“Kok
rumput tetangga terlihat lebih hijau ya pak?” Tanya ibu Upi kepada suaminya
“Ah, masa sih bu?” Pak Karman melirik ke halaman tetangga sebelah selatan
rumahnya sebentar kemudian melanjutkan aktivitasnya membaca koran.
“Sama-sama rumput bu,” selorohnya
“Ih Si Bapak, perasaan ibu udah
rajin ngerawat halaman kita bahkan koleksi tanaman hias kita lebih banyak dari
punyanya, tapi.......,”
“Tapi apa toh bu? Bapak liat
sama-sama hijau kok tidak ada yang beda cuma sedikit, “
“Sedikit apa pak?” potong Bu Upi
“Ibu sedikit lebay, wong rumput saja
dibanding-bandingkan?” Ibu Upi manyun, pak Karman segera masuk ke dalam rumah.
Melihat reaksi istrinya, Pak Karman khawatir kena damprat.
***
Tidak dipungkiri bahwa banyak dari kita yang acapkali membandingkan apa
yang orang lain miliki dengan apa yang ada pada diri kita, entah itu
harta-kedudukan-sampai pasangan kita. Diri kita sering kali mudah terpengaruh
dengan apa yang kita lihat, contohnya aktivitas kita di dunia maya seperti
facebook, instagram, twitter dan jejaring sosial lainnya tentang kehidupan
orang lain, tentang apa yang orang lain post di account nya dan terpampang di
beranda kita.
Hari ini kita mungkin melihat seseorang yang kita kenal tengah asik
‘berbagi kebahagiaan’ dengan mempertontonkan kehidupan harmonisnya bersama
pasangan dan anak-anaknya, membagikan foto liburannya keluar negeri, sampai
pada memposting apa yang ia makan (yang mungkin belum pernah kita makan
sebelumnya). Kemudian kita mulai membandingkan ‘kebahagiaan’ orang itu dengan
apa yang kita rasakan saat melihatnya, kita sama sekali tidak merasa ikut
bahagia bahkan malah bertanya pada diri sendiri sudah kita bahagia dengan
kehidupan kita seperti halnya mereka ‘terlihat’ bahagia dengan kehidupannya?
Kita seringkali mengadili diri kita sendiri bahwa orang lain terlihat serba
lebih, lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik, lebih pintar dan kelebihan
lainnya sehingga semakin lama semakin menipis rasa syukur pada diri kita atas
setiap nikmat yang telah Allah berikan untuk kita. Kita sering lupa bahwa
setiap orang mempunyai kebahagiaannya masing-masing atau mungkin saja apa yang dipertunjukan
orang lain itu yang kita anggap ‘kebahagiaan’ adalah kebohongan yang
dibuat-buat.
Penting untuk kita adanya sebuah pengendalian diri dan tidak mudah menunjukan
segala aktivitas kita terutama pada hal-hal yang kita anggap luar biasa atau
moment tertentu untuk kita bagikan entah itu berupa status maupun foto serta
video di jejaring sosial. Tidak ada yang salah dengan niat kita ‘berbagi
kebahagian’ namun sekali lagi penting untuk kita menjaga diri kita dari
perasaan orang lain yang jangan-jangan kitalah yang memumpuk sifat iri dan
dengki orang lain sehingga sebagaimana kita ketahui bersama bahwa hal tersebut juga
dapat berdampak buruk pula pada diri kita pada kehidupan kita.
Ada sebuah kisah dimana ada seorang perempuan sebut saja namanya Annisa.
Annisa telah berusia cukup matang untuk waktunya menikah namun apa daya
jodohnya tak kunjung datang jua. Annisa nyaris putus asa melihat teman-teman
seusianya sibuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Sedangkan ia masih
dalam kesendirian dan harap-harap cemas dikatakan perawan tua. Annisa cukup
aktive di facebook dengan seringnya ia mempost kata-kata mutiara sampai
kutipan-kutipan ceramah, dan disela-sela itu hatinya merasa teriiris melihat
hampir setiap teman yang ia kenal gencar bahkan seolah saling berlomba
membagikan aktivitas rumah tangga dan foto-foto lucu buah hatinya. Annisa sadar
mungkin ia yang salah terlalu ‘baper’
bawa perasaan tetapi apa daya ia hanya perempuan yang memang selalu bermain
dengan perasaan. Sedangkan banyak orang
saat ini yang hampir-hampir tak pernah peduli pada perasaan orang lain, dan
hanya sibuk menunjukan kebahagiaan yang ia rasa dan merasa tak ada yang salah
hanya menunjukan segala aktivitasnya di ruang terbuka.
Sifat iri memang mudah memasuki siapa saja apalagi kita yang sering kali
lupa pada perasaan orang lain saat tak sengaja mempertontonkan kebahagiaan yang
kita rasakan, tidak kah kita tahu bahwa Nabi Muhammad saw pernah menyampaikan; “Jauhilah
oleh kalian sifat dengki (Iri hati), sebab sesungguhnya dengki itu dapat
memakan (menghabiskan) kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar” (HR.
Abu dawud). [By: Mesti Kristia Farah]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !