Judul : Pluralisme Keagamaan dalam
Perdebatan
Penulis : Dr. Biyanto M.Ag
Penerbit : UMM Press
Cetakan : Pertama, Maret 2009
Tebal : 292
Kategori : Pluralisme Agama
Harga :
-
Peresume : Mahmud Budi Setiawan
Kata Pengantar
Penulis
Buku ini merupakan hasil dari penelitian penulis terhadap
fenomena keragaman pandangan kaum muda Muhammadiyah terdapat banyak pandangan
yang dapat dikategorikan sebagai kelompok yang setuju(diistilahkan sebagai:
progresif-liberal) dan kelompok yang menolak pluralisme keagamaan(diistilahkan
sebagai: konservatif-literal)[vii].
Dr.
Din Syamsudin
Muhammadiyah
harus mampu menyeimbangkan secara proporsional antara ibadah mahdlah dan
muamalah-duniawiyah(at-tawāzun
baina tajrīd wa tajdīd). Tajrid(mencukupkan
apa yang diajarkan al-Qur`an dan dicontohkan Nabi Muhammad saw) terkait dengan
aqidah dan ibadah mahdlah, sedangkan tajdid(pembaruan) terkait dengan
muamalah duniawiyah(xvi).
Pembaruan yang
harus dikembangkan Muhammadiyah:
Pertama: Harus
melakukan pembacaan ualang konsep teologi dan dasar keyakinan keagamaannya.
Kedua:
Muhammadiyah dapat menetapkan pemikiran keagamaan yang telah diyakini untuk
dibakukan(xvii).
Di Muhammadiyah
bermunculan berbagai kelompok, baik yang liberal-progresif maupun radikal
konservatif. Mereka yang disebut liberal-progresif ternyata masih shalat,
berpuasa, dan bahkan sangat lancar mengutip al-Qur`an dan Hadith Nabi.
Sepanjang mereka masih melakukan itu berarti bukan liberal(xviii).
Dengan adanya
dua pandangan berbeda ini maka yang harus dilakukan ialah banyak melakukan
dialog pemikiran yang dilakukan secara dingin, jernih, dan mengajak semua untuk
terlibat, tidak boleh ada keributan, menang-menangan, dan sikap saling
menyalahkan(xviii).
Pendahuluan
Beberapa persoalan
yang diperdebatakan kaum muda Muhammadiyah mengenai pluralisme adalah berkaitan
dengan genealogi konsep pluralisme, Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran
dan keselamatan, dan cara menyikapi kelompok yang berbeda dengan dirinya(hal:
12). Sementara yang setuju terhadap pluralisme menyatakan bahwa nilai-nilai
pluralisme sesungguhnya dapat dilacak melalui praktik kehidupan Nabi Muhammad
dan para sahabat. Lebih dari itu, mereka menyatakan bahwa dilihat dari kiprah
dan pemikiran tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal sesungguhnya menunjukkan
meraka sangat pluralis dan inklusif(hal: 13).
Fenomena
keagamaan kaum muda Muhammadiyah dalam memahami dan menyikapi pluralisme
keagamaan tentu membutuhkan eksplanasi teoritis. Sebab dalam perspektif
sosiologis, produk pemikiran seseorang dan sikap yang ditunjukkan sangat
berkaitan dengan kontruks sosialnya. Pada konteks ini perlu dieksplanasi latar
belakang sosial di antara mereka yang meliputi pendidikan, interaksi sosial,
dan genealogi pengetahuan mereka(hal: 16).
Fokus kajian
penelitian dalam buku ini adalah
dialektika pandangan kaum muda Muhammadiyah terhadap pluralisme keagamaan(hal:
18). Sedangkan metodologi penulis sebagai berikut: jenis penelitian ini adalah
pemahaman/meaning(hal: 26) sedangkan pendekatannya adalah pendekatan
sosiologi pengetahuan/sociology of knowledge(hal: 27), metode
pengumpulan data(hal: 32), unit analisis(hal: 33), analisis(hal: 33).
Bab I
-
Genealogi Pluralisme
Keagamaan:
Pluralisme
bermakna bahwa suatu agama dan paham keagamaan tidak lagi dapat menutup diri
dan menganggap ajaran dan sistem peribadatannya sebagai yang paling absah(hal:
44).
-
Tipologi Pluralisme
Keagamaan:
Menurut
Kosuke Koyama: Ada dua, Pertama: Hard Pluralism(sejak awal
hakikat kebenaran tidak hanya satu), Kedua: Soft Pluralism(hanya ada
satu hakikat kebenaran yang muncul dalam banyak bentuk)(hal: 44).
Menurut
Kuntowijoyo ada dua tipologi pluralisme: Pertama, negatif(sikap
keberagamaan yang sangat ekstrim. Ex: menganggap agama seperti ganti baju) dan Kedua,
positif(mengedepankan penghormatan terhadap keyakinan yang berbeda)(hal: 45(.
Menurut Nur
Kholis Madjid, pluralisme adalah suatu sistem nilai yang mengharuskan manusia
menghormati semua bentuk keanekaragaman
dan perbedaan, dengan menerima hal tersebut sebagai suatu realitas yang
sebenarnya den dengan melakukan semua kebaikan sesuai dengan watak pribadi
masing-masing(hal: 46(.
Cak Nur
menganjurkan agar umat Islam melakukan relativisme internal agar terhidndar
dari kemutlakan untuk diri sendiri dan kelompok sendiri(hal: 46).
Tipologi
pluralisme menurut Mukti Ali: sinkretisme(semua agama sama), reconception(menyelami
agama sendiri dalam konfontrasi dengan agama lain), sintesis(menciptakan
agama baru yang elemennya diambilkan dari semua agama), pergantian(agama
sendiri paling benar, agama orang lain salah), agree in disagreement(setuju
dalam perbedaan)(hal: 48-47).
Tipologi
pluralisme menurut Diana L. Eck: pluralisme tidak sama dengan diversitas,
pluralismi tidak hanya bermakna toleransi tapi pencarian secara aktif untuk memahami
perbedaan, pluralisme tidak sama dengan relativisme tapi usaha untuk menemukan
komitmen bersama, pluralisme selalu berbasis dialog(hal: 50).
Menurut
Ninian Smart: eksklusivisme absolut, relativisme absolut, inklusivisme
hegemonik, pluralisme realistik, pluralisme regulatif.
Bab II
- Dalam
piagam Madinah menunjukkan secara jelas bahwa Islam memiliki pengalaman sejarah
untuk menerapkan pluralisme keagamaan(hal: 115).
Bab III
-
Pendukung pluralisme di
Muhammadiyah: Zuly, Sukidi, Najib, Boy, Zaki, dan Shofan(hal: 135).
-
Penolak pluralisme: Adian
Husaini, Fakhrurozi, Masyhud, Syamsul, Andri, dan Fata(hal: 151).
-
Kaum muda yang mendukung
pluralisme merujuk kepada figur: Ahmad Dahlan, Mas Manshur, Syafi`i Ma`arif,
Munir Mulkhan, Amin Abdullah, dan Moeslem Abdurrahman, Dawam Raharjo(hal: 242).
Di luar itu ada Nurcholish Madjid(hal: 245).
-
Kaum muda yang menolak
pluralisme merujuk kepada: Yuhanar Ilyas, Muhammad Muqaddas, dan Mushtafa Kamal
Phasa, Buya Hamka, Adian Husaini(246-248).
-
Dialektika Pandangan kaum
muda Muhammadiyah terhadap wacana pluralisme keagamaan jelas tidak dapat
dipisahkan dari padandangan-pandangan tokoh di sekitar mereka(hal:248).
Kesimpulan
Pertama:
Pemahaman kaum muda muhammadiyah terhadap konsep pluralisme keagamaan tampak
sangat beragam. Yang setuju memahami paham ini dengan sikap positif,
optimis, dan terbuka. Dengan merujuk pada konsep Diana L. Eck, mereka
memahami pluralisme tidak terbatas pada pengertian pluralitas atau diversitas,
toleransi dan relavitisme, lebih dari itu bagi mereka pluralisme adalah paham yang
mengajarkan agar setiap pemeluk agama mengakui keberadaan agama lain yang
berbeda, terlibat aktif dalam memahami perbedaan, dan memiliki komitmen untuk
menemukan kesamaan perbedaan. Bagi mereka, pluralisme agama harus dipahami secara
antropologis dan sosiologis. Yang tidak setuju memahami pluralisme dalam
pengertian yang negatif, pesimis, dan terbatas pada pemahaman yang bersifat
filosofis dan teologis(hal: 255).
Kedua: Pemahaman
kaum muda Muhammadiyah baik yang setuju maupun yang menolak pluralisme
keagamaan banyak ditentukan oleh kondisi eksternal(faktor global-lokal terkait
ideologi, politik, dan ekonomi) dan internal Muhammadiyah(berkaitan dengan
fenomena konservatisme) serta latar belakang sosial mereka(latar belakang
pendidikan, interaksi sosial, dan genealogi pengetahuan)(hal: 256).
Ketiga: Tipologi
pandangan kaum muda Muhammadiyah mengenai pluralisme keagamaan tampak
bervariasi. Tipologi pluralisme yang dikembangkan mereka bergerak di antara hard
pluralism dan soft pluralism, pluralisme positif, pluralisme
realistik, relativisme internal, dan menunjukkan semangat agree in
disagreement. Sementara tipologi yang menolak dapat dikelompokkan menjadi
dua; yang moderat dan radikal(hal: 257).
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !