Home » » Merasa “PD Masuk Surga” Tanpa Ujian Menimpa

Merasa “PD Masuk Surga” Tanpa Ujian Menimpa

Written By Amoe Hirata on Rabu, 18 Maret 2015 | 07.06

v  Ayat Kajian          : Al-Baqarah (214)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (214)
v Arti Mufradat       :

أَمْ حَسِبْتُمْ           : apa kalian mengira
وَلَمَّا يَأْتِكُمْ          : padahal belum datang pada kalian
خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ     : (yang) telah berlalu sebelum kalian
مَسَّتْهُمُ              : mereka telah ditimpa
الْبَأْسَاءُ              : malapetaka
وَالضَّرَّاءُ              : kesengsaraan
وَزُلْزِلُوا               : dan mereka telah digoncangkan


v  Arti Ayat               :
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.”(214)ز
v  Sababun Nuzul     :

قَوْلُهُ تَعَالَى( أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوْا الْجَنَّةَ) الآية قَالَ عَبْدُ الْرَزَّاقِ أَنْبَاَنَا مَعْمَرُ عَنْ قَتَادَة قَالَ نَزَلَتْ هذَهَ الآيَةُ فِي يَوْمِ الْأَحْزَابِ أَصَابَ النبي صلى الله عليه وسلم يَوْمَئِذٍ بَلَاء وَحَصَر
Artinya:
Firman Allah ta`ala: (Apakah kalian mengira akan masuk surga?...,) ayat(214). Abdul Razzāq berkata: Telah bercerita kepadaku, Ma`mar. Dari Qatādah, ia berkata, ‘ayat ini turun pada waktu perang Ahzab di mana Nabi Muhammad pada waktu itu ditimpa ujian dan pengepungan(baca: Lubābu al-Nuqūl fī Asbābi al-Nuzūl, Imam Suyuthi, 1/532).

v  Tafsir Ayat            :

Pada tahun kelima Hijriah, kaum muslimin sedang mengalami ujian dahsyat. Mereka sedang diuji dengan perang Ahzab yang begitu berat. Waktu itu, jumlah mereka hanya sekitar tiga ribu orang. Sedangkan musuh, berjumlah sepuluh ribu orang(baca: al-Sīrah al-Nabawiyah `aru Waqā`i` wa Tahlīlu Ahdāts, 3/317-319). Pada saat itu, keimanan benar-benar butuh pembuktian. Pada momen sulit inilah ayat ini turun.  Yang kemudian bisa dijadikan pelajaran bagi setiap orang yang beriman. Pada ayat ini, Allah mengajak dialog kaum Muslimin mengenai arti penting suatu ujian sebagai bukti kebenaran iman seseorang. Allah berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga?” Sebagaimana sebagian orang bani israil yang menganggap akan masuk surga tanpa diuji(baca: Tafsīr al-Sya`rāwi al-Khawāṭit al-Īmāniyah, 2/913). Sebuah pertanyaan yang menggelitik seseorang yang merasa PD(percaya diri) bahwa dirinya akan masuk surga. Padahal: “belum datang kepadamu (cobaan)”.
Pada ayat lain ‘Allah menyindir’ dengan lebih menukik: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (2) dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.(3)”(Qs. Al-Ankabut: 2-3). Pada sepanjang sejarah Islam, kita selalu menemukan bahwa ujian adalah faktor penting dalam membuktikan keimanan seseorang. Bagaimana mungkin ia akan mendapat surga, bila tidak beriman. Bagaimana mungkin dianggap beriman, jika tidak ada pembuktian. Maka ujian dalam berbagai macam jenisnya, menjadi semacam ‘alat ukur’ untuk mengetahui kualitas keimanan seseorang.
Ujian, “sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu”. Suatu saat, sahabat yang bernama Khabbāb bin al-Arat (yang mendapat penyiksaan yang sangat keji dari orang-orang kafir Qurays) mendatangi Rasulullah, seraya bertanya: “Mengapa anda tidak memohon pertolongan (Allah) untuk kita? Mengapa anda tidak berdoa untuk kebaikan kita?”. Rasul pun menjawab, ‘Sesungguhnya ada orang sebelum kalian yang digergaji hingga terbelah dua. Namun, itu tidak memalingkannya dari agama. Ia juga disisir dengan sisir besi sehingga membuat daging dan tulangnya terkelupas, tapi yang demikian itu tidak memalingkannya dari agama’. Kemudian belia melanjutkan, Demi Allah Allah pasti akan menyempurnakan perkara ini(agama Islam). Hingga (ada) pengendara berjalan dari Shan`a(Yaman) ke Hadhra Maaut(dengan aman) ia tidak takut, melainkan pada Allah, serta tidak khawatir kambing diterkam serigala. Tetapi kamu terburu-buru (Hr. Bukhari, Abu Daud dan Nasa`i).[Baca: Tafsīr al-Qur`ān al-`Aḍīm, Ibnu Katsir, 1/571)
Orang yang beriman pasti diuji sebagaimana umat-umat terdahulu. Allah berfirman: “Mereka ditimpa oleh al-ba`sā`(menurut Ibnu Mas`ud: Kefaqiran) dan al-arrā`(menurut Ibnu Abbas: sakit), serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan.). Namun, salah satu virus mematikan yang dapat menggagalkan orang dalam menjalani ujian ialah sifat terburu-buru dan tidak sabar. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah kepada Khabbāb bin al-Arat. Dalam kondisi yang sangat mencekam, di mana kaum Muslimin sudah berada pada titik puncak pengorbanan, barulah pertolongan Allah hadir. Allah berfirman: “Sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.”. Dekatnya pertolongan, atau lulusnya seorang hamba menjalani ujian, ialah ketika dia sudah berusaha secara maksimal dalam menjalani ujian. Pada perang Ahzab, kaum Muslimin sudah mengerahkan segenap jerih payahnya. Secara materil, mereka jauh dibandingkan orang-orang kafir. Namun, pada akhirnya mereka ditolong Allah ta`ala.
Bagi kita –umat Islam. Khususnya di Indonesia- seyognyanya bercermin pada ayat ini. Ternyata, mengaku islam dan iman saja tidak cukup untuk mendapat ‘tiket surga’. Jadi, jangan terlalu PD(percaya diri) dengan keislaman dan keimanan kita, sebelum benar-benar dibuktikan dengan perjuangan dan pengorbanan. Sebagai contoh sederhana, kalau kita memang sudah merasa Islam, sudahkah kita mengamalkan hadits: “Muslim adalah orang yang menyelamatkan semua orang muslim dari dari lisan dan tangannya”(Hr. Bukhari). Kalau ternyata kita masih suka menyakiti hati orang lain dengan lisan, maupun tangan, bagaimana mungkin kita bisa masuk surga. Jika kita merasa telah beriman, sudahkah kita mengamalkan hadits: “Orang mukmin adalah orang yang mana manusia merasa aman terhadapnya atas darah dan hartanya”(Hr. Nasai, Turmudzi, Ahmad, Hakim, dan Ibnu Hibban). Kalau keberadaan kita membuat orang lain meresa tidak aman, lantaran terancam nyawa dan hartanya, maka masihkah kita percaya diri untuk masuk ke dalam surga?. Sebagai penutup ada baiknya kita simak baik-baik firman Allah subhanahu wata`ala: “dan Itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.”(Qs. Az-Zuhruf: 72).
v  Pelajaran Penting :

1.      Jangan terlalu PD masuk surga sebelum ada ujian dan bukti
2.      Surga diliputi dengan ujian, bukan khayalan
3.      Surga adalah tempat para pejuang sejati, bukan tempat para pemimpi
4.      Semakin tinggi ujian menimpa, kemudian kita berhasil sabar dan ikhlas, maka semakin besar pahala yang akan digapai
5.      Hendaknya kita sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan
6.      Kunci kemenangan ialah ketika segenap usaha secara maksimal dikerahkan, kemudian diserahkan pada Allah
7.      Pentingnya mempelajari kisah-kisah umat terdahulu sebagai peneguh iman
8.      Kesabaran akan berbuah kebahagiaan
9.      Pentingnya bergerak dalam komunitas yang mendakwahkan kebaikan
10.  Pertolongan Allah pasti dekat bagi mereka yang memiliki kesabaran dan iman yang kuat
Wallahu a`lam bi al-Shawāb

v  Sumber Bacaan    :
1.      Lubābu al-Nuqūl fī Asbābi al-Nuzūl, Imam Suyuthi
2.      al-Sīrah al-Nabawiyah `aru Waqā`i` wa Tahlīlu Ahdāts,Muhammad Shallabi
3.      Tafsīr al-Sya`rāwi al-Khawāṭit al-Īmāniyah, Syaikh Mutawalli al-Syarawi
4.      Tafsīr al-Qur`ān al-`Aḍīm, Ibnu Katsir
5.      Shahih Bukhari, Imam Bukhari
6.      Sunan Abi Daud, Imam Abu Daud
7.      Sunan Nasai, Imam Nasa`i
8.      Musnad Ahmad, Imam Ahmad bin Hanbal
9.      Mustadrak al-Hāhim, Imam Hakim
10.  Ṣahīh Ibnu Hibbān, Imam Ibnu Hibbān

[Diterbitkan di Majajah Al-Muslimun Bangil. Edisi Maret 2015].
Share this article :

4 komentar:

  1. Subhanalloh..
    Ahsanta Yaa Ikhwanul muslimin..
    Terus sampaikan dakwah sampai Alloh memberhentikannya.

    BalasHapus
  2. Terimakasih... Jazakalloh...

    BalasHapus
  3. Semua orang itu pasti di uji..

    BalasHapus

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan