Judul : Haqiqotu
al-Hijab wa Hujjiyyatu al-Hadits
Terjemah Judul : Hakikat Hijab dan Kehujahan Hadits
Penulis : Muhammad Sa`id
al-`Asymawi
Kategori : Hukum Islam
Halaman : 107
Penerbit : Maktabah Mabduli
al-Shaghir
Cetakan : Cetakan Kedua 1415
H/1995 M
Harga : -
- Hijab adalah meletakkan
penutup tertentu. Dalam al-Qur`an hijab berkaitan dengan meletakkan tabir
antara istri-istri Nabi dan orang-orang beriman, supaya orang mu`min tidak
melihat ummuhatul muslimin(istri-istri Nabi).
- Khimār: Pada waktu turunnya
al-Qur`an kerudung hanya menjadi sebagai tradisi yang biasa diletakkan pawa
wanita di kepala mereka. Kerudung itu diselempangkan ke belakang sehingga dada
mereka terlihat. Karena itulah al-Qur`an turun membetulkan tradisi ini, agar
para wanita mu`minah menutupkan kerudung mereka ke dada-dada mereka, agar tidak
terlihat, dan supaya membedakan mereka dengan wanita-wanita yang tidak beriman.
- Menjulurkan jilbab itu
merupakan perintah yang bertujuan untuk membedakan antaran wanita mu`minah yang
merdeka dangan budak wanita, atau antara wanita yang terjaga kehormatannya
dengan wanita nakal, jika illa`(sebab)nya tidak ada pada zaman sekarang
–lantaran tidak ada budak wanita, maka hukum tidak wajib dipraktikkan.
- Hadits Nabi SAW, mengenai
jilbab merupakan hadits Ahad. Hadits itu bersifat temporer, berkaitan erat
dengan kondisi wanita mu`minah ketika itu untuk membedakan mereka dengan wanita
lainnya. Adapun hukum yang tetap ialah rasa malu dan tidak tabarruj(memamerka
perhiasan).
- Hijab dalm pengertian yang
sedang berlaku sekarang merupakan simbol politik, bukan kewajiban agama yang
benar-banar pasti dan meyakinkan, baik menurt al-Qur`an maupun Sunnah.
(Hal:
20-21)
-
Hadits yang dijadikan
landasan untuk berhijab adalah hadits Ahad. Hadits Ahad tidak bisa digunakan
untuk menetapkan masalah akidah dan syariat(hal:41).
- Apa yang dinamakan hijab
sekarang ini pada bukan kewajiban agama, akan tetapi hanya tradisi masyarakat,
yang jika mengambil atau tidak melakukannya tidak sampai mengarah pada keimanan
atau kekafiran, selama subtansi hijab terpenuhi yaitu (menjaga) rasa malu dan
kehormatan diri.
- Rambut wanita (dan rambut
pria) selamanya tidak dianggap sebagai aurat dalam pengertian agama yang benar
dan penilaian syariat yang benar.
- Menurut orang Mesir zaman
lampau rambut merupakan lambang kekuatan dan kebanggaan, dan anggapan ini
menyebar luas diantara mereka. Hal ini
membuat para pemimpin memakaikan penutup diatas rambut mereka, khususnya ketika
berada di depan para hakim ketika ibadah.
-
Hadits yang diriwayatkan
dari Nabi mengenai: “Tidak pantas seorang perempuan yang sudah baligh
menampakkan sesuatu, kecuali ini dan ini, kemudian ia menunjuk dua telapak
tangan dan wajah” merupakan hadits Ahad. Hanya dikeluarkan oleh Abu Daud dalam
kitab Sunannya. Hadits dalam kitab Abu Daud tidak semuanya Shahih, hadits ini
tidak dikeluarkan dalam Bukhari, yang merupakan kitab hadits tershahih.
- Hadits itu bertentangan
dengan hadits lain dari Nabi: “Tidak diterima shalat perempuan yang sudah
haidh(baligh) kecuali dengan khimar(kerudung/mukenah)”. Hadits ini juga
hadits Ahad diriwayatkan oleh Abu Daud, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
Hanbal dan Ibnu Majah. Hadits ini berarti, pada asalnya wanita tidak memakai
penutp kepala pada setiap waktu, akan tetapi diminta menutup ketika mau shalat.
(hal: 67).
-
Kedua hadits ini adalah
hadits Ahad yang tidak bisa dipakai untuk menetapkan kewajiban agama.
- Pakaian merupakan perkara
kehidupan yang bentuknya sesuai dengan tradisi. Tidak ada kaitannya dengan
agama dan syari`at, melainkan dalam kadar menjaga rasa malu dan kehormatan
diri.
-
Kewajiban menutup kepala
bagi perempuan bukan bagian dari agama.
- Rambut wanita bukanlah
aurat. Siapa yang mewajibkannya berarti telah mewajibkan sesuatu yang tidak
diwajibkan agama, dan mengharuskan orang sesuatu yang tidak semestinya
diharuskan. (hal: 68).
-
Hijab bukan kewajiban agama
bukan juga amalan syar`i, akan tetapi pada realitanya merupakan simbol
politik(hal: 78).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !