Judul : Muhammed Arkoun & Kritik
Nalar Islam
Mengritik Ortodoksi Membangun Islam Masa Depan
Penulis : Drs.Sholihan, M.Ag
Kategori : Filsafat
Penerbit : Wali Songo Press
Cetakan : Pertama Nopember 2009
Tebal : 150 halaman
Harga : -
Peresume : Mahmud Budi Setiawan
PENGANTAR
PENULIS:
-
Cita-cita Arkoun: membangun
spirit Masyarakat Islam Kontemporer. Untuk cita-cita pambaruannya, ia langsung
menyentuh jantung al-Qur`an. Proyeknya ini dikenal dengan Kritik Nalar Islam
atau kritik epistimologi berusaha membongkar kemapanan dalam epistemologi
ilmu-ilmu keislaman. Jika umat Islam ingin maju maka harus keluar dari
kejumudan struktur epistimologi ortodoksi(xii)
-
Dalam proyek Kritik Nalar
Islam, Arkoun meletakkan metode historis dalam posisi sentral. Buku yang ia
tulis terkait dengan ini berjudul: Baqd al-`Aql al-Islamy.(xiii)
-
Menurut Arkoun Kritik Nalar
Islam adalah perluasan dari makna ijtihad.(xiii)
PENDAHULUAN:
-
Arkoun melewati batas studi
Islam tradisional karena meminjam berbagai unsur dari filsafat, ilmu sosial,
dan humaniora Barat mutakhir yang belum pernah dilakukan dalam studi al-Qur`an
terdahulu.
-
Contoh kronkrit yang
merupakan tujuan seluruh karyanya: penggabungan hasil berbagai ilmu pengetahuan
Barat mutakhir dengan pemikiran Islam guna membebaskan pemikiran Islam tersebut
dari kejumudan dan ketertutupan, serta melahirkanpemikiran Islami yang mampu
menjawab tantangan yang dihadapi manusia muslim di dunia modern(hal: 3)
-
Arkoun dalam kajiannya
bertindak sebagai pengkritik pemikiran
Islam(hal: 5) Kritiknya adalah kritik filsafati.
-
Bedanya dengan corak
epistimologi lain, Arkoun lebh menekankan perlunya metode historis(hal: 6)
-
Kritik epistemologinya
bukan hanya untuk pembongkaran, tapi menurutnya hanya dengan cara inilah umat
Islam dapat disadarkan kembali keterkaitan yang erat antara bahasa, pemikiran
dan sejarah(hal: 7).
MUHAMMED
ARKOUN: LATAR BELAKANG PEMIKIRANNYA:
-
Ia lebih senang tinggal di
Paris, karena di Paris lebih baik daripada di al-Jazair. Keterbukaan dan
kebebasan akademik di Barat memungkinkan Arkoun melahirkan pemikiran-pemikiran
yang kritis dan radikal tentang Islam(hal: 18).
-
Faktor-faktor yang
melatarbelakangi pemikiran Muhammad Arkoun:
1.
Kondisi objektif Umat
Islam: Persoalan Epistemologis(hal: 24)
2.
Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Kontemporer Barat(hal: 37)
KRITIK
EPISTEMOLOGIS MUHAMMAD ARKOUN TERHADAP PEMIKIRAN ISLAM
-
Metode historis Arkoun adalah
metode historis sebagaimana metode historis yang digunakan oleh sejarawan
kontemporer Perancis(selalu berupaya untuk membongkar sistem pemikiran yang
dominan dalam suatu tahap sejarah tertentu)[hal: 69].
-
Kritik epistemologis Arkoun
terhadap pemikiran Islam terlihat jelas ketika membuat pembedaan antara dua
model teks: Pertama, teks pertama/teks pembentuk(an-nash al-mu`assis)
dan Kedua, teks kedua/teks yang menjelaskan/teks hermeunetis(an-nash
at-tafsiri)[hal: 71].
-
Arkoun membedakan tiga
tingkatan anggitan tentang wahyu. Pertama, wahyu sebagai firman Allah
yang transenden, tak terbatas, yang tak diketahui oleh manusia secara utuh. Kedua,
menunjuk penampakan wahyu dalam sejarah. Ketiga, menunjuk pada wahyu sebagaimana sudah tertulis
dalam Mushaf[Kanon Resmi Tertutup](hal: 72).
-
Al-Qur`an sebagai wahyu
merupakan amanat yang sangat kaya dan luas, sehingga kepadanya dapat diberikan
makna konkret dalam berbagai macam keadaan yang berbeda yang dilalui umat
manusia(inilah yang dimaksud “pemaknaan”)[hal: 75].
-
Pemikiran Islam , baik itu
dalam bidang teologi, hukum, filsafat, maupun lainnya, adalah aktualisasi dari
al-Qur`an sebagai wahyu ilahi. Artinya, meskipemikiran Islam itu dirasuki oleh
makna transendensi, namun tetaplah tidak sama dengan wahyu ilahi (hal: 75).
-
Dari kenyataan sejarah
Islam, Arkoun melihat pemikiran yang berkembang dalam Islam lebih sebafai
proyeksi mental terhadap teks al-Qur`an(hal: 83).
-
Seluruh pemikiran Islam,
tak terkecuali filsafat, kemudian terkukung dalam ketertutupan logosentris. Ia
mengambil sampel buku al-I`lām karya al-`Āmirī, yang terdapat
kogosentrisme(hal: 84).
-
Ada beberapa ciri logosentrisme dalam pemikiran Islam yang
dicatat Arkoun. Pertama, dikuasai oleh gambaran dogmatis dari suatu
nalar yang mampu mencapai keberadaan (Allah). Kedua, nalar akal budi. Ketiga,
aktifitas dari nalar dalam usahanya “kembali ke landasan-landasan”. Keempat,
terkukungnya pemikiran Islam dalam logosentrisme(hal: 85).
-
Arkoun membagi nalar menjadi: Klasik-Skolastik-Modern(hal:
87).
-
Ciri-ciri nalar Islami yang dimaksud Arkoun: pertama,
ketundukan nalar-nalar itu terhadap wahyu yang terberi. Kedua, penghormatan
terhadap otoritas dan keagungan. Ketiga, nalar memainkan suatu cara
pandang tertentu terhadap alam semesta. Cara pandang ini dinilai sebagai cara
pandang abad pertengahan yang berbeda jauh dari cara pandang modern terhadap
alam semesta(hal: 89).
-
Supaya dapat melihat al-Qur`an dalam keadaannya seperti
sediakala yang masih segar dan kaya, haruslah dilakukan dekonstruksi(ia
mengikuti metode Derrida) terhadap teks-teks hermeneutis yang bertumpuk-tumpuk
bagaikan lapisan geologis itu(hal: 91).
-
Ada tiga kemungkinan cara “membaca” al-Qur`an: Pertama, pembacaan secara ligurtis(mereaktualisasikan
saat awal Nabi mengujarkan). Kedua, pembacaan secara eksegetis(ujaran 2). Ketiga,
cara baca dengan menemukan temuan-temuan metodologis(hal: 98).
-
Meskipun Arkoun telah melakukan “rekonstruksi”(pembangunan
kembali) menyusul “dekonstruksi”(pembongkaran) yang dilakukannya terhadap
pemikiran Islam, namun “rekonstruksi” yang telah dilakukannya itu masih terlalu
samar atau terlalu sedikit(hal: 100).
IMPLIKASI
KRITIK NALAR ISLAM MOHAMMED ARKOUN TERHADAP KEBERAGAMAAN ISLAM MASA DEPAN
-
Keberagamaan Islam yang
dialogis sebagaimana yang dikehendaki Aarkoun dapat diperinci lebih lanjut
meliputi berbagai macam bentuk dialog, yaitu: dialog internal antara sesama
umat Islam, dialog eksternal antara umat Islam dengan umat beragama lain,
dialog antara umat Islam dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan
budaya kontemporer, serta dialog antara Islam dengan berbagai persoalan aktual
yang menyangkut uat Islam sendiri maupun umat manusia pada umumnya(hal: 127).
PENUTUP:
-
Titik sentral pemikiran
Arkoun terletak pada kata kunci “kritik epistemologis”. Ini karena ia merasakan
keterbelakangan dunia Islam dibanding dunia Barat dalam berbagai bidang
kehidupan. Keterbelakangan ini menurutnya kebekuan dan ketertutupan pemikiran
Islam yang ia sebut sebagai taqdīs
al-afkār ad-dīniyyah[pensakralan
pemikiran keagamaan](hal: 130)
-
Persoalan epistemologis
adalah persoalan yang mendasar yang menyelimuti umat Islam(hal: 130).
-
Fungsi kritik epistemologis
Arkoun adalah untuk menunjukkan historisitas dari pemikiran Islam, dengan
demikian umat Islam dapat menyadari adanya pluralitas dan relativitas dalam
Islam. Jika ini disadari, maka fenomena taqdīs
al-afkār ad-dīniyyah
akan hilang, atau setidaknya berkurang sehingga tidak ada turth claim.
-
Implikasi dari pandangan
ini: keberagamaan Islam masa depan, menuju keberagamaan yang terbuka dan
dialogis(hal: 132).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !