Home » » Muhammed Arkoun & Kritik Nalar Islam

Muhammed Arkoun & Kritik Nalar Islam

Written By Amoe Hirata on Rabu, 22 Oktober 2014 | 03.53

Judul                : Muhammed Arkoun & Kritik Nalar Islam
                          Mengritik Ortodoksi Membangun Islam Masa Depan
Penulis             : Drs.Sholihan, M.Ag
Kategori          : Filsafat
Penerbit           : Wali Songo Press
Cetakan           : Pertama Nopember 2009
Tebal               : 150 halaman
Harga              : -
Peresume         : Mahmud Budi Setiawan

PENGANTAR PENULIS:
-          Cita-cita Arkoun: membangun spirit Masyarakat Islam Kontemporer. Untuk cita-cita pambaruannya, ia langsung menyentuh jantung al-Qur`an. Proyeknya ini dikenal dengan Kritik Nalar Islam atau kritik epistimologi berusaha membongkar kemapanan dalam epistemologi ilmu-ilmu keislaman. Jika umat Islam ingin maju maka harus keluar dari kejumudan struktur epistimologi ortodoksi(xii)
-          Dalam proyek Kritik Nalar Islam, Arkoun meletakkan metode historis dalam posisi sentral. Buku yang ia tulis terkait dengan ini berjudul: Baqd al-`Aql al-Islamy.(xiii)
-          Menurut Arkoun Kritik Nalar Islam adalah perluasan dari makna ijtihad.(xiii)

PENDAHULUAN:
-          Arkoun melewati batas studi Islam tradisional karena meminjam berbagai unsur dari filsafat, ilmu sosial, dan humaniora Barat mutakhir yang belum pernah dilakukan dalam studi al-Qur`an terdahulu.
-          Contoh kronkrit yang merupakan tujuan seluruh karyanya: penggabungan hasil berbagai ilmu pengetahuan Barat mutakhir dengan pemikiran Islam guna membebaskan pemikiran Islam tersebut dari kejumudan dan ketertutupan, serta melahirkanpemikiran Islami yang mampu menjawab tantangan yang dihadapi manusia muslim di dunia modern(hal: 3)
-          Arkoun dalam kajiannya bertindak sebagai pengkritik pemikiran  Islam(hal: 5) Kritiknya adalah kritik filsafati.
-          Bedanya dengan corak epistimologi lain, Arkoun lebh menekankan perlunya metode historis(hal: 6)
-          Kritik epistemologinya bukan hanya untuk pembongkaran, tapi menurutnya hanya dengan cara inilah umat Islam dapat disadarkan kembali keterkaitan yang erat antara bahasa, pemikiran dan sejarah(hal: 7).

MUHAMMED ARKOUN: LATAR BELAKANG PEMIKIRANNYA:
-          Ia lebih senang tinggal di Paris, karena di Paris lebih baik daripada di al-Jazair. Keterbukaan dan kebebasan akademik di Barat memungkinkan Arkoun melahirkan pemikiran-pemikiran yang kritis dan radikal tentang Islam(hal: 18).
-          Faktor-faktor yang melatarbelakangi pemikiran Muhammad Arkoun:
1.      Kondisi objektif Umat Islam: Persoalan Epistemologis(hal: 24)
2.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan Kontemporer Barat(hal: 37)
KRITIK EPISTEMOLOGIS MUHAMMAD ARKOUN TERHADAP PEMIKIRAN ISLAM
-          Metode historis Arkoun adalah metode historis sebagaimana metode historis yang digunakan oleh sejarawan kontemporer Perancis(selalu berupaya untuk membongkar sistem pemikiran yang dominan dalam suatu tahap sejarah tertentu)[hal: 69].
-          Kritik epistemologis Arkoun terhadap pemikiran Islam terlihat jelas ketika membuat pembedaan antara dua model teks: Pertama, teks pertama/teks pembentuk(an-nash al-mu`assis) dan Kedua, teks kedua/teks yang menjelaskan/teks hermeunetis(an-nash at-tafsiri)[hal: 71].
-          Arkoun membedakan tiga tingkatan anggitan tentang wahyu. Pertama, wahyu sebagai firman Allah yang transenden, tak terbatas, yang tak diketahui oleh manusia secara utuh. Kedua, menunjuk penampakan wahyu dalam sejarah. Ketiga,  menunjuk pada wahyu sebagaimana sudah tertulis dalam Mushaf[Kanon Resmi Tertutup](hal: 72).
-          Al-Qur`an sebagai wahyu merupakan amanat yang sangat kaya dan luas, sehingga kepadanya dapat diberikan makna konkret dalam berbagai macam keadaan yang berbeda yang dilalui umat manusia(inilah yang dimaksud “pemaknaan”)[hal: 75].
-          Pemikiran Islam , baik itu dalam bidang teologi, hukum, filsafat, maupun lainnya, adalah aktualisasi dari al-Qur`an sebagai wahyu ilahi. Artinya, meskipemikiran Islam itu dirasuki oleh makna transendensi, namun tetaplah tidak sama dengan wahyu ilahi (hal: 75).
-          Dari kenyataan sejarah Islam, Arkoun melihat pemikiran yang berkembang dalam Islam lebih sebafai proyeksi mental terhadap teks al-Qur`an(hal: 83).
-          Seluruh pemikiran Islam, tak terkecuali filsafat, kemudian terkukung dalam ketertutupan logosentris. Ia mengambil sampel buku al-I`lām karya al-`Āmirī, yang terdapat kogosentrisme(hal: 84).
-          Ada beberapa ciri logosentrisme dalam pemikiran Islam yang dicatat Arkoun. Pertama, dikuasai oleh gambaran dogmatis dari suatu nalar yang mampu mencapai keberadaan (Allah). Kedua, nalar akal budi. Ketiga, aktifitas dari nalar dalam usahanya “kembali ke landasan-landasan”. Keempat, terkukungnya pemikiran Islam dalam logosentrisme(hal: 85).
-          Arkoun membagi nalar menjadi: Klasik-Skolastik-Modern(hal: 87).
-          Ciri-ciri nalar Islami yang dimaksud Arkoun: pertama, ketundukan nalar-nalar itu terhadap wahyu yang terberi. Kedua, penghormatan terhadap otoritas dan keagungan. Ketiga, nalar memainkan suatu cara pandang tertentu terhadap alam semesta. Cara pandang ini dinilai sebagai cara pandang abad pertengahan yang berbeda jauh dari cara pandang modern terhadap alam semesta(hal: 89).
-          Supaya dapat melihat al-Qur`an dalam keadaannya seperti sediakala yang masih segar dan kaya, haruslah dilakukan dekonstruksi(ia mengikuti metode Derrida) terhadap teks-teks hermeneutis yang bertumpuk-tumpuk bagaikan lapisan geologis itu(hal: 91).
-          Ada tiga kemungkinan cara “membaca” al-Qur`an: Pertama,  pembacaan secara ligurtis(mereaktualisasikan saat awal Nabi mengujarkan). Kedua,  pembacaan secara eksegetis(ujaran 2). Ketiga, cara baca dengan menemukan temuan-temuan metodologis(hal: 98).
-          Meskipun Arkoun telah melakukan “rekonstruksi”(pembangunan kembali) menyusul “dekonstruksi”(pembongkaran) yang dilakukannya terhadap pemikiran Islam, namun “rekonstruksi” yang telah dilakukannya itu masih terlalu samar atau terlalu sedikit(hal: 100).
IMPLIKASI KRITIK NALAR ISLAM MOHAMMED ARKOUN TERHADAP KEBERAGAMAAN ISLAM MASA DEPAN
-          Keberagamaan Islam yang dialogis sebagaimana yang dikehendaki Aarkoun dapat diperinci lebih lanjut meliputi berbagai macam bentuk dialog, yaitu: dialog internal antara sesama umat Islam, dialog eksternal antara umat Islam dengan umat beragama lain, dialog antara umat Islam dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya kontemporer, serta dialog antara Islam dengan berbagai persoalan aktual yang menyangkut uat Islam sendiri maupun umat manusia pada umumnya(hal: 127).
PENUTUP:
-          Titik sentral pemikiran Arkoun terletak pada kata kunci “kritik epistemologis”. Ini karena ia merasakan keterbelakangan dunia Islam dibanding dunia Barat dalam berbagai bidang kehidupan. Keterbelakangan ini menurutnya kebekuan dan ketertutupan pemikiran Islam yang ia sebut sebagai taqdīs al-afkār ad-dīniyyah[pensakralan pemikiran keagamaan](hal: 130)
-          Persoalan epistemologis adalah persoalan yang mendasar yang menyelimuti umat Islam(hal: 130).
-          Fungsi kritik epistemologis Arkoun adalah untuk menunjukkan historisitas dari pemikiran Islam, dengan demikian umat Islam dapat menyadari adanya pluralitas dan relativitas dalam Islam. Jika ini disadari, maka fenomena taqdīs al-afkār ad-dīniyyah akan hilang, atau setidaknya berkurang sehingga tidak ada turth claim.

-          Implikasi dari pandangan ini: keberagamaan Islam masa depan, menuju keberagamaan yang terbuka dan dialogis(hal: 132).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan