Judul : Mengungkap Kesatuan Ruh
Agama-Agama
Penulis : Syahrudin Ahmad
Penerbit :
CV Lanti Palu
Cetakan : II, 2004
Kategori : Pluralisme Agama
Tebal :
302 halaman
Peresensi : Mahmud Budi Setiawan
Benarkah
ada titik temu antaragama-agama? Kalau pun kemudian ditemukan titik temu,
apakah itu berarti berkonsekuensi kepada pluralisme agama, dalam arti penyamaan
agama-agama, lantaran tidak ada kebenaran yang absolut? Kala pun nanti di antara agama bisa diungkap
kesamaan ruhnya, lalu bagaimana cara menyikapinya? Apakah ajaran agama akan
didekonstruksi, atau di reinterpretasi? Dalam buku ini akan ditemukan
jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut.
Bagi
penulis, keberadaan semua kitab-kitab suci yang diturunkan Tuhan harus dipahami
sebagai sebuah mata rantai yang tidak bisa dipahami sebagai sebuah mata rantai
yang tidak bisa diputuskan, karena memutuskan mata rantai ajaran agama melalui
kitab-kitab suci itu, niscaya membuat kita sampai kapan pun tidak akan memahami
ajaran agama itu secara benar untuk kita abadikan sebagai ajaran yang rahmatan
lil alamin. Kehadiran buku ini cukup mengejutkan dan mengguncang akidah umat
Islam, namun pemikiran yang ditampilkan berdasarkan ayat-ayat al-Qur`an yang
dikaji secara ilmiah.
Buku ini ditulis
oleh Syahrudin Ahmad, lahir di Palu, tanggal 9 Juni 1940. Diantara karangannya
ialah: Fitrah Agama Menyingkap Kebenaran Sebagai Kunci Perdamaian(1999),
Menetaskan Mukjizat Al-Qur`an (2002), Menyingkap Tabir Makna Ajaran Al-Qur`an
yang Terselubung(2002), dan Misi Islam Mencari Titik Temu Agama(2003).
Bahasan pokok dalam buku ini adalah gabungan dari buku yang ditulis tadi. Yang
mendorong penulis untuk menulis tulisan ini ialah karena bertolak dari realitas
pertentangan pemahaman ajaran Islam oleh paham yang diwarisi sejak
berabad-abad. Karena itulah penulis mengkaji ajaran Al-Qur`an langsung melalui
terjemahan yang dibaca secara kritis.
Terlepas dari
itikad baik dari sang penulis, namun perlu dikritisi di sini. Sejak awal
penulis sudah mengakui bahwa ia tidak ahli dalah ilmu agama. Kajiannya terhadap
al-Qur`an saja hanya menggunakan terjemahan. Seilmiah-ilmahnya seorang, kalau
tidak menguasai bahasa asli, alias baca dari terjemahan, maka akan berdampak
negatif bagi hasil penelitian. Kajian ilmiah mengharuskan seseorang untuk
menguasai alat-alatnya keilmuannya. Bagaimana akan menghasilkan kajian
keislaman yang obyektif, bila mempelajari Islam bukan dengan menguasai terlebih
dulu keilmuannya. Bukankah bila sesuatu diserahkan kepada yang bukan ahlinya
akan hancur. Sehingga sekali lagi ketika membaca buku ini, harus diiringi
dengan nalar kritis.
Buku ini bagus
dibaca bagi mereka yang ingin memperkaya wacana keislaman kotemporer. Sembari
tetap mawas diri, agar selalu membacanya dengan nalar kritis.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !