Malam itu begitu hening. Jamaah pengajian sudah pada siap menanti kehadiran Sang Kiai. Begitu mobil phanter datang, mereka merasa tenang karena kiai sudah tiba. Semua mata tertuju pada mobil phanter itu. Mereka sudah tidak sabar lagi mendengarkan petuah-petuahnya. Di luar dugaan, ternyata yang keluar dari mobil bukanlah Sang Kiai. Sesosok pria paruh baya berambut panjang, berkumis tebal, tidak berjenggot dan yang lebih aneh lagi ialah bercelana Jeans.
Suasana yang hening itu tiba-tiba terpecah oleh suara gaduh dan gemuruh para jamaah. Siapa gerangan pria yang keluar dari mobil Phanter itu? Kok ga berjenggot? Ga pakai sorban? dan ga pakai sarung? Semua bertanya-tanya dan tertegun heran. Melihat suasana demikian, pak Jamal sebagai panitia tetap pengurus pengajian segera mengambil inisiatif untuk menanyakan perihal kedatangan pria tadi.
"Assalamualaikum…….maaf, bapak ini siapa ya? Kok memakai mobil kiai?". "Wa`alaikum salam ustadz….maaf juga kalau kedatangan saya mengagetkan para jamaah..begini malam ini pak kiai tidak bisa hadir, beliau sedang berhalangan, makanya beliau mengutus saya untuk menggantikan pengajian". Sontak ketika itu juga Jamal mengernyitkan keningnya, dalam hati ia berkata: "masak tampang preman kaya gini suruh ganti yai, yang bener aja".
Tapi mau bagaimana lagi, dia memang betul-betul utusan Kiai. "ya sudah la kalau begitu…bismillah…semoga saja tidak jadi bencana" keluh hatinya. Naiklah pria gondrong itu ke depan panggung menuju mimbar pengajian. Dari potongannya memang terkesan preman, tapi wajahnya menggambarkan bahwa dia adalah orang penting dan tidak patut diremehkan.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…….." "waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh…..". "Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian yang saya hormati, sebelumnya saya minta maaf kalau kehadiran saya di sini mengusik kenyamanan anda dan membuat anda su`udzan pada saya. Demi Allah saya tidak bermaksud demikian, saya hanya mengikuti pesan Pak Kiai yang memberikan amanah kepada saya, sebagai murid tentu saja saya tidak bisa menolak amanahnya".
"Bapak-bapak dan ibu sekalian….saya hanya mengingatkan bahwa ada hadits yang artinya:” Sesungguhnya Allah tidak melihat melihat kepada rupa dan bentuk tubuhmu tapi Allah melihat kepada hati dan amalmu”. Memang potongan dan gaya berpakain saya tidak seperti yai, Cuma sekarang saya Tanya kepada bapak dan ibu sekalian, adakah pakaian saya ini menyalahi syariat?""....tidaaaaaaaaaaaak" jawab jamaah. "Baiklah saya akan melanjutkan pengajian ini".
Sudah hampir dua jam pria itu mengisi pengajian, para jamaah dibuat kagum olehnya, mereka keasyikan mendengarkan ceramahnya yang mengalir dan enak didengar, sampai-sampai mulutnya terngangah. Pria itu tidak saja menjelaskan ilmu-ilmu syar`i dari tafsir, hadits, bahasa Arab sampai ushul fiqh saja, rupanya ia mengetahui banyak tentang ilmu-ilmu modern sehingga ia kaitkan dengan ilmu-ilmu tadi. Hasilnya, para jamaah mulai percaya bahwa orang yang sedang berceramah ini adalah orang penting dan tidak patut diremehkan. Mereka telah salah menilai. Selama ini mereka menilai orang alim hanya dari rupa dan pakaiannya, sehingga ketika pertama kali melihat pria tadi mereka sudah berburuk sangka.
Sejenak mereka berpikir: "Mungkin ini kado pelajaran yang sengaja diberikan yai kepada kita, supaya kita sadar bahwa jangan sekali memandang sesuatu dari hal-hal eksternal saja, karena bisa jadi itu hanyalah kamuflase belaka, sekarang ini banyak berandal-berandal bersorban yang mengaku alim padahal sejatinya adalah pandir, alim tidaknya seseorang sekali lagi jangan dilihat dari baju dan rupanya".
Setelah selesai pengajain, para jamaah berbondong-bondong menyalami dan memeluknya, sampai-sampai ada yang bilang bahwa dia harus dikasih jadwal tetap untuk mengisi, karena secara jujur gaya dia menyampaikan lebih menarik dari Sang Kiai, pria itu hanya senyum dan tidak mengiyakanya. Ia hanya berkata: "Ini adalah kado dari pak yai". Hanya sepatah kata itu saja yang ia ucapkan, kemudian ia pamit.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !