Home » » Hingga Cinta Suci Teruji

Hingga Cinta Suci Teruji

Written By Amoe Hirata on Kamis, 12 April 2012 | 10.29

            Siang hari di desa Jembar Sari hawa begitu sejuk. Sinar ultraviolet yang di muntahkah Matahari seolah tidak begitu terasa. Ini karena, di samping banyak terdapat pepohonan yang rindang, daerahnya belum tercemari polusi. Konon, desa ini dulu di jadikan tempat wisata oleh kerajaan-kerajaan besar kala itu. Banyak terdapat pemandangan indah. Dari sungai, air terjun hingga gunung. Siapapun yang mendatangi desa tersebut pasti merasa nayaman dan tentram.
Kesejukan yang tertebar di desa itu nampaknya hambar di kediaman pak al-Kindi. Di dalam kamar tidurnya yang berukuran empat kali lima Dino sedang termangu seorang diri. Sudah hampir tiga hari selain shalat dan makan kerjaanya hanya melamun dan melamun. Ia merasa begitu suntuk. Seolah bumi ini teramat sempit. Sampai sekarang Puspita Sari belum juga membalas sms-nya. Ini memang salahku, coba seandainya aku tidak ngomong ke Bapak pasti ini tidak akan terjadi(gumam Dino).
            Lamunanya sirna ketika ia mendengar telpon rumahnya berdering. Ia amat bersemangat mengangkatnya siapa tahu yang nelpon adalah Puspita Sari.  Ya halho assalamualaikum....ni dari siapa yah? Waalaikumsalam....Mas maaf menganggu apa benar ini kediaman Bapak al-Kindi? Iya betul, ada apa ya bu? Begini mas Bapak al-Kindi sekarang lagi dikamar UGD tadi pagi sekitar jam sembilan beliau pamit pulang dari kantor karena ada keperluan di rumah katanya. Pas di pertengahan jalan mobilnya tertabrak truk. Bapak luka parah. Mas cepat kesini ya.
            Tak terasa air mata Dino menetes dengan begitu banyaknya. Orang tua satu-satunya itu sedang melewati masa-masa krisisnya.Dengan tanpa basa-basi di langsung meluncur ke rumah sakit Bakti Kita.Sesampainya disana, ia langsung menuju kamar UGD rupanya di depan kamar itu pak Sudarsono selaku wakil direktur dan bu Yayuk selaku skretaris sedang menunggu. Paak...buuk...bagaimana kondisi Bapak? Dek....luka Bapak kamu sangat parah...kepalanya bocor..kaki kiri dan tanganya patah. Kita berdoa saja kepada Allah semoga beliau dapat melalui masa kritisnya.
            Setelah menunggu hampir satu jam dokter yang mengoprasi pak al-Kindi mendatangi Pak Sudarsono. Pak mana ya yang anaknya pak al-Kindi?. Oh ini pak, memangnya kenapa? Beliau memanggilnya sekarang juga dikamar UGD. Berlarilah Dino ke kamar itu. Dengan suara lirih dan berat pakal-Kindi berkata kepada Dino. Naak maafkan Bapak. Mungkin nyawa Bapak tidak lama lagi. Aku harap kamu memenuhi washiat Ibu dan Bapakmu untuk tetap melanjutkan studi hingga sukses. Semakin lirih tak terdengar suaranya hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Bapaaaaaaaaaak.....Dino berteriak dengan sekencang-kencangnya. Dia seolah tidak percaya dengan kenyataan yang dihadapinya sekarang. Bapak semata wayangnya yang tiga hari kemaren bertengkar dengannya sekarang telah menginggalkannya pergi untuk selama-lamanya. Ia merasa bersalah. Karena tak kuasa menahan kenyataan itu, Dino sampai terjatuh pingsan.
Esok hari Dino siuman. Dia meronta dan bertanya mana Bapak saya...mana Bapak saya?....Dek Bapak sudah pergi, kemaren sore sudah dimakamkan....doakan aja semoga arwahnya diterima di sisi Allah(balas Pak Sudarsono menenangkan Dino).

Di kala kesedihan menguasai dirinya, tiba-tiba hp-nya berbunyi.Ia mendapat sms dari Puspita sari:"Assalamualaikum mas Dino, Dengan rasa sesal yang amat tak terkira aku minta maaf kepadamu, tiga hari yang lalu ketika kamu tidak datang ada seorang calon S2 dari Madinah melamarku. Jujur aku merasa bingung. Dua hari aku masih belum menjawab lamaranya. Karena aku  masih menunggu kedatanganmu. Sampai hari ketiga kamu belum juga datang. Dengan sangat terpaksa dan sulit akhirnya aku menerima lamarannya dengan tetesan air mata mas. Aku tidak ingin menyakiti hati abah dan umi mas. Sekali lagi dari lubuk hatiku yang terdalam aku minta maaf. Wasslamualaikum". 
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan