Judul Buku :
Tahāfutu
al-Qirā`ah al-Mu`āshirah
Judul Resume : Studi Kritis Buku
Kontemporer Syahrur
Penulis : Dr. Munir Muhammad Thāhirr al-Syawwāf
Tebal :
626 halaman
Kategoro :
Pemikiran
Penerbit :
al-Syawwāf li al-Nasyri wa al-Dirāsāt, Cetakan: Pertama, 1993
Peresume :
Mahmud Budi Setiawan
Prolog:
Pandangan Marxisme sebagai sumber
pandangan penulis (29)
-
Meskipun penulis(Muhammad
Syahrur) mengakui bahwa al-Qur`an berasal dari Allah, lafadz-lafadznya termasuk
bagian yang tsawabit(tetap) sedangkan maknanya berubah-ubah sesuai
dengan perkembangan zaman(hal: 30)
-
Sumber berfikir penulis
ialah sumber filsat Marxisme, yang dibangun berdasarkan materialisme dialektis
dan materialisme historis(hal: 30)
Kesesuaian pemikiran Marxisme
dengan penulis(35)
-
Al-Qur`an (sebagaimana
pembagian penulis) : Nubuwwah-Ulum-Qonun-Tsabat-Hakikat. Merupakan obyek
absolut yang berada di luar pemahaman manusia = Materialisme dialektis
Al-Risalah: Ummu
al-Kitab-Tasyri`-`Adamu Tsabat(tidak tetap)-Kaidah perilaku kemanusiaan-kondisa
rasio masyarakat-refleksi materi atas otak= Materialisme historis(hal: 37)
Sebab penyimpangan penulis(37):
1.
Penulis tidak belajar Islam
dengan studi yang benar, logis dan sesuai dengan realitas Islam(hal: 37)
2.
Penulis tidak membedakan
antara dalil ushul(pokok) dan dalil furu`(cabang) dengan kata
lain ia tidak membedakan antara dalil akidah dan suluk(hal: 37)
3.
Penulis tidak mempelajari
Islam sebagai akidah dan hukum syari`at(hal: 39)
4.
Penulis tidak mengetahui
hakikat, unsur-unsur dan syarat-syarat ijtihad(hal: 40)
5.
Penulis bersandar pada
beberapa dasar-dasar untuk memahami bahasa Arab. Ini berdasarkan asumsi: karena
al-Qur`an berbahasa dan beruslub Arab. Lalu ia mengambil pendapat kebahasaan
yang sesuai dengan pendapatnya(seperti: Abu `Ali al-Farisi, al-Jurjani, dan
Ibnu Jinni) ini dipengaruhi oleh gurunya: Dr. Ja`far Dik al-Bab(hal: 40)
6.
Penulis membebaskan dirinya
dari segala ikatan untuk memahami Kitab Allah ta`ala, maksudnya
istilah-istilah yang sudah dibuat oleh ulama Muslim(hal: 40)
7.
Penulis kagum dengan
pemikiran Marxisme Dielektis dan dengan metode ilmiah-historis(obyektif) dalam
penelitiannya(hal: 40)
Bagian Pertama:
Bab Pertama :
Pasal Pertama : Pikiran, pemikiran dan
pengetahuan(47)
Pasal Kedua :
Metode dan cara berfikir(66)
Bab Kedua : Penulis dan Materialisme Dialektis
Historis(113)
Pasal Pertama : Prolog dan komparasi(115)
Undang-undang dari Allah dan bukan dari
materi(120)
Pasal Kedua :Penulis dan Materialisme Dialektis(123)
-
Pendapat-pendapat penulis
–sebagaimana pendapat Marxisme- terbatas pada poin-poin berikut:
1.
Sesungguhnya alam semuanya
terikat dan terkait dengan sesuatu dan peristiwa dengan keterikatan yang
sempurna(Hukum: Keterikatan sesuatu dengan peristiwa)
2.
Sesungguhnya alam tidak
dalam kondisi diam(statis), tapi selalu berkembang dan berubah(Hukum: evolusi
dan perubahan)
3.
Sesungguhnya gerak evolusi
berkembang dari perubahan kuantitatif menuju perubahan kualitatif dengan bentuk
yang cepat dan spontan. Berubah dari paling rendah menuju paling tinggi, dan
dari sesuatu (yang jelek) menuju sesuatu yang baik(Hukum: Lompatan
4.
Sesungguhnya segala sesuatu
dan peristiwanya mengandung kontradiksi internal(Hukum: Kontradiksi)
(Hal: 123)
Pasal Ketiga : Penulis dan Materialisme historis(137)
Bagian Kedua :
Bab Pertama : Sumber hukum(163)
Bab Kedua : al-Qur`an(171)
-
Penulis mengakui bahwa
al-Qur`an adalah wahyu, tapi tidak meyakini al-Sunnah sebagai wahyu. Jadi,
penulis mengakui al-Qur`an wahyu berdasarkan karena al-Qur`an sampai pada kita
dengan dalam bentuk mushaf dan diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya. Yang
perlu dikritisi di sini ialah bahwa cara pengumpulan al-Qur`an dan penetapannya
tidak berbeda dengan cara pengumpulan al-Sunnah, dan sampai kepada kita dengan
bentuk seperti sekarang ini sebagaimana al-Qur`an(hal: 208)
Bab Ketiga : al-Sunnah(193)
-
Penulis mengingkari
al-Sunnah sebagai wahyu dari Allah ta`ala. Lebih jauh ia berpendapat
bahwa definisi selama ini terkait dengan Sunnah itu salah. Sunnah adalah
ijtihad Rasulullah(hal. 194)
-
Pernyataan penulis bahwa Sunnah
tidak lain hanyalah ijtihad dari Rasulullah yang sesuai dengan fase historis
tertentu di semenanjung Arab, merupakan pendapat yang kontradiktif dengan
pendapatnya sendiri karena beberapa sebab berikut ini:
1.
Penulis mengakui bahwa
al-Qur`an adalah wahyu. Kalau mengakui berarti ia harus menerima pengakuan
al-Qur`an bahwasanya Nabi juga diberi wahyu dan diberi pemikiran untuk
menyelesaikan masalah(hal: 195)
2.
Penulis mengakui insting
dan naluri. Karena insting dan naluri manusia berbeda-beda, kalau dibiarkan
bebas maka akan terjadi kekacauan. Karena itulah diperlukan sistem untuk
mengaturnya supaya tidak terjadi kekacauan.
-
Bab Keempat : Ijmā`(234)
-
Penulis tidak mengakui Ijmā` sebagai sumber syari`at
sebagaimana yang didefinisikan oleh ulama Ushul Fiqh(hal: 245)
Bab Kelima : Qiyās(265)
Bagian Ketiga : Tentang sesuatu yang berkaitan dengan akidah
Bab Pertama : Qodhō
dan Qodar(283)
Bab Kedua : Mati-Ajal(325)
Bab Ketiga : Kema`shuman Nabi(353)
Bagian Keempat : Bahasa (365)
Bab Pertama : Pendahuluan
Pasal Pertama : Prolog(365)
Pasal Kedua : Sinonim(375)
-
Penulis tertawan oleh
pemikiran Marxisme dalam teori-teori materialisme(dealiktika). Penulis
menyalahi pemikiran ilmiahnya yang mengharuskan untuk terbebas dari berbagai
macam pendapat-pendapat yang melatarbelakanginya sebelum penelitian, karena
itulah dia tidak bisa obyektif dalam menulis. Ia dengan mudah mengingkari
keberadaan sinonim dalam bahasa padahal merupakan hakikat yang sedimikian
jelas, itu disebabkan karea ia telah membagi-bagi al-Qur`an menjadi beberapa
bagian yang menurutnya berpotensi untuk senantiasa berubah seirama dengan
pekembangan zaman(hal: 375).
Bab Kedua : al-Kitāb dan al-Sunnah serta cara menggunakan
dalil(istidlal)(403)
Bagian Kelima : Fiqih dan Ushul Fiqih
Bab Pertama : Ijtihad dan Taklid(443)
Bab Kedua : Membatalkan apa yang dianggap
dalil-dalil syari`at(471)
Bab Ketiga : Keanehan penulis dalam bidang
Fiqih(533)
-
Teori penulis tentang kata
“hanif” tidak lepas dari pemahaman yang rancu terhadap kaidah tentang raf`u
al-haraj(menghilangkan kesusahan) yang di bawahnya ada kaidah ma`ālatu al-af`āl(tempat kembainya perbuatan)
yang difatwakan oleh sebagian ulama Fiqih pada masa Islam yang sedang terpuruk,
khususnya pada akhir zaman kesultanan Utsmani.
-
Teori penulis tentang hudūd(limit) tidak lain merupakan
bagian lain dari teori hanif –yang berarti miring- yang sama sekali
bukan berasal dari Islam, bahkan merupakan kerancuan teori materialisme
historis. Penulis tidak mengakui Islam mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah, menurut penulis yang bisa memecahkan masalah ialah realitas manusia(hal:
544)
Bab Keempat : Hukum-hukum Fiqih tentang wanita dan
budak(561)
Bagian Terakhir : Demokrasi dan Peradaban
Pasal Pertama : Demokrasi dan Peradaban(603)
Pasal Kedua : Peradaban dan Madinah(616)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !