Judul : Hidup Beragama dalam Sorotan
UUD 1945 dan Piagam Madinah
Penulis : Dr. Aksin Wijaya, S.H., M.Ag
Penerbit : STAIN Ponorogo Press
Cetakan : Pertama, Mei 2009
Tebal : 96 halaman
Kategori : Pluralisme Agama
Harga :
-
Peresume : Mahmud Budi Setiawan
Pendahuluan
-
Piagam Madinah yang dibuat
Muhammad justru berisi butir-butir yang tidak mencerminkan semangat islami,
dalam arti formal, kendati Muhammad sendiri seorang Nabi(hal: 2).
-
Muatan yang ada di dalam
Piagama Madinah tidak lebih dari sikap politik Muhammad sebagai pemimping
politik yang harus memberikan kebebasan kepada setiap suku dan individu untuk
menjalankan, bukan saja tradisi individu dan sukunya, tapi juga agamanya
masing-masing. Bahkan paganisme pun diizinkan hidup di sana.(hal: 3)
Konsep Kebebasan
Beragama
-
Yang dimaksud kebebasan
beragama adalah tidak adanya pihak-pihak tertentu yang berhak menghalangi,
memaksa, baik secara kultural maupun struktural. Jadi, kebebasan beragama
berarti seseorang baik secara individual maupun kolektif bebas memeluk dan
melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan mereka(hal: 14).
-
Bentuk-bentuk hak asasi
yang berkaitan dengan agama dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Bebas dari keharusan
beragama di luar dirinya
b.
Bebas dari paksaan beragama
c.
Bebas untuk memeluk atau
tidak memeluk suatu agama,
d.
Bebas untuk memilih dan
melepas suatu agama,
e.
Bebas untuk pindah agama,
f.
Bebas untuk menjalankan
ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
(hal:
17).
-
Agama yang dimaksud dalam
buku ini adalah agama dalam pengertian umum, meliputi seluruh agama, baik agama
samawi, agama ardhi, Kristen maupun Islam, dan lain-lain(hal:
19).
-
Agama pada hakikatnya suatu
ajaran, aturan dan makna yang berkaitan antara hubungan manusia dengan kekuatan
yang berada di luar dirinya, yaitu Tuhan dengan sesamany(hal: 20).
-
Beragama dalam sorotan
UUD 1945 dan Piagam Madinah
-
Secara historis, proses
perjuangan kemerdekaan Indonesia telah membuahkan hasil gemilang dengan
terbentuknya Negara Republik Indonesia yang terangkum secara normatif dalam UUD
1945(hal: 34).
-
Indonesia bukan negara
sekuler, bukan pula negara agama,
melainkan perpaduan antara keduanya(hal: 35).
-
Proses lahirnya Piagam
Madinah menunjukkan bahwa fanatisme suku dan agamalah faktor awal pemicu
konflik di tengah-tengah dakwah Muhammad yang memaksa beliau mencari strategi
baru yang kondusif bagi pengembangan Islam(hal: 43).
-
Komitmen masyarakat Madinah
tidak didasari oleh semangat “keagamaan” apalagi mengikuti otoritas satu
agama, seperti agama Islam(hal: 43).
-
Piagam Madinah sebagai
kontrol sosial komunitas masyarakat telah menempatkan “rasa kebangsaan”
sebagai perekat persatuan. Sementara aspek pluralitas masyarakat seperti
pluralisme agama, suku dan tradisi diletakkan secara egaliter(hal: 44).
Arah Baru Kehidupan
Beragama di Indonesia
-
Diantara pengambilan
sintesa diskursif antara keduanya adalah:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
tetap dipertahankan sebagai landasan prinsipil-moril kehidupan berbangsa dan
bernegara, namun tanpa memformalkan dalam administrasi negara.
2.
Politeisme , suatu paham
banyak Tuhan secara moral tidak diperkenankan dalam wilayah Indonesia, karena
paham ini mengindikasikan kelemahan Tuhan.
3.
Yang tidak perlu dilakukan
negara adalah keterlibatan dalam menentukan jumlah agama yang boleh menetap di
Indonesia.
(hal:
52-53).
Penutup
-
Antara keduanya (UUD 1945
dan Piagam Madinah)terdapat persamaan di samping perbedaan dalam melihat dan
memposisikan agama.
1.
Dalam UUD faktor keyakinan
agama dijadikan sumber inspirasi sekaligus sebagai landasan moral sedangkan Piagam
Madinah tidak melibatkan keyakinan keagamaan dalam berbangsa dan bernegara.
2.
UUD 1945 lebig bercoran
intervensionis ketimbang Piagam Madinah.
-
Aturan-aturan yang terlalu
intervensionis dalam UUD 1945 diganti dengan aturan-aturan yang berwawasan
kebangsaan dan kemanusiaan dari Piagam Madinah.
-
Pluralitas dan kebebasan
beragama adalah kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapapun, bahkan bagi
negara yang berkuasa sekalipun.
-
Untuk mengatasi segala
sikap destruktif antarpemeluk agama, perlu diciptakan dialog antarumat
beragama.
(Hal: 56-57).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !