semangat untuk toleransi dan menghormati keyakinan masing-masing? Karena itulah bagi penulis saling memahami dan saling menghormati antarpemeluk agama dan keyakinan menjadi sangat penting. Hal itu merupakan tuntutan obyektif kalau menginginkan kerukunan hidup di tanah air Indonesia.
            Buku ini ditulis oleh Sufa`at Mansur. Lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah pada 14 November 1939. Sarjananya ditempuh di IAIN Sunan Kali Jaga. Ia pernah mengikuti Indonesian Islamic Studies Project, di State University of Lieden, Netherland. Di antara buku-buku yang pernah ia tulis selain buku ini ialah: Beberapa Pembahasan Tentang Kebatinan(1985), Indeks Hadits(2010), Manajemen Masjid(2011), dan Sekilas Tentang Aliran Wahabi. Di samping menulis, ia juga aktif sebagai pemakalah atau pembicara dalam berbagai seminar dan diskusi.
            Buku ini terdiri dari tujuh bab, dan dua puluh empat sub-bab. Pembahasan inti pada buku ini: Agama Hindu(agama weda, agama hindu masa kini), Agama Budha(sejarah, madzab-mdzab), Agama Konghucu(sejarah dan ajaran), Agama Shinto(Sejarah dan ajaran), Agama Yahudi(sejarah, kitab dan ajaran), Agama Kristen/Nasrani(sejarah, ajaran dan madzhab), Agama Islam(sejarah, ajaran dan sekte-sekte di dalamnya). Buku ini ditulis secara sederhana, jelas, runtut dan penuh semengat untuk menghidupkan toleransi, buku ini mengenalkan hal-hal yang elementer dan prinsipal dalam berbagai agama besar yang hidup di Indonesia.

            Kata kunci dari buku ini ialah bagamana bisa menanamkan sikap toleran antarumat beragama. Buku ini cocok dibaca untuk masyarakat umum dan umat agama mana pun. Buku ini juga bisa  dijadikan sebagai sumber bacaan bagi para akademisi dan mahasiswa yang sedang mengkaji agama, antropologi, sosiologi, dan filsafat. Selamat membaca.

Mencari Tuhan Sepanjang Zaman


Judul  Terjemahan   : Mencari Tuhan Sepanjang Zaman: Dari Agama-Kesukuan Hingga Agama-Universal
Judul Asli                   : Religion in theMaking: Lowell Lectures, 1926
Penulis                        : Alfred North Whitehead
Penerbit                      : Mizan Media Utama(MMU)
Cetakan                      : Pertama, 2009
Tebal                          : 204
Harga                         : -
Peresensi                    : Mahmud Budi Setiawan

Benarkah agama juga mengalami evolusi(dari yang paling sederhana hingga berkembang menjadi sempurna)? Adakah titik temu di antara agama-agama yang ada?  Siapakah yang paling berhak mengklaim agamanya yang paling sempurna, dan bagaimana menyikapinya? Apakah sama agama-agama yang beresal dari kesukuan dengan agama yang universal? Pertanyaan-pertanyaan itu akan terlintas bagi para pembaca buku ini. Dari judulnya “Mencari Tuhan Sepanjang Zaman Dari Agama-Kesukuan Hingga Agama-Universal” pembaca akan menangkap maksud dari penulisan buku ini. Seolah-olah penulis sedang melakukan pengembaraan spiritual, untuk menguak nilai positif dari agama-agama yang ada.
Buku ini adalah renungan tentang perkembangan agama dan penghayatan ketuhanan berdasarkan Kosmologi proses. Berbeda dengan konsep evolusi Darwin, kosmologi proses menganggap alam semesta berevolusi menurut “pola” atau “hukum” kebaikan menuju suatu finalitas (tujuan). Pola atau hukum itu menjadi “format” dalam evolusi semesta, namun manusia yang merdeka harus jatuh bangun menafsirkannya. Sedangkan, tujuan itu ialah Tuhan sebagai “muara” dari kehidupan setiap makhluk, sehingga kehidupan duniawi ini tak sekadar gelembung sabun dari kesia-siaannya yang tandas. Buku ini ditulis oleh Alffred North Whitehead (1861-1947) seorang filosof dan matematikawan Amerika. Di antara karyanya adalah: A Treatise on Universal Algebra(1898), On Mathematical Concepts of the Material World(1906), An Enquiry Concerning the Principles of Natural Knowledge(1919), The Concept of Nature(1920).
Buku ini terdiri dari empat bab dan dua puluh tujuh sub-bab. Di antara pembahasan pokoknya: Agama dalam Sejarah, Agama dan Dogma, Badan dan Ruh, Kebenaran dan Kritik. Meskipun bertolak dari penghayatannya sebagai seorang Kristiani, yang dibicarakan Whitehead sebagai filosof sebenarnya adalah semua agama di dunia. Dalam penafsirannya, agama-agama dunia berkembang dari “masa kanak-kanak”” berupa “agama suku”, ke arah kesadaran bahwa agama bersangkutan adalah “rahmat bagi seluruh alam”. Dalam perkembangannya itu, agama semakin melengkapi diri selain dengan unsur-unsur ritual yang menggugah emosi, juga dengan pernyataan-pernyataan iman, dan akhirnya dengan penalaran-penalaran teologi atau ilmu kalam. Filsafat Agama dari Whitehead ini mengantar pembaca pada Filsafat Ketuhanan yang oleh Charles Hartshorn diberi nama “pan-en-theisme”.
            Dalam buku ini kesan yang nampak dari seorang Whitehead ialah bahwa ia mau mereguk inspirasi spiritual dari agama-agama. Namun yang menjadi masalah ialah, merupakan tindakan yang tidak ilmiah dan obyektif jika pada akhirnya setiap agama didekati dengan pendekatan yang sama. Contoh saja, misalkan Islam, jika didekati dengan world vew yang bukan Islam, maka akan merusak agama Islam. Apa lagi penulis pembawaannya beragama Kristen, maka sangat rentan untuk memahami agama dengan frame work Kristen. Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja yagn ingin mengetahui filsafat ketuhanan dan perkembangan agama-agama. Tentu saja dengan telaah kritis dan teliti.

Pluralisme Agama dalam Kaum Muda Muhammadiyah

Judul              : Pluralisme Keagamaan dalam Perdebatan
Penulis            :  Dr. Biyanto M.Ag
Penerbit          : UMM Press
Cetakan          : Pertama, Maret 2009
Tebal              : 292
Kategori         : Pluralisme Agama
Harga             : -
Peresume        : Mahmud Budi Setiawan


Kata Pengantar

Penulis
Buku ini merupakan hasil dari penelitian penulis terhadap fenomena keragaman pandangan kaum muda Muhammadiyah terdapat banyak pandangan yang dapat dikategorikan sebagai kelompok yang setuju(diistilahkan sebagai: progresif-liberal) dan kelompok yang menolak pluralisme keagamaan(diistilahkan sebagai: konservatif-literal)[vii].

Dr. Din Syamsudin
Muhammadiyah harus mampu menyeimbangkan secara proporsional antara ibadah mahdlah dan muamalah-duniawiyah(at-tawāzun baina tajrīd wa tajdīd). Tajrid(mencukupkan apa yang diajarkan al-Qur`an dan dicontohkan Nabi Muhammad saw) terkait dengan aqidah dan ibadah mahdlah, sedangkan tajdid(pembaruan) terkait dengan muamalah duniawiyah(xvi).

Pembaruan yang harus dikembangkan Muhammadiyah:
Pertama: Harus melakukan pembacaan ualang konsep teologi dan dasar keyakinan keagamaannya.
Kedua: Muhammadiyah dapat menetapkan pemikiran keagamaan yang telah diyakini untuk dibakukan(xvii).

Di Muhammadiyah bermunculan berbagai kelompok, baik yang liberal-progresif maupun radikal konservatif. Mereka yang disebut liberal-progresif ternyata masih shalat, berpuasa, dan bahkan sangat lancar mengutip al-Qur`an dan Hadith Nabi. Sepanjang mereka masih melakukan itu berarti bukan liberal(xviii).

Dengan adanya dua pandangan berbeda ini maka yang harus dilakukan ialah banyak melakukan dialog pemikiran yang dilakukan secara dingin, jernih, dan mengajak semua untuk terlibat, tidak boleh ada keributan, menang-menangan, dan sikap saling menyalahkan(xviii).

Pendahuluan
Beberapa persoalan yang diperdebatakan kaum muda Muhammadiyah mengenai pluralisme adalah berkaitan dengan genealogi konsep pluralisme, Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran dan keselamatan, dan cara menyikapi kelompok yang berbeda dengan dirinya(hal: 12). Sementara yang setuju terhadap pluralisme menyatakan bahwa nilai-nilai pluralisme sesungguhnya dapat dilacak melalui praktik kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat. Lebih dari itu, mereka menyatakan bahwa dilihat dari kiprah dan pemikiran tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal sesungguhnya menunjukkan meraka sangat pluralis dan inklusif(hal: 13).

Fenomena keagamaan kaum muda Muhammadiyah dalam memahami dan menyikapi pluralisme keagamaan tentu membutuhkan eksplanasi teoritis. Sebab dalam perspektif sosiologis, produk pemikiran seseorang dan sikap yang ditunjukkan sangat berkaitan dengan kontruks sosialnya. Pada konteks ini perlu dieksplanasi latar belakang sosial di antara mereka yang meliputi pendidikan, interaksi sosial, dan genealogi pengetahuan mereka(hal: 16).

Fokus kajian penelitian dalam  buku ini adalah dialektika pandangan kaum muda Muhammadiyah terhadap pluralisme keagamaan(hal: 18). Sedangkan metodologi penulis sebagai berikut: jenis penelitian ini adalah pemahaman/meaning(hal: 26) sedangkan pendekatannya adalah pendekatan sosiologi pengetahuan/sociology of knowledge(hal: 27), metode pengumpulan data(hal: 32), unit analisis(hal: 33), analisis(hal: 33).

Bab I
-          Genealogi Pluralisme Keagamaan:
Pluralisme bermakna bahwa suatu agama dan paham keagamaan tidak lagi dapat menutup diri dan menganggap ajaran dan sistem peribadatannya sebagai yang paling absah(hal: 44).
-          Tipologi Pluralisme Keagamaan:
Menurut Kosuke Koyama: Ada dua, Pertama: Hard Pluralism(sejak awal hakikat kebenaran tidak hanya satu), Kedua: Soft Pluralism(hanya ada satu hakikat kebenaran yang muncul dalam banyak bentuk)(hal: 44).
Menurut Kuntowijoyo ada dua tipologi pluralisme: Pertama, negatif(sikap keberagamaan yang sangat ekstrim. Ex: menganggap agama seperti ganti baju) dan Kedua, positif(mengedepankan penghormatan terhadap keyakinan yang berbeda)(hal: 45(.
Menurut Nur Kholis Madjid, pluralisme adalah suatu sistem nilai yang mengharuskan manusia menghormati  semua bentuk keanekaragaman dan perbedaan, dengan menerima hal tersebut sebagai suatu realitas yang sebenarnya den dengan melakukan semua kebaikan sesuai dengan watak pribadi masing-masing(hal: 46(.
Cak Nur menganjurkan agar umat Islam melakukan relativisme internal agar terhidndar dari kemutlakan untuk diri sendiri dan kelompok sendiri(hal: 46).
Tipologi pluralisme menurut Mukti Ali: sinkretisme(semua agama sama), reconception(menyelami agama sendiri dalam konfontrasi dengan agama lain), sintesis(menciptakan agama baru yang elemennya diambilkan dari semua agama), pergantian(agama sendiri paling benar, agama orang lain salah), agree in disagreement(setuju dalam perbedaan)(hal: 48-47).
Tipologi pluralisme menurut Diana L. Eck: pluralisme tidak sama dengan diversitas, pluralismi tidak hanya bermakna toleransi tapi pencarian secara aktif untuk memahami perbedaan, pluralisme tidak sama dengan relativisme tapi usaha untuk menemukan komitmen bersama, pluralisme selalu berbasis dialog(hal: 50).
Menurut Ninian Smart: eksklusivisme absolut, relativisme absolut, inklusivisme hegemonik, pluralisme realistik, pluralisme regulatif.

Bab II
- Dalam piagam Madinah menunjukkan secara jelas bahwa Islam memiliki pengalaman sejarah untuk menerapkan pluralisme keagamaan(hal: 115).

Bab III
-          Pendukung pluralisme di Muhammadiyah: Zuly, Sukidi, Najib, Boy, Zaki, dan Shofan(hal: 135).
-          Penolak pluralisme: Adian Husaini, Fakhrurozi, Masyhud, Syamsul, Andri, dan Fata(hal: 151).
-          Kaum muda yang mendukung pluralisme merujuk kepada figur: Ahmad Dahlan, Mas Manshur, Syafi`i Ma`arif, Munir Mulkhan, Amin Abdullah, dan Moeslem Abdurrahman, Dawam Raharjo(hal: 242). Di luar itu ada Nurcholish Madjid(hal: 245).
-          Kaum muda yang menolak pluralisme merujuk kepada: Yuhanar Ilyas, Muhammad Muqaddas, dan Mushtafa Kamal Phasa, Buya Hamka, Adian Husaini(246-248).
-          Dialektika Pandangan kaum muda Muhammadiyah terhadap wacana pluralisme keagamaan jelas tidak dapat dipisahkan dari padandangan-pandangan tokoh di sekitar mereka(hal:248).

Kesimpulan
Pertama: Pemahaman kaum muda muhammadiyah terhadap konsep pluralisme keagamaan tampak sangat beragam. Yang setuju memahami paham ini dengan sikap positif, optimis, dan terbuka. Dengan merujuk pada konsep Diana L. Eck, mereka memahami pluralisme tidak terbatas pada pengertian pluralitas atau diversitas, toleransi dan relavitisme, lebih dari itu bagi mereka pluralisme adalah paham yang mengajarkan agar setiap pemeluk agama mengakui keberadaan agama lain yang berbeda, terlibat aktif dalam memahami perbedaan, dan memiliki komitmen untuk menemukan kesamaan perbedaan. Bagi mereka, pluralisme agama harus dipahami secara antropologis dan sosiologis. Yang tidak setuju memahami pluralisme dalam pengertian yang negatif, pesimis, dan terbatas pada pemahaman yang bersifat filosofis dan teologis(hal: 255).
Kedua: Pemahaman kaum muda Muhammadiyah baik yang setuju maupun yang menolak pluralisme keagamaan banyak ditentukan oleh kondisi eksternal(faktor global-lokal terkait ideologi, politik, dan ekonomi) dan internal Muhammadiyah(berkaitan dengan fenomena konservatisme) serta latar belakang sosial mereka(latar belakang pendidikan, interaksi sosial, dan genealogi pengetahuan)(hal: 256).

Ketiga: Tipologi pandangan kaum muda Muhammadiyah mengenai pluralisme keagamaan tampak bervariasi. Tipologi pluralisme yang dikembangkan mereka bergerak di antara hard pluralism dan soft pluralism, pluralisme positif, pluralisme realistik, relativisme internal, dan menunjukkan semangat agree in disagreement. Sementara tipologi yang menolak dapat dikelompokkan menjadi dua; yang moderat dan radikal(hal: 257).

Toleransi Beragama Mahasiswa

Judul              : Toleransi Beragama Mahasiswa
Penulis            : H. Bahari, MA
Penerbit          : Maloho Jaya Abadi Press, Jakarta
Cetakan          : Pertama, 2010
Tebal              : 172 halaman
Kategori         : Pluralisme Agama
Harga             : -
Peresume        : Mahmud Budi Setiawan

-          Setiap upaya meningkatkan toleransi di kalangan mahasiswa masih perlu dilakukan. Sebab, kendati survei SETARA Institute menunjukkan hasil menggembirakan terhadap kondisi toleransi kaum muda berbeda agama namun pada sisi lain masih ditemukan konflik sosial yang melibatkan mahasiswa(hal: 12).
-          Secara konseptual dan metodologis:
1.      Toleransi tidak merujuk kepada perbedaan, tetapi penerimaan terhadap perbedaan. Sebab itu, berapa pun besar dan jauhnya perbedaan tidak menggambarkan kondisi toleransi beragama.
2.      Toleransi beragama sebenarnya merujuk kepada suatu situasi relasional yang relatif damai di antara berbagai umat beragama yang berlainan.
(hal: 60).
-          Sikap toleransi sangat diperlukan oleh masyarakat guna menciptakan harmonisasi antarumat beragama. Sebaliknya sikap intoleran bisa mengancam terciptanya harmonisasi antar umat beragama.
-          Salah satu sebab intolerensi adalah paham keagamaan yang cendrung tertutup (eksklusif) sebagai akibat pengajaran doktrin keagamaan yang menekankan tentang kebenaran tunggal(hal: 78).
-          Sikap keberagamaan yang terbuka (inklusif) cenderung membuat orang toleran dan sikap keberagamaan yang tertutup ( eksklusif) cendrung membuat orang intoleran(hal: 79).
-          Kepribadian berpengaruh langsung terhadap:
a.       Keterlibatan organisasi
b.      Hasil belajar
c.       Lingkungan pendidikan
d.      Toleransi beragama
-          Keterlibatan organisasi berpengaruh langsung terhap:
a.       Lingkungan pendidikan
b.      Hasil belajar
c.       Toleransi beragama
-          Terdapat pengaruh langsung kepribadian terhadap keterlibatan organisasi sebesar 3,8 % dengan nilai koefisien jalur adalah 0,195.
-          Variabel kepribadian mahasiswa tidak memiliki pengaruh langsung terhadap hasil belajar pendidikan agama, tetapi kepribadian mahasiswa akan lebih efektif peranannya terhadap hasil pendidikan agama jika mahasiswa terlibat dalam organisasi.
-          Variabel kepribadian mahasiswa tidak memiliki pengaruh langsung terhadap lingkungan pendidikan, tetapi kepribadian mahasiswa akan lebih efektif peranannya terhadap lingkungan pendidikan jika didukung oleh keterlibatan mahasiswa dalam organisasi.
-          Secara umum variabel kepribadian, keterlibatab organisasi, hasil belajar dan lingkungan pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap toleransi beragama.

(hal: 141).

Hidup Beragama

Judul              : Hidup Beragama dalam Sorotan UUD 1945 dan Piagam Madinah
Penulis            : Dr. Aksin Wijaya, S.H., M.Ag
Penerbit          : STAIN Ponorogo Press
Cetakan          : Pertama, Mei 2009
Tebal              : 96 halaman
Kategori         : Pluralisme Agama
Harga             : -
Peresume        : Mahmud Budi Setiawan

Pendahuluan
-          Piagam Madinah yang dibuat Muhammad justru berisi butir-butir yang tidak mencerminkan semangat islami, dalam arti formal, kendati Muhammad sendiri seorang Nabi(hal: 2).
-          Muatan yang ada di dalam Piagama Madinah tidak lebih dari sikap politik Muhammad sebagai pemimping politik yang harus memberikan kebebasan kepada setiap suku dan individu untuk menjalankan, bukan saja tradisi individu dan sukunya, tapi juga agamanya masing-masing. Bahkan paganisme pun diizinkan hidup di sana.(hal: 3)

Konsep Kebebasan Beragama
-          Yang dimaksud kebebasan beragama adalah tidak adanya pihak-pihak tertentu yang berhak menghalangi, memaksa, baik secara kultural maupun struktural. Jadi, kebebasan beragama berarti seseorang baik secara individual maupun kolektif bebas memeluk dan melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan mereka(hal: 14).
-          Bentuk-bentuk hak asasi yang berkaitan dengan agama dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Bebas dari keharusan beragama di luar dirinya
b.      Bebas dari paksaan beragama
c.       Bebas untuk memeluk atau tidak memeluk suatu agama,
d.      Bebas untuk memilih dan melepas suatu agama,
e.       Bebas untuk pindah agama,
f.        Bebas untuk menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
(hal: 17).
-          Agama yang dimaksud dalam buku ini adalah agama dalam pengertian umum, meliputi seluruh agama, baik agama samawi, agama ardhi, Kristen maupun Islam, dan lain-lain(hal: 19).
-          Agama pada hakikatnya suatu ajaran, aturan dan makna yang berkaitan antara hubungan manusia dengan kekuatan yang berada di luar dirinya, yaitu Tuhan dengan sesamany(hal: 20).
-           
Beragama dalam sorotan UUD 1945 dan Piagam Madinah
-          Secara historis, proses perjuangan kemerdekaan Indonesia telah membuahkan hasil gemilang dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia yang terangkum secara normatif dalam UUD 1945(hal: 34).
-          Indonesia bukan negara sekuler,  bukan pula negara agama, melainkan perpaduan antara keduanya(hal: 35).
-          Proses lahirnya Piagam Madinah menunjukkan bahwa fanatisme suku dan agamalah faktor awal pemicu konflik di tengah-tengah dakwah Muhammad yang memaksa beliau mencari strategi baru yang kondusif bagi pengembangan Islam(hal: 43).
-          Komitmen masyarakat Madinah tidak didasari oleh semangat “keagamaan” apalagi mengikuti otoritas satu agama, seperti agama Islam(hal: 43).
-          Piagam Madinah sebagai kontrol sosial komunitas masyarakat telah menempatkan “rasa kebangsaan” sebagai perekat persatuan. Sementara aspek pluralitas masyarakat seperti pluralisme agama, suku dan tradisi diletakkan secara egaliter(hal: 44).

Arah Baru Kehidupan Beragama di Indonesia
-          Diantara pengambilan sintesa diskursif antara keduanya adalah:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa tetap dipertahankan sebagai landasan prinsipil-moril kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tanpa memformalkan dalam administrasi negara.
2.      Politeisme , suatu paham banyak Tuhan secara moral tidak diperkenankan dalam wilayah Indonesia, karena paham ini mengindikasikan kelemahan Tuhan.
3.      Yang tidak perlu dilakukan negara adalah keterlibatan dalam menentukan jumlah agama yang boleh menetap di Indonesia.
(hal: 52-53).

Penutup

-          Antara keduanya (UUD 1945 dan Piagam Madinah)terdapat persamaan di samping perbedaan dalam melihat dan memposisikan agama.
1.      Dalam UUD faktor keyakinan agama dijadikan sumber inspirasi sekaligus sebagai landasan moral sedangkan Piagam Madinah tidak melibatkan keyakinan keagamaan dalam berbangsa dan bernegara.
2.      UUD 1945 lebig bercoran intervensionis ketimbang Piagam Madinah.
-          Aturan-aturan yang terlalu intervensionis dalam UUD 1945 diganti dengan aturan-aturan yang berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan dari Piagam Madinah.
-          Pluralitas dan kebebasan beragama adalah kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapapun, bahkan bagi negara yang berkuasa sekalipun.
-          Untuk mengatasi segala sikap destruktif antarpemeluk agama, perlu diciptakan dialog antarumat beragama.
(Hal: 56-57).

Agama Kekuasaan dan Kekuasaan Agama

Judul            : Agama Kekuasaan dan Kekuasaan Agama Perspektif  Profetik atas Peran Geopoolitik Global Takhta Suci
Penulis            : Tjahjadi Nugroho
Penerbit          : SadarPublications
Cetakan          : Pertama, 2005
Tebal              : 250 halaman
Kategori         : Pluralisme Agama
Harga             : -
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan

Ketika globalisasi sudah menjadi keniscayaan bagi selurah umat beragama, bagaimana sikap para umat beragama dalam menghadapi dan menyikapi globalisasi? Apakah dalam perjalanan sejarahnya hingga saat ini agama menjadi kekuasaan, atau sebaliknya? Dalam buku ini akan dijelaskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Penulis juga berusahan mencari solusi yang tepat untuk menghadapi konflik manusia yang berkepanjangan.

Apa yang diketengahkan Tjahjadi Nugroho barangkali secara prinsip tak jauh berbeda dari ide pokok para pelopor terdahulu. Namun demikian, kejujuran dan keterbukaan yang dikemukakan seorang Tjahjajadi Nugroho, cukup melegakan. Sebagai agamawan, ia mencoba menemukan solusi dalam menyelesaikan konflik kemanusiaan yang berkepanjangan ini. Dalam konteks globalisasi, Tjahjadi Nugroho mencoba menawarkan sebuah reformasi institusi keagamaan. Buku ini dipersembahkan penulis terutam untuk pemuka agama dan masyarakat dalam memulai perubahan skap dogmatis dan dikotomi iman-ilmu. Bagi penulis, dialog subtansial umat beragama sangat diperlukan di masa kini untuk menciptakan perdamaian di dunia, untuk menyatakan keberadaan Allah dan perintah-Nya, nilai kemanusiaan dan kecerdasannya dalam membangun masa depan dunia.

Buku ini adalah sebuah tulisan yang menantang pembaca untuk memperbarui sikap beragama dan sikap politik umat beragama menghadapi globalisasi. Beranikah pembaca mempercayai kitab suci sebagai sumber kebenaran? Atau beranikah pembaca melepaskan kitab suci sebagai dasar moral? Menurut penulis ‘agama kekuasaan’ menjadi istilah untuk mewakili kondisi ketika agama dipimpin oleh hasrat naluriah, naluri menguasai nurani. Akibatnya, agama tidak menyanggupkan manusia melakukan yang baik atau benar sekalipun memimiliki pengetahuan rohani yang benar. Muatan buku ini berupaya untuk mengangkat peran profetik institusi agama dalam percaturan kompetisi global.

Buku ini ditulis oleh Tjahjadi Nugroho, seorang Pendeta dan Penulis yang juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan di Indonesia. Tinggal di Semarang, Jawa Tengah. Buku-bukanya yang lain adalah: Orde Dunia baru, Manusia Yesus Kristus, Keluarga Besar Umat Allah. Bahasan pokok buku ini sebagai berikut: Era Global Milik Siapa? Suksesi Raja-Raja, Dari Kekuasaan Agama ke Agama Kekuasaan, Peran Profetik Islam, Luka Parah dan Sembuh Kembali, Amerika-Vatikan: Polisi Duni dan Godfather, “Grand Design” Vatikan, Quo Vadis Dunia?


Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja yang ingin memperkaya wacana  sebagai sarana untuk mencari solusi  bagi konflik yang terjadi di kalangan umat beragama terutama dalam menghadapi globalisasi. Mungkin isi dari buku ini banyak yang kontroversial, karena itulah pembacaan dengan nalar kritis harus senantiasa dipegang untuk menelaahnya.

Pengantar Teologi Agama-Agama

Judul Asli                   : Introducing to Theologies of Religions
Judul  Terjemahan   : Pengantar Teologi Agama-Agama
Penulis                        : Paul F. Knitter
Penerbit                      : Kanisius
Cetakan                      : Kelima, 2012
Tebal                          : 305 halaman
Kategori                     : -
Peresensi                    : Mahmud Budi Setiawan

Mungkinkah terjadi dialog yang damai antarpemeluk agama hingga tercipta toleransi dan kehidupan beragama yang damai? Buku ini mengingatkan kita akan dua hal: peringatan dan undangan. Sebagai peringatan, buku ini mencoba mengingatkan umat Kristiani(tetapi bukan hanya umat Kristiani) akan adanya kewajiban untuk bersikap serius terhadap agama-agama lain: lebih memahami mereka, berdialog dengan mereka, dan bekerja sama dengan mereka. Sebagai undangan, buku ini ingin menunjukkan berbagai keuntungan yang membuat hidup ini lebih bermanfaat dan iman makin diperkuat karena berkomunikasi dengan dan belajar dari sesama yang beragama lain. Untuk menapaki jalan imannya sendiri, seseorang perlu berjalan bersama umat beragama lain. Di antara pembahasan pokok buku ini: Agama Kristen dan Agama-agama Lain, Model Penggantian “Hanya Satu Agama Yang Benar”, Model Pemenuhan “Yang Satu Menyempurnakan yang Banyak”, Model Mutualitas “Banyak Agama Terpanggil untuk Berdialog”, Model Penerimaan “Banyak Agama Yang Benar: Biarlah Begitu”.

Buku ini ditulis oleh Paul F. Knitter seorang Guru Besar Teologi di Xavier University, Cincinnati, Ihio, USA. Ia mendapatkan licensiat teologi dari Pontifical Greogariab University di Roma dan belajar di bawah bimbingan Karl Rahner dan doktor diperoleh dari The University of Marburg, Jerman. Menjadi dosen tamu di Center for Religion and Cross Cultural Studies Universitas Gajah Madah. Diantara karangannya ialah: This is the topic of One Earth Many Religions: Multifaith Dialogue and Global Responsibility (1995) and Jesus and the Other Names: Christian Mission and Global Responsibility (1996), and his critical survey of Christian approaches to other religions: Introducing Theologies of Religions (Orbis Books, 2002). In 2005, Knitter edited a multifaith exploration titled The Myth of Religious Superiority (Orbis Books). His latest publication is Without Buddha I Could Not Be A Christian: A Personal Journey of Passing Over and Passing Back (Oneworld Publications, 2009). This is the topic of One Earth Many Religions: Multifaith Dialogue and Global Responsibility (1995).


Ide khusus dari buku ini ialah  pentingnya umat Kristiani berdialog dengan agama-agama lain. Perbincangan teologis intra-Kristiani yang memang diperlukan bagi dialog dengan agama-agama lain, tidak mungkin dilakukan tanpa dialog dengan umat beragama lain. Dengan kata lain apa yang membuat dialog intra-Kristiani tentang agama-agama lain perlu dan penting, itu juga membuat perbincangan, hubungan, kerja sama dengan umat beragama lain menjadi mungkin dan berhasil.  Buku ini bertujuan membuat umat Kristiani sadar akan pentingnya menyikapi agama-agama lain secara serius. Dengan demikian –apa pun model teologis yang mereka pilih- penulis yakin, umat Kristiani akan lebih mendalami iman mereka dan memampukan mereka membawa dunia ini sedikit lebih dekat kepada apa yang Yesus maksudkan dengan kerajaan Allah. Buku ini cocok dibaca bagi mereka yang ingin tahu bahwa dalam tubuh Kristiani ada upaya untuk menyebarkan pluralisme agama.

Kesatuan Ruh Agama-Agama

Judul              : Mengungkap Kesatuan Ruh Agama-Agama
Penulis            : Syahrudin Ahmad
Penerbit          :  CV Lanti Palu
Cetakan          : II, 2004
Kategori         : Pluralisme Agama
Tebal              : 302 halaman
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan
                      
Benarkah ada titik temu antaragama-agama? Kalau pun kemudian ditemukan titik temu, apakah itu berarti berkonsekuensi kepada pluralisme agama, dalam arti penyamaan agama-agama, lantaran tidak ada kebenaran yang absolut?  Kala pun nanti di antara agama bisa diungkap kesamaan ruhnya, lalu bagaimana cara menyikapinya? Apakah ajaran agama akan didekonstruksi, atau di reinterpretasi? Dalam buku ini akan ditemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut.

Bagi penulis, keberadaan semua kitab-kitab suci yang diturunkan Tuhan harus dipahami sebagai sebuah mata rantai yang tidak bisa dipahami sebagai sebuah mata rantai yang tidak bisa diputuskan, karena memutuskan mata rantai ajaran agama melalui kitab-kitab suci itu, niscaya membuat kita sampai kapan pun tidak akan memahami ajaran agama itu secara benar untuk kita abadikan sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin. Kehadiran buku ini cukup mengejutkan dan mengguncang akidah umat Islam, namun pemikiran yang ditampilkan berdasarkan ayat-ayat al-Qur`an yang dikaji secara ilmiah.

Buku ini ditulis oleh Syahrudin Ahmad, lahir di Palu, tanggal 9 Juni 1940. Diantara karangannya ialah: Fitrah Agama Menyingkap Kebenaran Sebagai Kunci Perdamaian(1999), Menetaskan Mukjizat Al-Qur`an (2002), Menyingkap Tabir Makna Ajaran Al-Qur`an yang Terselubung(2002), dan Misi Islam Mencari Titik Temu Agama(2003). Bahasan pokok dalam buku ini adalah gabungan dari buku yang ditulis tadi. Yang mendorong penulis untuk menulis tulisan ini ialah karena bertolak dari realitas pertentangan pemahaman ajaran Islam oleh paham yang diwarisi sejak berabad-abad. Karena itulah penulis mengkaji ajaran Al-Qur`an langsung melalui terjemahan yang dibaca secara kritis.

Terlepas dari itikad baik dari sang penulis, namun perlu dikritisi di sini. Sejak awal penulis sudah mengakui bahwa ia tidak ahli dalah ilmu agama. Kajiannya terhadap al-Qur`an saja hanya menggunakan terjemahan. Seilmiah-ilmahnya seorang, kalau tidak menguasai bahasa asli, alias baca dari terjemahan, maka akan berdampak negatif bagi hasil penelitian. Kajian ilmiah mengharuskan seseorang untuk menguasai alat-alatnya keilmuannya. Bagaimana akan menghasilkan kajian keislaman yang obyektif, bila mempelajari Islam bukan dengan menguasai terlebih dulu keilmuannya. Bukankah bila sesuatu diserahkan kepada yang bukan ahlinya akan hancur. Sehingga sekali lagi ketika membaca buku ini, harus diiringi dengan nalar kritis.


Buku ini bagus dibaca bagi mereka yang ingin memperkaya wacana keislaman kotemporer. Sembari tetap mawas diri, agar selalu membacanya dengan nalar kritis.

Agama untuk Manusia

Judul              : Agama untuk Manusia
Penulis            : Fazlur Rahman, W.C Smith, Huns Kung, Abdul Aziz Sachedina, Ewert H. Coisins, K.R. Sundarajan, Gunaseela Vitanage, Jacques Waardenburgh, D.H.W. Gensichen.
Penerbit          : Pustaka Pelajar
Cetakan          : Pertama, Desember 2000
Kategori         : Pluralisme Agama
Tebal              : 278 halaman
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan

            Agama ada sebenarnya untuk apa? Kalau memang untuk manusia, sejauh ini apakah sudah memanusiakan manusia? Kalau memang agama yang benar hanya satu, lalu mengapa Tuhan menciptakan agama? Bisakah agama yang berbeda-beda itu menyatu menciptakan kerja sama yang apik sehingga lahir sebuah pengalaman yang dalam tentang keberagamaan? Melalui buku ini, paling tidak pembaca akan menemukan jawabannya. Namun juga perlu diperhatikan sebelumnya bahwa, membaca buku ini harus diiringi dengan nalar kritis keagamaan, sebab kalau tidak nanti berujung kepada perelativan kebenaran agama, yang berakibat penghancuran nilai-nilai agama.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang dihadirkan untuk meningkatkan kesepahaman dan kerja sama antarpemeluk agama yang berbeda-beda. Tulisan pertama ditulis oleh Abdul Aziz Sachedina seorang Muslim Syi`ah yang mempertanyakan apakah kehadiran Islam berarti menghapus agama Yahudi dan Kristen? Kemudian berikutnya Fazlur Rahman seorang Muslim Sunni soal sikap Islam terhadap Yahudi, ia menyimpulkan bahwa hubungan kaum Muslim dengan Yahudi dalam bidang agama betul-betul langgeng dan mendalam, kemudia Wilfred  Cantwell Smith yang dalam tulisanya meminta perlunya mempertimbangkan kembali pengiriman misionaris ke luar negeri.
sementara Ewesrt Cousins menyoroti masalah dialog agama  sebagai wahana untuk berbagi dan memperdalam pengalaman beragama, Sundararajan dari agama Hindu membicarakan potensi dialog dari tradisi Hindu, dari agama Budha Gunassela memperhatikan wejangan-wejangan sang Budha bahwa sejak dulu sampai sekarang ajaran buda bersikap toleran terhadap agama lain. Kemudian tulisan membahas dialog Muslim-Kristen yang ditulis Abdul Aziz dan Jacques. Penutuo tulisan ini adalah dua buah tulisan Genshicen dan Huns Kung yang membicarakan tentang perang dan perdamaian agama-agama besar, dan sumbangan agama bagi terciptanya etika global.
Pokok pembahasan buku ini ialah sebagai berikut: Apakah Islam Membatalkan Agama Yahudi? Sikap Islam terhadap Agama Yahudi, Orang Kristen di Tengah Pluralitas Agama, Hakikat Keyakinan dalam Dialog Antaragama, Model-model Dialog Antaragama Menurut Agama Hindu, Sikap Budha terhadap Agama Lain, Teologi Islam Mengenai Hubungan Muslim-Kristesn, Isu—isu Pending dalam Hubungan Muslim-Kristen, Perang dan Perdamaian dalam Agama, Perdamaian Dunia, Agama-agama Dunia. Pada intinya, kumpulan tulisan ini ingin menemukan titik temu antara agama-agama sehingga terwujud yang namanya toleransi dan kerjasama antarpemeluk agama. Yang menarik dari buku ini ialah penulisnya diambil dari berbagai pemeluk agama. Namun perlu disadari juga bahwa, tetap harus ada kesadaran mengenai sejauh mana agama harus bertoleransi, bila tidak, maka agama sebagai muara nilai kebenaran, tidak berarti apa-apa karena direlatifkan kebenarannya. Kerjasama tak harus dengan menghancurkan keyakinan.

Islam dan Pluralisme

Judul              : ISLAM DAN PLURALISME, Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan
Penulis            : Jalaluddin Rakhmat
Penerbit          : PT SERAMBI ILMU SEMESTA
Cetakan          : Kedua, November 2006
Kategori         : Pluralisme Agama
Tebal              : 292 halaman
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan

Apakah hanya Islam agama yang diterima Allah? Dengan kata lain, apakah orang yang beragama selain Islam, seperti Kristen, Hindu, Budha, akan memperoleh keselamatan di sisi Allah? Apakah nonmuslim juga menerima pahala amal salehnya? Lantas, kenapa Tuhan menciptakan agama yang bermacam-macam? Kenapa Allah tidak menjadikan semua agama itu satu saja? Apa tujuan penciptaan berbagai agama itu? Bagaimana seharusnya kita menyikapi perbedaan ini? Pertanyaan ini meletupkan kontroversi.

Buku ini ditulis oleh tokoh Syi`ah Indonesia, Jalaluddin Rahmat. Lahir di Bandung, 29 Agustus 1949. Pakar komunikasi, pengasuh SMA Plus Muthahari, sekolah model pembinaan akhlak. Ia menjabat sebagai ketua IJABI. Di antara karya tulisnya: Psikologi Komunikasi (1985)Islam Alternatif (1986).Islam Aktual (1991),Renungan-Renungan Sufistik (1991).Retorika M oderen (1992)Catatan Kang Jalal (1997).Reformasi Sufistik (1998).Jalaluddin Rakhmat Menjawab Soal-Soal Islam Kontemporer (1998).Meraih Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik (1999).Tafsir Sufi Al-Fâtihah (1999).Rekayasa Sosial: Reformasi Atau Revolusi? (1999).Rindu Rasul (2001).Dahulukan Akhlak Di Atas Fikih (2002).Psikologi Agama (2003)Meraih Kebahagiaan (2004)Belajar Cerdas Berbasiskan Otak (2005).Memaknai Kematian (2006)Islam dan Pluralisme, Akhlak Al-Quran dalam Menyikapi Perbedaan (2006).

Buku ini mencoba mencari jawabannya dalam Al-Qura`n. Lewat analisis bahasa dan telaah tajam atas ragam tafsir yang ada, Kang Jalal mendedah makna sejati Islam dan agama (din), mengungkap spirit firman Allah dalam memandang agama-agama lain, dan merumuskan bagaimana kita beriman secara autentik di tengan pluralitas kebenaran itu. Dengan gaya ungkap menawan, segar, dan cerdas. Cendekeiawan muslim yang pakar komunikasi ini juga mengajak kita menelaah berbagai wacana keislaman dan fenomena keberagamaan kontemporer: dari cara mengenal Tuhan hingga menjadi manusia, dari fundamentalisme hingga ateisme, dan dari penegakan syariat hingga transparansi sosial.


Bahasan buku ini sebagai berikut: Bagian satu membicarakan tentang Beriman di Tengah Pluralitas Kebenara. Isi pokok bahasannya: Menyikapi agama lain, Memahami makna Agama, Menyikapi perbedaan. Bagian dua, membahas tentang Mencari Autentitas Iman, pokok bahasannya: Mengenal Allah, Menjadi Manusia, Arti Kejatuhan Manusia di Bumi, Berperang Membela Tuhan., Masa Depan Tuhan. Bagian tiga, membahas tentang Menghadang Kemungkaran Sosial, pokok bahasannya: Menyoal Negara Islam, Menghadang Kemungkaran, Yang Menguasai dan Yang Dikuasai, Memerangi Musuh Negara. Buku ini berusaha mendamaikan agama Islam dengan agama lain, namun sayang ide-idenya tak jauh beda dengan para pengusung pluralisme agama. Maunya menyajikan wajah Islam yang damai, tapi nash-nash direinterpretasi sedemikian rupa untuk menjustifikasi pendapat yang melatarbelkanginya. Namun perlu diakui juga gaya penulisan yang enak, mengalir, dan tidak emosional, merupakan keistimewaan buku ini.

Islam Universal

Judul Buku                :  ISLAM UNIVERSAL
Pengarang                  : Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Dkk(M. Yunan Yusuf, Masdar F Mas`udi, Mochta Pabottinggi, Sayidiman Suryohadiprojo, Prof. Ali Yafie, Jalaludin Rahmat, Dr. M Qurays Syihab, Dr. Komarudin Hidayat)
Penerbit                      : PUSTAKA PELAJAR
Cetakan/Tahun         : Pertama November 2007
Tebal                          : 342 halaman
Harga                         : -
Peresensi                    : Mahmud Budi Setiawan

            Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang sengaja disusun untuk memperbincangkan universalitas Islam. Di dalamnya terdapat tulisan dari cendekiawan Muslim, seperti Nurcholis Madjid,  Masdar F Mas`udi, Ali Yafie, Jalaludin Rahmat, Qurays Syihab, Komarudin Hidayat dan lain-lain. Buku ini diberi kata pengantar oleh Abdur Rahman Wahid yang membincang Universalisme Islam. Menurutnya, universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting dan yang terbaik adalah dalam ajaran-ajarannya.  Ajaran yang meliputi fiqih, tauhid, akhlak dan kemanusiaan.
Salah satu ajaran yang dengan sempurna menampilkan universalisme Islam ialah jaminan dasar yang diberikan baik pada individu maupun kelompok yaitu: keselamatan fisik, agama, keluarga dan keturunan, harta, dan keselamatan profesi. Secara keseluruhan kelima jaminan dasar di atas menampilkan universalitas pandangan hidup yang utuh dan bulat. Kesemua jaminan dasar itu hanya menyajikan kerangka teoritik yang tidak berfungsi, juga tidak didukung oleh kosmopolitanisme peradaban Islam.
Kosmopolitanisme peradaban Islam tercapai atau berada pada titik optimal, manakala tercapai atau berada pada titik optimal, manakala tercapai keseimbangan antara kecendrungan normatif kaum muslimin dan kebebasan berpikir semua warga masyarakat(termasuk mereka yang non-muslim). Hanya dengan menampilkan universalisme baru dalam ajarannya dan kosmopolitanisme baru dalam sikap hidup para pemeluknya, Islam akan mampu memberikan perangkat sumber daya manusia yang diperlukan oleh si miskin untuk memperbaiki nasib sendiri secara berarti dan mendasar, melalui penciptaan etika sosial baru yang penuh dengan semangat solidaritas sosial dan jiwa transformatif yang prihatin dengan nasib orang kecil.
Secara garis besar buku ini membahas tentang Islam universal. Diantara tema pembahasan para penulis di dalamnya ialah tentang: Konsep Muhammad Sebagai Penutup Nabi, Implikasi Sosial-Keagamaan Muhammad Sebagai Penutup Utusan Allah, Hak Milik dan Ketimpangan Sosial, Penghayatan keagamaan populer dan Masalah Religio-Magisme, Hak-hak Individu dan Sosial Indonesia, Makana Modernitas dan Tantangannya Terhadap Iman, Islam di Indonesia dan Potensinya Sebagai Sumber Subtansiasi Ideologi dan Etos Nasional,Pengertian Wali al-Amr dan Problematika Hubungan Ulama dan Umara, Agama dan Negara dalam Islam, Skisme dalam Islam, Sebuah Telaah Ulang, Sikisme dalam Islam, Konsep-konsep Kebahagiaan dan Kesengsaraan, Persoalan Penafsiran Metaforis, Etika dalam Kitab Suci dan Relevansinya.
Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja yang menginginkan dialog mengenai wacana-wacana keislaman kontemporer, khususnya berkaitan dengan unicersalitas Islam.


Satu Tuhan Seribu Tafsir

Judul              : Satu Tuhan Seribu Tafsir
Penulis            : Abdul Munir Mulkhan
Penerbit          : KANISIUS
Cetakan          : Kelima, 2011
Kategori         : Pluralisme Agama
Tebal              : 175 halaman
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan

Benarkah doktrin-doktrin agama bersifat final? Konsep-konsep yang dianggap telah baku yang kadang menuai problem seperti kafir-mukmin, surga-neraka, apa tidak bisa dibangun kembali pengertiannya agar lebih toleran dan bisa membangun perdamaian antarpemeluk agama? Menurut penulis, doktrin kesalehan dan dosa, surga dan neraka, serta doktrin tentang iman dan kafir, perlu ditafsir ulang. Iman tidak sekadar percaya pada adanya Tuhan dengan segala sifat-Nya, tapi juga bukti empirik kesediaan menerima pengakuan orang lain atas Tuhan dengan cara mereka. Kesalehan tidak sekadar dilihat dari ritual formal, tapi juga dari kemanfaatan hidupnya bagi orang lain.

Buku ini ditulis oleh Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, S.U., lahir di Jember, Jawa Timur, 13 November1946. Pendidikan Tinggi ditempuh di: IAIN Sunan Ampel Cabang Jember(S1), sedangkan S2 dan S3 di UGM dan pernah di McGill University, Kanada. Ia sekarang menjadi guru besar di Fakultas Tarbiyah UIN Yogyakarta. Ia pernah aktif di Majlis Pendidikan Muhammadiyah, Dewan Penasihat Pusat HAM, Dewan Penasihat LibforALL, Wakil Sekretaris MUI Propinsi DIY. Diantara karangannya: Satu Tuhan Seribu Tafsir, Sufi Pinggiran, Menembus Batas-Batas.

Buku ini ingin mempersoalankan suatu pertanyaan mendasar, yakni mana yang lebih utama , apakah kita harus menunjukkan perilaku islami atau melakukan formalisasi Islam dalam kehidupan aktual sehari-hari? Buku ini membahas bab-bab berikut: Makna Kemahatunggalan Tuhan, Bencana Alam dan Kesalehan Natural, Garapan Islam dalam Kehidupan Singapura, Sufistisasi Relegiositas, Satu Tuhan dan Ajaran-Nya dalam Multitafsir Pemeluk, Empati Kemanusiaan: Inti kesalehan Multikultural, Materialisasi Kesadaran Ilahiah, Pembelajaran PAI berbasis kesadaran ilahah, Pembelajaran agama dalam Kearifan Mitologi Lokal, Kepribadian Berbasis Kesadaran Ketuhanan, Dematerialisasi Kesadaran Ilahi Akar Aksi Kemanusiaan Kenabian, Pengalaman Ketuhanan Autentik dalam Tradisi Lokal, Islam bagi Semua, Solidaritas Kemanusiaan Global, Kearifan Lokal dalam Pembajakan Demokrasi, The Others dalam Sistem Keberagamaan, Peneguhan Misi Kemanusiaan Agama-Agama, Sinkretisisasi Etika Kemanusiaan Agama-Agama: Mencari Solusi Konflik, Kemahaunikan Tuhan dan Kemanusiaan Universial.

Buku ini mencoba melihat akar autentik keberagamaan pemeluk semua agama atau pemeluk suatu agama beda paham. Maksud utamanya ialah membangun kesadaran bersama akan tujuan mulia semua agama dan semua paham keagamaan dalam satu agama. Dengan cara demikian, agar terbuka peluang dan ruang dialog kemanusiaan bagi pemeluk semua agama atau pemeluk satu agama beda paham, sehingga memungkinkan pengembangan praktik keberagamaan yang lebih santun dan manusiawi. Penulis bermaksud mengajak para pembaca untuk selalu mempertanyakan maksud kemanusiaan dalam setiap menjalani ritual atas nama Tuhan.


Dalam buku ini sangat tercium sikap penulis yang mencerminkan sikap seorang pluralis. Ia lebih mementingkan hal-hal yang subtansial daripada simbolik, padahal dalam Islam keduanya sama-sama perlu diperhatikan. Penulis seolah alergi dengan simbolisaso syari`at. Buku ini cocok untuk dijadikan wacana diskusi, bukan untuk dituruti. Karena toleransi yang penulis maksud kadang-kadang kebablasan.

Dan Ahli Kitab Pun Masuk Surga ?

Judul Buku                :
“DAN AHLI KITAB PUN MASUK SURGA Pandangan Muslim Modernis Terhadap Keselamatan Non-Muslim”
Pengarang                  : Dr. Hamim Ilyas, M.Ag
Penerbit                      : Safiria Insania Press
Cetakan/Tahun         : Pertama 2005
Tebal                          : 392 halaman
Peresume                    : Mahmud Budi Setiawan
Harga                         : -

Inti Pengantar           :
-          Secara singkat dipaparkan sejarah, keberagamaan otentik dalam modernisme dan doktrin-doktrinnya tentang beberapa masalah tertentu.
-          Kecendrungan modernisme ada dua: 1. Kembali kepada al-Qur`an dan Hadits(Modernisme konservatif  yang mendekati fundamentalisme namun tidak anti modernitas) diikuti Ridha dkk 2.  Tidak cukup kembali pada al-Qur`an dan hadits, umat harus mengejar ketertinggalan dari Barat(Modernisme liberal) diikuti Ali bin Abdur Raziq.
-          Setelah lebih dari tiga perempat abad modernisme tidak berkembang, akhirnya para pewarisnya melakukan otokritik khususnya Fazlur Rahman yang menawarkan metode hermeneutik dan aganda perumusan etika kemudian disebut neo-medernisme dimana Gus Dur dan Nurcholis Madjid jadi eksponennya.
-          Ciri aliran modernisme dengan aliran keislaman yang lain sama-sama merujuk pada al-Qur`an, hanya saja modernisme berani memberikan porsi besar kepada akal dalam interpretasi teks(pertimbangannya sama-sama dari Tuhan dan tidak mungkin keduanya bertentangan).
-          Lapisan teks (al-Quran) ada dua: makna literal dan makna yang lebih prinsip yang mendasari penetapan ajaran dalam teks. Yang makna literal bisa berlaku temporer sedangkan makna prinsip menjadi unsur universal dari Islam. Adapu hadits diklasifikasi menjadi: hadits yang berasal darinya sebagai Nabi yang otoritatif bagi umat dan hadits yang berasal darinya sebagai orang Arab yang tidak mengikat bagi umat.
-          Modernisme di samping akal juga mempertimbangkan maslahat(baik yang ditunjukkan oleh teks maupun yang tidak ditunjukkan bahkan menyalahi teks) dalam perumusan doktrnnya.
-          Keberagamaan otentik dalam modernisme bukan sekadar menjadi muslim secara doktriner, tapi menjadi muslim rasional yang bermanfaat untuk kehidupan, termasuk membangun peradaban.
-          Buku yang ditulis oleh penulis membicarakan salah satu dari doktrin  modernisme dalam bidang keagamaan yaitu tentang teologi agama-agama terbatas kepada pandangan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha karena keduanya merupakan tokoh yang representatif dari modernisme Islam.
Poin Kesimpulan       :
1.      Abduh dan Ridha mengembangkan teologi agama-agama rasional dengan paradigma inklusif-kritis. Salah satu hasil dari pengembangan paradigma inklusif-kritis, hasilnya: umat beragama lain yang masuk dalam kategori ahli kitab memiliki keselamatan yang sama sepanjang beriman dan beramal shalih.[Simpelnya menurut penulis –sebagaimana judul- merujuk pada tafsir Al-Manar, penulis berpendapat bahwa kedua imam tersebut mengatakan AHLI KITAB PUN MASUK SURGA(walaupun setelah kedatangan Islam)].
2.      Penggunaan metode penafsiran kontekstual oleh `Abduh dan Ridha dapat memberikan pandangan-pandangan yang obyektif dan adil, sedangkan metode atomistik(teliti sekali) memberikan pemahaman yang subyektif dan penuh prasangka terhadap mereka(baca: Ahli Kitab).
3.      Untuk kepentingan dialog khususnya antar umat Islam dengan Yahudi dan Kristen disarakan menggunakan metode penafsiran kontekstual dalam memahami ayat yang mengemukakan pandangan negatif tentang Ahli Kitab sehinngga kritik bisa dalam konteks dan proporsi yang tepat.

4.      Metode penafsir al-Manar dipengaruhi oleh semangat zaman.

Pluralisme Agama

Judul                : Pluralisme Agama Telaah Kritis Cendekiawan Muslim
Penulis             :
Hamid Fahmi Zarkasyi, Adian Husaini, Adnin Armas, Fahmi Salim, Malki Ahmad Nasir, Noor Sakirah Mat Akhir, Sani Badron, Wan Azhar Wan Ahmad, Muhammad Azizan Sabjan
Penyunting      : Adnin Armas
Penerbit           : INSIST
Cetakan           : Pertama, 2014
Tebal               : 223
Harga              : 65.000
Peresume         : Mahmud Budi Setiawan

I

Pemikiran Schuon tentang titik-temu agama-agama pada level esoteris secara konseptual masih bermasalah. Sebab pada tingkatan esoteris pun terdapat perbedaan mendasar antara Islam dengan agama-agama lain. Pemikiran Schuon ini nampaknya di dorong oleh suatu motif agar antar agama-agama yang ada di dunia tidak terjadi pertentangan. Tapi teorinya cenderung membenarkan semua agama.

Selain itu, titik-temu antar agama juga tidak terjadi pada level esoteris karena masing-masing agama memiliki konsep Tuhan yang ekslusif atau berbeda satu sama lain pada level esoteris. Pemikiran Schuon mengenai titik-temu agama-agama adalah merupakan produk dari pengalamannya ketika terlibat dalam kehidupan agama-agama.

Oleh sebab itu, gagasan Schuon tentang titik temu agama-agama pada level esoteris adalah ‘utopia’. Level tersebut ‘melampaui’ tingkatan pengalaman keagamaan masyarakat umum. Ini jelas bukan maksud agama yang diturunkan untuk ummat. Agama Islam adalah bukan untuk elit tertentu, namun untuk ummat. Bahkan bukan saja untuk ummat Islam, namun untuk seluruh umat manusia. (Hal: 19-21)

II

Ibn Arabi bukanlah pluralis ataupun menyokong faham pluralisme agama seperti yang dituduhkan oleh para orientalis, kalangan pluralis dan transedentalis. Jikapun para pendukung pluralisme agama yang menyitir pernyataan Ibn Arabi yang nampak mendukukng faham mereka, itu tidak lebih dari hasil kajian fragmentatif alias tidak utuh. Padahal jelas sekali bahwa menurut Ibn Arabi hukum agama yang dibawa oleh seorang nabi habis masa berlakunya ketika datang nabi yang lain.(Hal: 50)

III

Islam bersifat ekslusif dan inklusif sekaligus. Ia ekslusif jika berkenaan dengan masalah teologi dan metafisika. Tetapi di luar itu Islam sangat inklusif.  The Encyclopaedia Britannica (1985), pada masalah keragaman agama-agama dunia, menyebutkan bahwa Islam membaginya ke dalam tiga kategori: (i) Benar sepenuhnya; (ii) Benar sebagian; (iii) Salah sepenuhnya.  Pada dasarnya kami sependapat dengan pembagian itu dengan penambahan bahwa kategori kedua seharusnya dibagi lagi menjadi dua, yaitu (a) Ahlul kitab; dan (b) (Mirip) Quasi-Ahlul kitab(Hal: 79-81).
IV

Kondisi Islam sama sekali berbeda dengan Kristen.  Dasar-dasar teologi Islam sudah dirumuskan dan sudah sangat jelas, sejak awal Islam lahir, serta tidak pernah diputuskan melalui satu ‘kongres’ atau ‘konsili’. Karena itu, sejak awal kelahirannya, Islam memang sudah sempurna. Konsep teologi dan ibadah dalam Islam sudah selesai dirumuskan. Bahkan, sebagai agama, nama ‘Islam’ pun sudah diberikan oleh Allah. (QS al-MÉ’idah:3). Konsep Islam tentang Nabi Isa a.s. pun sudah jelas sejak awal. Bahwa, Isa a.s. adalah manusia, Rasul, utusan Allah, dan sama sekali bukan Tuhan atau putra Tuhan. Bahkan, sejak awal, al-Quran telah mengkritik keras konsepsi teologis kaum Kristen tersebut. Penyebutan Isa a.s. sebagai ‘Anak Allah’ disebut al-Qur’an sebagai kesalahan serius. (QS Maryam:89-92, al-MÉ’idah 72-75)

Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam, benar-benar dikaji secara cermat, seyogyanya tidak perlu ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham pluralisme agama. Biarlah Barat, dengan pengalaman traumatisnya terhadap konsep dan praktik keagamaan, memeluk berbagai paham yang menghancurkan sendi-sendi agamanya sendiri. Jika mereka “masuk ke lobang biawak”, mengapa kita harus ikut? (KL, 1 Agustus 2004)(Hal: 104-105).

V
Post-modernisme membangun suatu “teologi” berdasarkan pada asasnya sendiri, meskipun tidak disebut teologi. Dalam “teologi” ini Tuhan dimasukkan ke dalam sistem penjelasan rasional yang tertutup (closed system of rational explanation), seperti yang terdapat dalam pemikiran modern. Karena akal manusia tidak dapat memahami hakekat Tuhan, pikiran post-modern merobohkan jalan berfikir metafisis. Akibatnya, post-modernis memahami agama dengan cara yang sangat berbeda dari dan bertentangan dengan kepercayaan yang dianut para teolog. Konsep-konsep mereka tentang Tuhan, religiusitas dan kebenaran agama tidak sesuai lagi dengan doktrin-doktrin keagamaan. Sebenarnya, seperti halnya modernisme, post-modernisme dihadapkan secara vis a vis  dengan agama dalam bentuk yang antagonistis dan bahkan bentuk pertarungan. Kemenangan bukan pada keduanya, namun yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah keduanya.

Filsafat post-modern gagal memahami konsep agama tentang Tuhan, tentang kebenaran dan tentang aktifitas keagamaan. Agama, dalam hal ini Kristen, tidak dapat menunjukkan dirinya dalam bentuk penjelasan rasional yang terbuka sehingga dapat dipertahankan dari serangan filsafat apapun. David Harvey menunjukkan bahwa karena akal dalam pikiran postmodern dimaknai tanpa tujuan spiritual dan moral, maka krisis yang terjadi pada zaman ini disebabkan oleh absennya kebenaran Tuhan. Oleh sebab itu, katanya, proyek teologis post-modernisme adalah menegaskan kembali kebenaran Tuhan tanpa meninggalkan kekuatan akal.  Jadi rekonsiliasi antara teori kebenaran para teolog dan para filosof adalah tugas yang perlu dikerjakan agar terhindar dari malapetaka.(Hal: 125-126)

VI
Jika konsep dekonstruksi Arkoun terhadap makna Ahl al-Kitāb diterapkan tentu akan sangat merugikan Islam dan juga umat Islam sendiri. Sebab dengan dekonstruksi itu pemahaman umat Islam terhadap teks al-Qur’an menjadi semakin jauh dari makna aslinya, semakin dangkal dan boleh jadi meragukan.
Barat bukan medium yang tepat untuk menjelaskan ajaran Agama Islam. Disini ide Arkoun yang dianggap brillian oleh segelintir orang itu sepertinya tidak mengindikasikan adanya rasa tanggung jawab terhadap kemungkinan timbulnya ekses negatif dari diterapkannya konsep dekonstruksinya itu. Nampaknya pemikiran Arkoun lebih layak dikatakan sebagai wacana for the sake of ‘knowledge’, ketimbang for the sake of Islam(Hal: 145).

VII
Kita telah mendiskusikan sekilas tentang masalah Islam, Yahudi dan Kristen. Menjadi jelas kiranya bahwa agama senantiasa satu dan selalu sama. Dalam kata lain, seluruh nabi-nabi Allah terdahulu telah menyampaikan satu agama samawi yang dikenal dengan nama Dīn al-Firah (the Ever True-Religion). Dengan kedatangan Nabi MuÍammad SAW, agama ini kemudian disebut dengan nama Islam. Hal: 167).

VIII
Nabi bersabda  "Sesungguhnya perumpamaanku dan para Nabi yang diutus Allah sebelumku adalah seperti seorang yang membangun rumah kemudian ia perindah dan sempurnakannya kecuali ada satu tempat batu-bata sehingga orang-orang mengelilinginya dan bergumam "Aduhai indahnya seandainya saja batu bata ini disempurnakan!". Maka Rasul Allah berkata: "Aku lah batu bata terakhir itu, dan aku lah penutup para Nabi

Komentar Imam Ibnu al-'Arabi, seperti dikutip oleh Ibnu Hajar al-'Asqallani (773-852 H), bahwasanya letak batu bata itu adalah di fondasi/dasar rumah itu. Jika konstruksi bangunan itu tidak disempurnakan oleh batu tersebut, niscaya bangunan rumah itu akan roboh. Ibnu Hajar kemudian mengakhiri komentar atas hadis tersebut dengan menyatakan: "Hadis ini membuat perumpamaan yang jelas dan dapat mudah difahami. Ia juga menunjukkan keutamaan Nabi Muhammad saw. di antara Nabi-nabi lain dan bahwasanya Allah swt. telah menutup silsilah para Rasul serta menyempurnakan syari'at-syari'at agama dengan tampilnya Nabi Muhammad saw." 

Oleh karena itu, sungguh maha benar firman Allah yang menyatakan: "Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."(Hal: 190-191).
 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan