Home » » Kesatuan Ruh Agama-Agama

Kesatuan Ruh Agama-Agama

Written By Amoe Hirata on Rabu, 22 Oktober 2014 | 06.04

Judul              : Mengungkap Kesatuan Ruh Agama-Agama
Penulis            : Syahrudin Ahmad
Penerbit          :  CV Lanti Palu
Cetakan          : II, 2004
Kategori         : Pluralisme Agama
Tebal              : 302 halaman
Peresensi        : Mahmud Budi Setiawan
                      
Benarkah ada titik temu antaragama-agama? Kalau pun kemudian ditemukan titik temu, apakah itu berarti berkonsekuensi kepada pluralisme agama, dalam arti penyamaan agama-agama, lantaran tidak ada kebenaran yang absolut?  Kala pun nanti di antara agama bisa diungkap kesamaan ruhnya, lalu bagaimana cara menyikapinya? Apakah ajaran agama akan didekonstruksi, atau di reinterpretasi? Dalam buku ini akan ditemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut.

Bagi penulis, keberadaan semua kitab-kitab suci yang diturunkan Tuhan harus dipahami sebagai sebuah mata rantai yang tidak bisa dipahami sebagai sebuah mata rantai yang tidak bisa diputuskan, karena memutuskan mata rantai ajaran agama melalui kitab-kitab suci itu, niscaya membuat kita sampai kapan pun tidak akan memahami ajaran agama itu secara benar untuk kita abadikan sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin. Kehadiran buku ini cukup mengejutkan dan mengguncang akidah umat Islam, namun pemikiran yang ditampilkan berdasarkan ayat-ayat al-Qur`an yang dikaji secara ilmiah.

Buku ini ditulis oleh Syahrudin Ahmad, lahir di Palu, tanggal 9 Juni 1940. Diantara karangannya ialah: Fitrah Agama Menyingkap Kebenaran Sebagai Kunci Perdamaian(1999), Menetaskan Mukjizat Al-Qur`an (2002), Menyingkap Tabir Makna Ajaran Al-Qur`an yang Terselubung(2002), dan Misi Islam Mencari Titik Temu Agama(2003). Bahasan pokok dalam buku ini adalah gabungan dari buku yang ditulis tadi. Yang mendorong penulis untuk menulis tulisan ini ialah karena bertolak dari realitas pertentangan pemahaman ajaran Islam oleh paham yang diwarisi sejak berabad-abad. Karena itulah penulis mengkaji ajaran Al-Qur`an langsung melalui terjemahan yang dibaca secara kritis.

Terlepas dari itikad baik dari sang penulis, namun perlu dikritisi di sini. Sejak awal penulis sudah mengakui bahwa ia tidak ahli dalah ilmu agama. Kajiannya terhadap al-Qur`an saja hanya menggunakan terjemahan. Seilmiah-ilmahnya seorang, kalau tidak menguasai bahasa asli, alias baca dari terjemahan, maka akan berdampak negatif bagi hasil penelitian. Kajian ilmiah mengharuskan seseorang untuk menguasai alat-alatnya keilmuannya. Bagaimana akan menghasilkan kajian keislaman yang obyektif, bila mempelajari Islam bukan dengan menguasai terlebih dulu keilmuannya. Bukankah bila sesuatu diserahkan kepada yang bukan ahlinya akan hancur. Sehingga sekali lagi ketika membaca buku ini, harus diiringi dengan nalar kritis.


Buku ini bagus dibaca bagi mereka yang ingin memperkaya wacana keislaman kotemporer. Sembari tetap mawas diri, agar selalu membacanya dengan nalar kritis.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan