Home » » Pluralisme Agama dalam Kaum Muda Muhammadiyah

Pluralisme Agama dalam Kaum Muda Muhammadiyah

Written By Amoe Hirata on Rabu, 22 Oktober 2014 | 06.11

Judul              : Pluralisme Keagamaan dalam Perdebatan
Penulis            :  Dr. Biyanto M.Ag
Penerbit          : UMM Press
Cetakan          : Pertama, Maret 2009
Tebal              : 292
Kategori         : Pluralisme Agama
Harga             : -
Peresume        : Mahmud Budi Setiawan


Kata Pengantar

Penulis
Buku ini merupakan hasil dari penelitian penulis terhadap fenomena keragaman pandangan kaum muda Muhammadiyah terdapat banyak pandangan yang dapat dikategorikan sebagai kelompok yang setuju(diistilahkan sebagai: progresif-liberal) dan kelompok yang menolak pluralisme keagamaan(diistilahkan sebagai: konservatif-literal)[vii].

Dr. Din Syamsudin
Muhammadiyah harus mampu menyeimbangkan secara proporsional antara ibadah mahdlah dan muamalah-duniawiyah(at-tawāzun baina tajrīd wa tajdīd). Tajrid(mencukupkan apa yang diajarkan al-Qur`an dan dicontohkan Nabi Muhammad saw) terkait dengan aqidah dan ibadah mahdlah, sedangkan tajdid(pembaruan) terkait dengan muamalah duniawiyah(xvi).

Pembaruan yang harus dikembangkan Muhammadiyah:
Pertama: Harus melakukan pembacaan ualang konsep teologi dan dasar keyakinan keagamaannya.
Kedua: Muhammadiyah dapat menetapkan pemikiran keagamaan yang telah diyakini untuk dibakukan(xvii).

Di Muhammadiyah bermunculan berbagai kelompok, baik yang liberal-progresif maupun radikal konservatif. Mereka yang disebut liberal-progresif ternyata masih shalat, berpuasa, dan bahkan sangat lancar mengutip al-Qur`an dan Hadith Nabi. Sepanjang mereka masih melakukan itu berarti bukan liberal(xviii).

Dengan adanya dua pandangan berbeda ini maka yang harus dilakukan ialah banyak melakukan dialog pemikiran yang dilakukan secara dingin, jernih, dan mengajak semua untuk terlibat, tidak boleh ada keributan, menang-menangan, dan sikap saling menyalahkan(xviii).

Pendahuluan
Beberapa persoalan yang diperdebatakan kaum muda Muhammadiyah mengenai pluralisme adalah berkaitan dengan genealogi konsep pluralisme, Islam sebagai satu-satunya jalan kebenaran dan keselamatan, dan cara menyikapi kelompok yang berbeda dengan dirinya(hal: 12). Sementara yang setuju terhadap pluralisme menyatakan bahwa nilai-nilai pluralisme sesungguhnya dapat dilacak melalui praktik kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat. Lebih dari itu, mereka menyatakan bahwa dilihat dari kiprah dan pemikiran tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal sesungguhnya menunjukkan meraka sangat pluralis dan inklusif(hal: 13).

Fenomena keagamaan kaum muda Muhammadiyah dalam memahami dan menyikapi pluralisme keagamaan tentu membutuhkan eksplanasi teoritis. Sebab dalam perspektif sosiologis, produk pemikiran seseorang dan sikap yang ditunjukkan sangat berkaitan dengan kontruks sosialnya. Pada konteks ini perlu dieksplanasi latar belakang sosial di antara mereka yang meliputi pendidikan, interaksi sosial, dan genealogi pengetahuan mereka(hal: 16).

Fokus kajian penelitian dalam  buku ini adalah dialektika pandangan kaum muda Muhammadiyah terhadap pluralisme keagamaan(hal: 18). Sedangkan metodologi penulis sebagai berikut: jenis penelitian ini adalah pemahaman/meaning(hal: 26) sedangkan pendekatannya adalah pendekatan sosiologi pengetahuan/sociology of knowledge(hal: 27), metode pengumpulan data(hal: 32), unit analisis(hal: 33), analisis(hal: 33).

Bab I
-          Genealogi Pluralisme Keagamaan:
Pluralisme bermakna bahwa suatu agama dan paham keagamaan tidak lagi dapat menutup diri dan menganggap ajaran dan sistem peribadatannya sebagai yang paling absah(hal: 44).
-          Tipologi Pluralisme Keagamaan:
Menurut Kosuke Koyama: Ada dua, Pertama: Hard Pluralism(sejak awal hakikat kebenaran tidak hanya satu), Kedua: Soft Pluralism(hanya ada satu hakikat kebenaran yang muncul dalam banyak bentuk)(hal: 44).
Menurut Kuntowijoyo ada dua tipologi pluralisme: Pertama, negatif(sikap keberagamaan yang sangat ekstrim. Ex: menganggap agama seperti ganti baju) dan Kedua, positif(mengedepankan penghormatan terhadap keyakinan yang berbeda)(hal: 45(.
Menurut Nur Kholis Madjid, pluralisme adalah suatu sistem nilai yang mengharuskan manusia menghormati  semua bentuk keanekaragaman dan perbedaan, dengan menerima hal tersebut sebagai suatu realitas yang sebenarnya den dengan melakukan semua kebaikan sesuai dengan watak pribadi masing-masing(hal: 46(.
Cak Nur menganjurkan agar umat Islam melakukan relativisme internal agar terhidndar dari kemutlakan untuk diri sendiri dan kelompok sendiri(hal: 46).
Tipologi pluralisme menurut Mukti Ali: sinkretisme(semua agama sama), reconception(menyelami agama sendiri dalam konfontrasi dengan agama lain), sintesis(menciptakan agama baru yang elemennya diambilkan dari semua agama), pergantian(agama sendiri paling benar, agama orang lain salah), agree in disagreement(setuju dalam perbedaan)(hal: 48-47).
Tipologi pluralisme menurut Diana L. Eck: pluralisme tidak sama dengan diversitas, pluralismi tidak hanya bermakna toleransi tapi pencarian secara aktif untuk memahami perbedaan, pluralisme tidak sama dengan relativisme tapi usaha untuk menemukan komitmen bersama, pluralisme selalu berbasis dialog(hal: 50).
Menurut Ninian Smart: eksklusivisme absolut, relativisme absolut, inklusivisme hegemonik, pluralisme realistik, pluralisme regulatif.

Bab II
- Dalam piagam Madinah menunjukkan secara jelas bahwa Islam memiliki pengalaman sejarah untuk menerapkan pluralisme keagamaan(hal: 115).

Bab III
-          Pendukung pluralisme di Muhammadiyah: Zuly, Sukidi, Najib, Boy, Zaki, dan Shofan(hal: 135).
-          Penolak pluralisme: Adian Husaini, Fakhrurozi, Masyhud, Syamsul, Andri, dan Fata(hal: 151).
-          Kaum muda yang mendukung pluralisme merujuk kepada figur: Ahmad Dahlan, Mas Manshur, Syafi`i Ma`arif, Munir Mulkhan, Amin Abdullah, dan Moeslem Abdurrahman, Dawam Raharjo(hal: 242). Di luar itu ada Nurcholish Madjid(hal: 245).
-          Kaum muda yang menolak pluralisme merujuk kepada: Yuhanar Ilyas, Muhammad Muqaddas, dan Mushtafa Kamal Phasa, Buya Hamka, Adian Husaini(246-248).
-          Dialektika Pandangan kaum muda Muhammadiyah terhadap wacana pluralisme keagamaan jelas tidak dapat dipisahkan dari padandangan-pandangan tokoh di sekitar mereka(hal:248).

Kesimpulan
Pertama: Pemahaman kaum muda muhammadiyah terhadap konsep pluralisme keagamaan tampak sangat beragam. Yang setuju memahami paham ini dengan sikap positif, optimis, dan terbuka. Dengan merujuk pada konsep Diana L. Eck, mereka memahami pluralisme tidak terbatas pada pengertian pluralitas atau diversitas, toleransi dan relavitisme, lebih dari itu bagi mereka pluralisme adalah paham yang mengajarkan agar setiap pemeluk agama mengakui keberadaan agama lain yang berbeda, terlibat aktif dalam memahami perbedaan, dan memiliki komitmen untuk menemukan kesamaan perbedaan. Bagi mereka, pluralisme agama harus dipahami secara antropologis dan sosiologis. Yang tidak setuju memahami pluralisme dalam pengertian yang negatif, pesimis, dan terbatas pada pemahaman yang bersifat filosofis dan teologis(hal: 255).
Kedua: Pemahaman kaum muda Muhammadiyah baik yang setuju maupun yang menolak pluralisme keagamaan banyak ditentukan oleh kondisi eksternal(faktor global-lokal terkait ideologi, politik, dan ekonomi) dan internal Muhammadiyah(berkaitan dengan fenomena konservatisme) serta latar belakang sosial mereka(latar belakang pendidikan, interaksi sosial, dan genealogi pengetahuan)(hal: 256).

Ketiga: Tipologi pandangan kaum muda Muhammadiyah mengenai pluralisme keagamaan tampak bervariasi. Tipologi pluralisme yang dikembangkan mereka bergerak di antara hard pluralism dan soft pluralism, pluralisme positif, pluralisme realistik, relativisme internal, dan menunjukkan semangat agree in disagreement. Sementara tipologi yang menolak dapat dikelompokkan menjadi dua; yang moderat dan radikal(hal: 257).
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan