Home » » Pluralisme Agama

Pluralisme Agama

Written By Amoe Hirata on Rabu, 22 Oktober 2014 | 04.00

Judul                : Pluralisme Agama Telaah Kritis Cendekiawan Muslim
Penulis             :
Hamid Fahmi Zarkasyi, Adian Husaini, Adnin Armas, Fahmi Salim, Malki Ahmad Nasir, Noor Sakirah Mat Akhir, Sani Badron, Wan Azhar Wan Ahmad, Muhammad Azizan Sabjan
Penyunting      : Adnin Armas
Penerbit           : INSIST
Cetakan           : Pertama, 2014
Tebal               : 223
Harga              : 65.000
Peresume         : Mahmud Budi Setiawan

I

Pemikiran Schuon tentang titik-temu agama-agama pada level esoteris secara konseptual masih bermasalah. Sebab pada tingkatan esoteris pun terdapat perbedaan mendasar antara Islam dengan agama-agama lain. Pemikiran Schuon ini nampaknya di dorong oleh suatu motif agar antar agama-agama yang ada di dunia tidak terjadi pertentangan. Tapi teorinya cenderung membenarkan semua agama.

Selain itu, titik-temu antar agama juga tidak terjadi pada level esoteris karena masing-masing agama memiliki konsep Tuhan yang ekslusif atau berbeda satu sama lain pada level esoteris. Pemikiran Schuon mengenai titik-temu agama-agama adalah merupakan produk dari pengalamannya ketika terlibat dalam kehidupan agama-agama.

Oleh sebab itu, gagasan Schuon tentang titik temu agama-agama pada level esoteris adalah ‘utopia’. Level tersebut ‘melampaui’ tingkatan pengalaman keagamaan masyarakat umum. Ini jelas bukan maksud agama yang diturunkan untuk ummat. Agama Islam adalah bukan untuk elit tertentu, namun untuk ummat. Bahkan bukan saja untuk ummat Islam, namun untuk seluruh umat manusia. (Hal: 19-21)

II

Ibn Arabi bukanlah pluralis ataupun menyokong faham pluralisme agama seperti yang dituduhkan oleh para orientalis, kalangan pluralis dan transedentalis. Jikapun para pendukung pluralisme agama yang menyitir pernyataan Ibn Arabi yang nampak mendukukng faham mereka, itu tidak lebih dari hasil kajian fragmentatif alias tidak utuh. Padahal jelas sekali bahwa menurut Ibn Arabi hukum agama yang dibawa oleh seorang nabi habis masa berlakunya ketika datang nabi yang lain.(Hal: 50)

III

Islam bersifat ekslusif dan inklusif sekaligus. Ia ekslusif jika berkenaan dengan masalah teologi dan metafisika. Tetapi di luar itu Islam sangat inklusif.  The Encyclopaedia Britannica (1985), pada masalah keragaman agama-agama dunia, menyebutkan bahwa Islam membaginya ke dalam tiga kategori: (i) Benar sepenuhnya; (ii) Benar sebagian; (iii) Salah sepenuhnya.  Pada dasarnya kami sependapat dengan pembagian itu dengan penambahan bahwa kategori kedua seharusnya dibagi lagi menjadi dua, yaitu (a) Ahlul kitab; dan (b) (Mirip) Quasi-Ahlul kitab(Hal: 79-81).
IV

Kondisi Islam sama sekali berbeda dengan Kristen.  Dasar-dasar teologi Islam sudah dirumuskan dan sudah sangat jelas, sejak awal Islam lahir, serta tidak pernah diputuskan melalui satu ‘kongres’ atau ‘konsili’. Karena itu, sejak awal kelahirannya, Islam memang sudah sempurna. Konsep teologi dan ibadah dalam Islam sudah selesai dirumuskan. Bahkan, sebagai agama, nama ‘Islam’ pun sudah diberikan oleh Allah. (QS al-MÉ’idah:3). Konsep Islam tentang Nabi Isa a.s. pun sudah jelas sejak awal. Bahwa, Isa a.s. adalah manusia, Rasul, utusan Allah, dan sama sekali bukan Tuhan atau putra Tuhan. Bahkan, sejak awal, al-Quran telah mengkritik keras konsepsi teologis kaum Kristen tersebut. Penyebutan Isa a.s. sebagai ‘Anak Allah’ disebut al-Qur’an sebagai kesalahan serius. (QS Maryam:89-92, al-MÉ’idah 72-75)

Jika perbedaan konsepsi dan sejarah antara teologi Kristen dengan Islam, benar-benar dikaji secara cermat, seyogyanya tidak perlu ada kalangan Muslim yang latah menyebarkan paham pluralisme agama. Biarlah Barat, dengan pengalaman traumatisnya terhadap konsep dan praktik keagamaan, memeluk berbagai paham yang menghancurkan sendi-sendi agamanya sendiri. Jika mereka “masuk ke lobang biawak”, mengapa kita harus ikut? (KL, 1 Agustus 2004)(Hal: 104-105).

V
Post-modernisme membangun suatu “teologi” berdasarkan pada asasnya sendiri, meskipun tidak disebut teologi. Dalam “teologi” ini Tuhan dimasukkan ke dalam sistem penjelasan rasional yang tertutup (closed system of rational explanation), seperti yang terdapat dalam pemikiran modern. Karena akal manusia tidak dapat memahami hakekat Tuhan, pikiran post-modern merobohkan jalan berfikir metafisis. Akibatnya, post-modernis memahami agama dengan cara yang sangat berbeda dari dan bertentangan dengan kepercayaan yang dianut para teolog. Konsep-konsep mereka tentang Tuhan, religiusitas dan kebenaran agama tidak sesuai lagi dengan doktrin-doktrin keagamaan. Sebenarnya, seperti halnya modernisme, post-modernisme dihadapkan secara vis a vis  dengan agama dalam bentuk yang antagonistis dan bahkan bentuk pertarungan. Kemenangan bukan pada keduanya, namun yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah keduanya.

Filsafat post-modern gagal memahami konsep agama tentang Tuhan, tentang kebenaran dan tentang aktifitas keagamaan. Agama, dalam hal ini Kristen, tidak dapat menunjukkan dirinya dalam bentuk penjelasan rasional yang terbuka sehingga dapat dipertahankan dari serangan filsafat apapun. David Harvey menunjukkan bahwa karena akal dalam pikiran postmodern dimaknai tanpa tujuan spiritual dan moral, maka krisis yang terjadi pada zaman ini disebabkan oleh absennya kebenaran Tuhan. Oleh sebab itu, katanya, proyek teologis post-modernisme adalah menegaskan kembali kebenaran Tuhan tanpa meninggalkan kekuatan akal.  Jadi rekonsiliasi antara teori kebenaran para teolog dan para filosof adalah tugas yang perlu dikerjakan agar terhindar dari malapetaka.(Hal: 125-126)

VI
Jika konsep dekonstruksi Arkoun terhadap makna Ahl al-Kitāb diterapkan tentu akan sangat merugikan Islam dan juga umat Islam sendiri. Sebab dengan dekonstruksi itu pemahaman umat Islam terhadap teks al-Qur’an menjadi semakin jauh dari makna aslinya, semakin dangkal dan boleh jadi meragukan.
Barat bukan medium yang tepat untuk menjelaskan ajaran Agama Islam. Disini ide Arkoun yang dianggap brillian oleh segelintir orang itu sepertinya tidak mengindikasikan adanya rasa tanggung jawab terhadap kemungkinan timbulnya ekses negatif dari diterapkannya konsep dekonstruksinya itu. Nampaknya pemikiran Arkoun lebih layak dikatakan sebagai wacana for the sake of ‘knowledge’, ketimbang for the sake of Islam(Hal: 145).

VII
Kita telah mendiskusikan sekilas tentang masalah Islam, Yahudi dan Kristen. Menjadi jelas kiranya bahwa agama senantiasa satu dan selalu sama. Dalam kata lain, seluruh nabi-nabi Allah terdahulu telah menyampaikan satu agama samawi yang dikenal dengan nama Dīn al-Firah (the Ever True-Religion). Dengan kedatangan Nabi MuÍammad SAW, agama ini kemudian disebut dengan nama Islam. Hal: 167).

VIII
Nabi bersabda  "Sesungguhnya perumpamaanku dan para Nabi yang diutus Allah sebelumku adalah seperti seorang yang membangun rumah kemudian ia perindah dan sempurnakannya kecuali ada satu tempat batu-bata sehingga orang-orang mengelilinginya dan bergumam "Aduhai indahnya seandainya saja batu bata ini disempurnakan!". Maka Rasul Allah berkata: "Aku lah batu bata terakhir itu, dan aku lah penutup para Nabi

Komentar Imam Ibnu al-'Arabi, seperti dikutip oleh Ibnu Hajar al-'Asqallani (773-852 H), bahwasanya letak batu bata itu adalah di fondasi/dasar rumah itu. Jika konstruksi bangunan itu tidak disempurnakan oleh batu tersebut, niscaya bangunan rumah itu akan roboh. Ibnu Hajar kemudian mengakhiri komentar atas hadis tersebut dengan menyatakan: "Hadis ini membuat perumpamaan yang jelas dan dapat mudah difahami. Ia juga menunjukkan keutamaan Nabi Muhammad saw. di antara Nabi-nabi lain dan bahwasanya Allah swt. telah menutup silsilah para Rasul serta menyempurnakan syari'at-syari'at agama dengan tampilnya Nabi Muhammad saw." 

Oleh karena itu, sungguh maha benar firman Allah yang menyatakan: "Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."(Hal: 190-191).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan