Siang
hari di desa Jembar Sari hawa begitu sejuk. Sinar ultraviolet yang di muntahkah
Matahari seolah tidak begitu terasa. Ini karena, di samping banyak terdapat
pepohonan yang rindang, daerahnya belum tercemari polusi. Konon, desa ini dulu
di jadikan tempat wisata oleh kerajaan-kerajaan besar kala itu. Banyak terdapat
pemandangan indah. Dari sungai, air terjun hingga gunung. Siapapun yang
mendatangi desa tersebut pasti merasa nayaman dan tentram.
Kesejukan
yang tertebar di desa itu nampaknya hambar di kediaman pak al-Kindi. Di dalam
kamar tidurnya yang berukuran empat kali lima Dino sedang termangu seorang
diri. Sudah hampir tiga hari selain shalat dan makan kerjaanya hanya melamun
dan melamun. Ia merasa begitu suntuk. Seolah bumi ini teramat sempit. Sampai
sekarang Puspita Sari belum juga membalas sms-nya. Ini memang salahku, coba
seandainya aku tidak ngomong ke Bapak pasti ini tidak akan terjadi(gumam Dino).
Lamunanya
sirna ketika ia mendengar telpon rumahnya berdering. Ia amat bersemangat
mengangkatnya siapa tahu yang nelpon adalah Puspita Sari. Ya halho assalamualaikum....ni dari siapa
yah? Waalaikumsalam....Mas maaf menganggu apa benar ini kediaman Bapak
al-Kindi? Iya betul, ada apa ya bu? Begini mas Bapak al-Kindi sekarang lagi
dikamar UGD tadi pagi sekitar jam sembilan beliau pamit pulang dari kantor
karena ada keperluan di rumah katanya. Pas di pertengahan jalan mobilnya
tertabrak truk. Bapak luka parah. Mas cepat kesini ya.
Tak
terasa air mata Dino menetes dengan begitu banyaknya. Orang tua satu-satunya
itu sedang melewati masa-masa krisisnya.Dengan tanpa basa-basi di langsung
meluncur ke rumah sakit Bakti Kita.Sesampainya disana, ia langsung menuju kamar
UGD rupanya di depan kamar itu pak Sudarsono selaku wakil direktur dan bu Yayuk
selaku skretaris sedang menunggu. Paak...buuk...bagaimana kondisi Bapak? Dek....luka
Bapak kamu sangat parah...kepalanya bocor..kaki kiri dan tanganya patah. Kita
berdoa saja kepada Allah semoga beliau dapat melalui masa kritisnya.
Setelah
menunggu hampir satu jam dokter yang mengoprasi pak al-Kindi mendatangi Pak
Sudarsono. Pak mana ya yang anaknya pak al-Kindi?. Oh ini pak, memangnya
kenapa? Beliau memanggilnya sekarang juga dikamar UGD. Berlarilah Dino ke kamar
itu. Dengan suara lirih dan berat pakal-Kindi berkata kepada Dino. Naak maafkan
Bapak. Mungkin nyawa Bapak tidak lama lagi. Aku harap kamu memenuhi washiat Ibu
dan Bapakmu untuk tetap melanjutkan studi hingga sukses. Semakin lirih tak
terdengar suaranya hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Bapaaaaaaaaaak.....Dino
berteriak dengan sekencang-kencangnya. Dia seolah tidak percaya dengan
kenyataan yang dihadapinya sekarang. Bapak semata wayangnya yang tiga hari
kemaren bertengkar dengannya sekarang telah menginggalkannya pergi untuk
selama-lamanya. Ia merasa bersalah. Karena tak kuasa menahan kenyataan itu,
Dino sampai terjatuh pingsan.
Esok
hari Dino siuman. Dia meronta dan bertanya mana Bapak saya...mana Bapak
saya?....Dek Bapak sudah pergi, kemaren sore sudah dimakamkan....doakan aja
semoga arwahnya diterima di sisi Allah(balas Pak Sudarsono menenangkan Dino).
Di
kala kesedihan menguasai dirinya, tiba-tiba hp-nya berbunyi.Ia mendapat sms
dari Puspita sari:"Assalamualaikum mas Dino, Dengan rasa sesal yang amat
tak terkira aku minta maaf kepadamu, tiga hari yang lalu ketika kamu tidak
datang ada seorang calon S2 dari Madinah melamarku. Jujur aku merasa bingung.
Dua hari aku masih belum menjawab lamaranya. Karena aku masih menunggu kedatanganmu. Sampai hari
ketiga kamu belum juga datang. Dengan sangat terpaksa dan sulit akhirnya aku
menerima lamarannya dengan tetesan air mata mas. Aku tidak ingin menyakiti hati
abah dan umi mas. Sekali lagi dari lubuk hatiku yang terdalam aku minta maaf.
Wasslamualaikum".