Home » , » Mengenang Ngaji Huruf Arab Pegon

Mengenang Ngaji Huruf Arab Pegon

Written By Amoe Hirata on Minggu, 19 Februari 2017 | 09.03

 
Contoh huruf Pegon dalam Kitab Tafsir Surah Al-Baqarah Juz II
          Di langgar Al-Mahfudh, sekitar tahun 1994-1998, aku pernah belajar huruf Arab Jawi atau Pegon. Belajar menulis huruf Pegon merupakan di antara pelajaran favoritku di lembaga diniyah non-formal ini. Waktu itu, yang diamanahi menjadi guru di antaranya adalah almarhum Cak. Am Rasyid dan Bapakku sendiri.

            Ngaji huruf Pegon ini biasanya dijadwal seminggu sekali, dan diajarkan bakda shalat Maghrib. Pernah juga suatu saat diajarkan pada sore hari seusai shalat Ashar. Terkhusus Cak. Am, metode dalam pengajaran terkesan keras, sehingga tak segan-segan memberi sanksi kepada para murid jika tidak disiplin.
            Aku merasa beruntung pernah merasakan secara langsung belajar huruf Pegon (huruf Arab  Melayu, huruf Jawi) karena bila dilihat dari sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, huruf ini menduduki peran yang cukup strategis menjaga bahasa persatuan, kominikasi perniagaan, bahkan dalam memelihara bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia.
            Sejak masuknya niagawan Arab pada abad ketujuh masehi, bahasa yang digunakan oleh penduduk nusantara untuk berkomunikasi adalah bahasa melayu. Penulisannya pun unik yaitu dengan menggunakan huruf Arab.  Pada perkembangannya, tulisan Pegon ini degunakan oleh kalangan santri dalam pendidikan pesantren.
            Kitab tafsir bahasa jawa Al-Ibriz yang dikarang K.H. Bisri Musthafa misalnya, menggunakan huruf Arab Pegon. KH. Hasyim Asy`ari, pada banyak tulisannya memakai huruf Arab Pegon (Fajar Kebangunan Ulama; Biografi K.H. Hasyim Asy’ari,  Lathiful Khuluq, 85). Bahkan, secarik kertas berisi fatwa jihad –menurut Riadi Ngasiran, Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Pengurus Cabang NU Kota Surbaya - yang diberikan Pendiri NU ini kepada Bung Tomo, menggunakan huruf Arab Pegon (Majalah Tempo, 9-15 November 2015, Bung Tomo, Penerima Ijazah Sang Kiai, hal. 58).
            Lebih dari itu, bahasa Melayu yang ditulis dengan Arab Pegon ini digunakan sebagai bahasa diplomatik atau penghubung antar-sultan atau raja di nusantara. Bahkan, Titik Pudjiastuti dalam buku Perang, Dagang, Persahabatan Surat-Surat Sultan Banten (hal. 17) menyebutkan bahwa surat yang dikirim oleh Raja Banten ke Inggris kala itu menggunakan huruf Arab Pegon berbahasa melayu.

            Huruf Pegon ini pada awalnya digunakan untuk menulis bahasa melayu. Dahulu, sebelum dihapus oleh Prof. Prijono (seawaktu menjadi Menteri PDK) di sekolah ada pelajaran Huruf Arab Melayu untuk kelas bahasa, sebagai dasar untuk membaca naskah melayu lama. Bahkan, dalam uang logam Pangeran Diponegoro pun terdapat tulisan Arab Melayu (Pegon).
            Berkat jasa ulama dan para niagawan muslimlah huruf Pegon ini pernah diperhitungkan dalam perjalanan sejarah Indonesia. Melalui huruf ini, mereka menjaga pelestarian bahasa melayu. Tercatat, sekitar 40 kekuasaan politik Islam (kesultanan) menggunakan bahasa ini sebagai bahasa politik dan diplomatik (Ahmad Mansur Surya Negara, Api Sejarah I, 528).
            Ketika masuk ke Pesantren Bangil, aku bertemu kembali tulisan Pegon. Waktu itu buku yang menggunakan huruf Pegon adalah karya Ustadz. Ahmad Hassan yang berupa: Kitab Al-Tashrif dan Tajwid. Al-Hamdulillah, aku tidak mengalami kesulitan menelaahnya karena di surau Al-Mahfudz huruf ini sudah dipelajari.
            Kehadiran huruf Pegon dalam lembaran sejarah umat Islam Indonesia menunjukkan betapa eratnya hubungan mereka dengan bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu umat Islam di dunia kala itu. Huruf-huruf Ar ab yang digunakan untuk menulis bahaya Melayu ini lebih dulu ada di Indonesia dibandingkan huruf latin yang datang belakangan. Namun ironisnya, huruf Pegon nyaris lenyap dari pusaran sejarah kehidupan manusia modern, kecuali mungkin hanya di pesantren yang masih menyimpan tradisi bersejarah ini.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan