Home » , , , , » Mau Pasangan Ideal? Sadar Diri Dong!

Mau Pasangan Ideal? Sadar Diri Dong!

Written By Amoe Hirata on Minggu, 23 Oktober 2016 | 14.47

“ANA siap menikah!” kata Hafiz mantap. Salim mengamini dan menimpali alhamdulillah.
“Antum sudah punya calonnya akhi?” ditanya demikian Hafiz malah cengar-cengir, membuat Salim penasaran dan mencoba menebak arah pembicaraan ini.

“Ya siapa tahu akh. Salim punya rekomendasi calon yang cocok untuk ana?” Tanpa malu-malu Hafiz semakin menunjukkan niat dalam hatinya. Salim mengerti! Sudah kesekian kalinya Salim sebagai seseorang yang di’tua’kan perihal pernikahan dimintai tolong untuk menjadi pak comblang kalau perempuankan mak comblang.
“Oh jadi Hafiz berniat ber-ta’aruf. Bagus itu, ana dukung 1000%. Tapi sebelumnya ana mau tanya tipe atau kriteria antum dalam memilih calon istri itu seperti apa?”
“Mmmhh... seperti apa ya? Gak neko-neko kok.” ucap Hafiz menggantung sambil berpikir.
“Ya gak neko-nekonya antum seperti apa ? apa asal perempuan aja gitu?”
“hehe ya enggaklah,”
“Maka dari itu harus jelas supaya memudahkan ana dalam mencoba menemukan jodoh antum, insyaallah.”
“Istri antum kan dokter akhi, kalau bisa ana juga mau jadi suami seorang dokter.”
“Ooo..” Salim membulat bibir kemudian mengambil ancang-ancang untuk kembali mulai berujar
“Kalau ana boleh tahu apa alasan Hafiz ingin istri dokter?”
Ditanya demikian Hafiz terlihat malu-malu. Sejenak ia terdiam seperti tengah mengatur kata-kata yang akan keluar dari mulutnya.
            “Ana merasa kalau istri seorang dokter selain mandiri dia juga matang dalam hal kedewasaan, ini akan memudahkan ana dalam membimbingnya sebagai suami kelak. Ana yakin dan sudah dapat dipastikan tentunya bahwa dia adalah wanita yang cerdas karena berhasil dalam bidang kedokteran yang tidak mudah, ana kira ini akan menjadi tolak ukur kecerdasannya kelak dalam hidup berumah tangga, seperti mengatur rumah dan  anak-anak kita nanti. Dan kalau boleh saya tambahkan selama hidup saya juga hampir tidak pernah saya dapati dokter yang tidak cantik. Hehehe ”
            “Mmmmhh.... cukup berat juga ya?”
            “Apanya yang berat akh?” tanya Hafiz. Kening Salim berkerut layaknya orang yang tengah berpikir keras.
            “Ana jadi ingat dulu waktu ana memulai proses taaruf dengan istri, ana sama sekali tidak tahu kalau dia seorang dokter. Ana baru tahu malah pas bertemu orangtuanya untuk melamar. Yang lebih membuat ana kaget lagi dalam usia yang bisa dibilang sangat muda istri ana itu sudah jadi dokter spesialis. Mimpi menjadi suaminya saja tidak pernah apalagi bermimpi menjadi seorang suami dari istri seorang dokter spesialis. Ah, siapalah saya waktu itu hanya seorang karyawan swasta yang ijasah S1-nya saja masih ditahan pihak kampus untuk minta ditebus. Ana sebenarnya tidak begitu terpengaruh menerima kenyataan itu, ana tetap melanjutkan proses taaruf sampai akhirnya menikah.” kemudian berhenti sejenak untuk menghela nafas.
Lanjutnya, “ Dari awal ana niat menikah memang tidak ada kriteria khusus, yang umum-umum sajalah, tapi 1 hal yang ana tekankan dia haruslah seorang wanita shalehah tapi ana juga tidak menafikan kriteria lainnya seperti yang diajarkan oleh Rasulullah saw bahwa kita harus melihat keturunannya, kecantikannya, kekayaannya dan terakhir barulah keshalehannya dan sebaik-baiknya itu ya yang terakhir dan ana memilih yang terakhir. Itu semua karena ana sadar diri! Dengan Allah mudahkan ana dalam proses taaruf untuk sebuah pernikahannya ana sudah benar-benar bersyukur karena disaat orang-orang memilih berzina ana masih dijaga Allah untuk terhindar dari itu semua.”
            “Masyaallah akh. Ana jadi malu,”
            “Kenapa malu Fiz, ana hanya bermaksud berbagi pengalaman aja gak ada maksud apa-apa loh,” Salim menepuk bahu Hafiz yang terlihat membungkuk. Hening sesaat. Salim memecah kebisuan dengan mengatakan
            “Insyaallah ana bantu, antum silakan berikhitiar dengan usaha yang lain sesuai syariat ya. Tetap menjaga diri terus berdoa, kalau antum benar-benar semakin mantap dengan niat menikah karena Allah,  insyaallah akan ada jalannya nanti.”
Malam itu, Hafiz kembali merenungi dirinya. Menelisik kembali kedalam hati yang terdalam akan kesiapannya dalam sebuah pernikahan. Bukan sekadar memikirkan romantika pernikahan dengan wanita impian tapi juga memperbaiki dirinya, memantaskan diri untuk menjadi pasangan ideal yang mampu mereguk manisnya cinta karena Allah SWT.

***

Dalam salah satu ceramahnya ustad Muhammad Nurul Dzukri, Lc bercerita 
“Pak Ustad saya mah cantik no.3”
“No. 1 dan 2 nya?”
“Kosong pak ustad”
Lain waktu beliau bercerita.
“Kalau ana yang penting cantik ustad”
“Kenapa demikian?”
“Kalau akhlak, agama bisa ana ajarin dan ana ubah, kalau muka gak bisa dirubah ustad”
Tentu bukan ustad M. Nurul saja yang geleng-geleng oleh percakapan singkat yang apa adanya tersebut tapi juga mungkin kita. Wajar saja bila kita menginginkan pasangan yang seideal mungkin seperti cantik atau tampan secara fisik bahkan dalam Islam kecantikan masuk dalam kriteria perempuan yang ingin dinikahi tapi dia tidak berdiri sendiri yang perlu diperhatikan lainnya adalah misalnya ketururnannya, hartanya tapi yang paling penting adalah agamanya.
 Persoalan cantik atau tampan sekarang ini pun telah terpropaganda oleh media seperti kesempurnaan rupa dinilai dari warna kulit, berat badan, tinggi dan lain sebagainya. Kita mesti hati-hati dalam memspesifisikan kriteria tersebut, karena saat ini yang lebih dari itu sesungguhnya adalah rasa malu.
Begitu banyaknya saat ini wanita maupun laki-laki yang telah kehilangan malunya sehingga dengan sesukanya melakukan tindakan-tindakan diluar dari norma-norma yang ada termasuk syariat agama. Mereka tidak malu berzina secara terang-terangan dengan mengatasnamakan ‘pacaran sya’ri’ ataupun ‘taaruf’ bertahun-tahun dengan dalil bisa lebih saling mengenal bila cocok langsung ke pelaminan.
Bagi kita yang belum menikah dan ingin menikah coba kita telisik kembali kriteria yang kita syaratkan pada pasangan impian, ada baiknya kita renungi dahulu ‘kepantasan diri’ kita dalam meraihnya. Misalnya sebelum mencari pasangan jangan belum apa-apa sudah ingin yang begini atau yang begitu pokoknya sempurna! dan terlalu sibuk pada pencarian bukan perbaikan diri, sampai akhirnya lupa pada usia. Kita harus menjadi penerima yang baik sebelum meminta pasangan yang mampu menerima kita apa adanya.
‘Cinta,’ katanya, banyak dari kita yang mengatasnamakannya bahkan tanpa sadar menyombongkan diri merasa bahwa bisa dan dengan mudahnya merubah akhlak atau agama seseorang. Mengingat kembali ceramah yang disampaikan Ustad M. Nurul di situs berbagi youtube. Sebagaimana yang beliau katakan “Anda tidak lebih hebat dari Nabi Muhammad saw. Nabi saja tidak bisa memberikan hidayah taufik kepada Abu Thawalib, Nabi mendakwahkan Abu Thalib siang dan malam, Abu Thalib tidak masuk Islam dan nabi pun diingatkan:
{إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ} [القصص: 56]
 “Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah taufik kepada orang yang engkau cintai, namun Allah lah yang memberikan hidayah kepada orang yang Ia kehendaki. Sedang dia lebih mengerti dengan orang yang diberi hidayah.” (QS. Al-Qashash [28]: 56).
 Banyak diantara kita yang telah terjerumus pada hubungan-hubungan yang diikat oleh hawa nafsu dan pada akhirnya memilih pasangan tanpa mempertimbangkan bagaimana keadaan agamanya. Seharusnya paling tidak minimal harus terdapat satu syarat penting untuk memilih pasangan yaitu sebagaimana firman Allah SWT ;

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (Q.S. Al-Hujarat:13). 
[By: Mestifarah)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan