Home » » Hijab dalam Perspektif al-`Asymawi

Hijab dalam Perspektif al-`Asymawi

Written By Amoe Hirata on Rabu, 22 Oktober 2014 | 03.47

Judul                            : Haqiqotu al-Hijab wa Hujjiyyatu al-Hadits
Terjemah Judul           : Hakikat Hijab dan Kehujahan Hadits
Penulis                         : Muhammad Sa`id al-`Asymawi
Kategori                      : Hukum Islam
Halaman                      : 107
Penerbit                       : Maktabah Mabduli al-Shaghir
Cetakan                       : Cetakan Kedua 1415 H/1995 M
Harga                          : -

-                      Hijab adalah meletakkan penutup tertentu. Dalam al-Qur`an hijab berkaitan dengan meletakkan tabir antara istri-istri Nabi dan orang-orang beriman, supaya orang mu`min tidak melihat ummuhatul muslimin(istri-istri Nabi).
-            Khimār: Pada waktu turunnya al-Qur`an kerudung hanya menjadi sebagai tradisi yang biasa diletakkan pawa wanita di kepala mereka. Kerudung itu diselempangkan ke belakang sehingga dada mereka terlihat. Karena itulah al-Qur`an turun membetulkan tradisi ini, agar para wanita mu`minah menutupkan kerudung mereka ke dada-dada mereka, agar tidak terlihat, dan supaya membedakan mereka dengan wanita-wanita yang tidak beriman.
-              Menjulurkan jilbab itu merupakan perintah yang bertujuan untuk membedakan antaran wanita mu`minah yang merdeka dangan budak wanita, atau antara wanita yang terjaga kehormatannya dengan wanita nakal, jika illa`(sebab)nya tidak ada pada zaman sekarang –lantaran tidak ada budak wanita, maka hukum tidak wajib dipraktikkan.
-                   Hadits Nabi SAW, mengenai jilbab merupakan hadits Ahad. Hadits itu bersifat temporer, berkaitan erat dengan kondisi wanita mu`minah ketika itu untuk membedakan mereka dengan wanita lainnya. Adapun hukum yang tetap ialah rasa malu dan tidak tabarruj(memamerka perhiasan).
-                      Hijab dalm pengertian yang sedang berlaku sekarang merupakan simbol politik, bukan kewajiban agama yang benar-banar pasti dan meyakinkan, baik menurt al-Qur`an maupun Sunnah.
(Hal: 20-21)
-          Hadits yang dijadikan landasan untuk berhijab adalah hadits Ahad. Hadits Ahad tidak bisa digunakan untuk menetapkan masalah akidah dan syariat(hal:41).
-             Apa yang dinamakan hijab sekarang ini pada bukan kewajiban agama, akan tetapi hanya tradisi masyarakat, yang jika mengambil atau tidak melakukannya tidak sampai mengarah pada keimanan atau kekafiran, selama subtansi hijab terpenuhi yaitu (menjaga) rasa malu dan kehormatan diri.
-                Rambut wanita (dan rambut pria) selamanya tidak dianggap sebagai aurat dalam pengertian agama yang benar dan penilaian syariat yang benar.
-              Menurut orang Mesir zaman lampau rambut merupakan lambang kekuatan dan kebanggaan, dan anggapan ini menyebar luas diantara mereka.  Hal ini membuat para pemimpin memakaikan penutup diatas rambut mereka, khususnya ketika berada di depan para hakim ketika ibadah.
-          Hadits yang diriwayatkan dari Nabi mengenai: “Tidak pantas seorang perempuan yang sudah baligh menampakkan sesuatu, kecuali ini dan ini, kemudian ia menunjuk dua telapak tangan dan wajah” merupakan hadits Ahad. Hanya dikeluarkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunannya. Hadits dalam kitab Abu Daud tidak semuanya Shahih, hadits ini tidak dikeluarkan dalam Bukhari, yang merupakan kitab hadits tershahih.
-                Hadits itu bertentangan dengan hadits lain dari Nabi: “Tidak diterima shalat perempuan yang sudah haidh(baligh) kecuali dengan khimar(kerudung/mukenah)”. Hadits ini juga hadits Ahad diriwayatkan oleh Abu Daud, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hanbal dan Ibnu Majah. Hadits ini berarti, pada asalnya wanita tidak memakai penutp kepala pada setiap waktu, akan tetapi diminta menutup ketika mau shalat. (hal: 67).
-          Kedua hadits ini adalah hadits Ahad yang tidak bisa dipakai untuk menetapkan kewajiban agama.
-              Pakaian merupakan perkara kehidupan yang bentuknya sesuai dengan tradisi. Tidak ada kaitannya dengan agama dan syari`at, melainkan dalam kadar menjaga rasa malu dan kehormatan diri.
-          Kewajiban menutup kepala bagi perempuan bukan bagian dari agama.
-            Rambut wanita bukanlah aurat. Siapa yang mewajibkannya berarti telah mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan agama, dan mengharuskan orang sesuatu yang tidak semestinya diharuskan. (hal: 68).
-          Hijab bukan kewajiban agama bukan juga amalan syar`i, akan tetapi pada realitanya merupakan simbol politik(hal: 78).


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan