Pada hari Kamis, 19 Maret 2015, jam 14:54, aku berangkat menuju Jakarta. Tujuannya jelas: menjemput calon bidadari. Hampir saja aku ketinggalan kereta, karena berangkat terlalu mepet(14:00). Syukur al-hamdulillah, lima menit sebelum kedatangan kereta, akhirnya aku sampai. Baru pertama kali aku ke Jakarta naik kereta (eksekutif lagi). Sebelumnya(2005) aku pernah naik kereta ke Bandung, ke rumah Iqbal Mukhlis. Tapi itu dulu.
Sekarang kereta yang aku tumpangi ialah: BANGUNKARTA(Sing. jomBANG, madiUN, dan jaKARTA). Namanya juga eksekutif, jelas fasilitas lebih enak: kursi lebar, menghadap depan semua, full AC, TV, dan yang sangat penting adalah makhluk yang namanya colokan. Alhamdulillah perjalanan lancar. Dari Mojokerto sampai Jombang, aku hanya termangu seorang diri. Baru setelah di Jombang, -tepatnya di samping tempat dudukku- ada pasangan dari Jombang yang hendak mengunjungi anaknya di Jakarta.
Terjadilah obrolan yang hangat antara aku dan beliau. Namanya Kholil. Aku memamggilnya Pak Kholil. Berasal dari Jombang Barat. Ada beberapa obrolan menarik antara aku dan beliau. Poin-poinnya bisa disederhanakan sebagai berikut: Pertama, dia punya anak yang "aneh". Satunya lulusan Filsafat UGM, tapi pekerjaannya jadi bagian yang mengurus mobil di Jakarta Yang berikutnya (kakaknya), lulusan pondok salaf tapi bekerja di perusahaan minyak di luar jawa. Letak keanehannya ialah bwkerja bukan pada bidangnya(katanya).
Kedua, pentingnya memberi bekal moral keagamaan bagi anak. Anak beliau sudah dipondokkan sejak keci. Jadi, kemandirian dapat, ilmu keagamaan dapat, sehingga keduniaannya bisa terkontrol. Suatu saat, anak yang jurusan filsafat ini mengajak dialog dengan beliau. Pertanyaannya satu: Pak agama samawi kan sama-sama agama dari langit, berarti semua agama benar dong?. Tebrjadilah dialog hangat bahkan panas hingga jam 4 dinihari menjelang Shubuh. Di akhir pembahasan, eh ternyata anaknya hanya mengetes beliau.
Ketiga, di Indonesia ini banyak orang hebat, tapi susah mencari orang alim. Kalau aku sendiri membahasakannya sebagai: kelangkaan orang shalih. Kepintaran bila tak didukung dengan keshalihan, maka hasilnya adalah kerusakan. Betapa banyak orang-orang pintar di negeri ini, tapi banyak pula kerusakan timbul dari mereka. Bahkan, ada yang sengaja berbuat kerusakan, tapi berkedok keshalihan atau seolah-olah memperjuangkan kepentingan sosial. Keempat, al-hamdulillah kedua anak beliau suksek secara keduniaan dan mampu menjaga agama. Ini adalah buah dari pendidikan.
Kelima, pendidikan agama jaman dahulu begitu kuat. Meski tidak resmi seperti sekarang(seperti:TPQ, TPA dll) hanya Sorogan, ngaji kitab, namun pengaruhnya demikian terasa. Lain halnya dengan sekarang. Anak-anak susah kalau disuruh hafalan juz Ammah. Yang ada malah suka main game di rumah uang dapat merusak pikiran mereka. Dari dialog ini, poin-poin pentingnya bisa diringkas sebagai berikut: ijazah tidak berpengaruh pada pekerjaan atau keprofesian seseorang; pentingnya menanamkan nilai agama sejak dini; kepintaran harus beriring keahalihan; kesuksesan adalah bagian dari buah pendidikan; yang terakhir, perbedaan melieu yang tajam terkait pendidikan agama tempo dulu. Anak-nak jaman sekarang dah menurun perhatiannya.Perhatiannya terpusat pada hal yang merusak pendidikan mereka.
Wallahu a'lam bi al-shawab.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !