Home » » Sang Guru Ngaji

Sang Guru Ngaji

Written By Amoe Hirata on Sabtu, 04 Februari 2017 | 12.29

                        Pertama kali bertatap muka dengan sosok karismatik ini, saat menjadi peserta PKU (Program Kaderisasi Ulama) Gontor 2014/2015. Waktu itu beliau menekankan pentingnya mengetahui positioning kita dalam gerakan dakwah. Sadar posisi akan membantu para dai mendakwahkan Islam secara tepat dan proporsional sesuai dengan kemampuan masing-masing.

            Pada kesempatan itu juga, beliau memupuk semangat kami agar bangga dengan status sebagai muslim. Lebih dari itu, juga bangga menjadi muslim yang berprofesi sebagai dai. Akan lebih baik lagi jika bisa menjadi dai yang ‘alim. Karenanya, tidak boleh malu sama sekali di hadapan dunia.
            Beliau sendiri lebih memosisikan diri sebagai “Guru Ngaji”. Mungkin bagi sementara orang, terdengar sederhana posisi tersebut. Padahal, merujuk kepada hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ini adalah salah satu profesi terbaik, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an serta mengajarkannya.” (HR. Bukhari, Muslim).
            Ada cerita menarik yang disampaikan beliau kala itu. Ada teman sealumni mengundangnya memberi tausiyah di tempatnya bekerja di salah satu perbankan tersohor. Singkat cerita, saat menyampaikan petuah, beliau sempat mengucapkan terima kasih kepada temannya atas undangannya dengan sebuatan ustadz. Rupanya si teman malu, seisi ruangan tertawa sambil nyeletuk, “O, kamu ustadz toh,”. Ia malu, karena selama ini menyembunyikan identitasnya. Mungkin identitas santri dianggapnya memalukan. Pasca acara ia mendatangi beliau dan berkomentar, “Akhi antum telah berhasil mempermalukan saya di hadapan teman-teman saya.”
            Semua omongannya didengar dengan baik. Setelah selesai, dengan penuh izzah beliau membentaknya dengan nada keras, “Masuk ke dalam, duduk di dalam mobil!” Masuklah dia dengan terpaksa ke mobil. Beliau pun menasihatinya dengan penuh karisma bahwa profesi guru ngaji bukanlah profesi kacangan. Karena mengajarkan al-Qur`an adalah sebaik-baik profesi. “Jangan pernah malu menjadi guru ngaji!” pungkasnya.
            Setelah itu keduanya berpamitan. Selang beberapa lama tidak bertemu, akhirnya dia dalam sambungan telepon mengucapkan terima kasih dan sekarang sudah merasa PD dan menjadi ustadz di lingkungan kerjanya. Sekarang dia dipercaya menjadi pemimpin bank syari’ah yang baru dibuat. Teman-temannya pun mengapreasi dan menghormati kedudukannya sebagai ustadz. Dari sini bisa diketahui bahwa beliau fokus menjadi guru ngaji yang mengajarkan orang bisa membaca al-Qur’an secara benar.
            Tidak berlebihan jika, dalam Surah Al-Baqarah [2] ayat 121, membaca al-Qur’an dengan sebenar-benarnya, adalah salah satu indikator keimanan seseorang. Lebih khusus, cara beirnteraksi dengan al-Qur’an yang benar adalah dengan metode tadabbur. Dalam Al-Qur`an sendiri kata ini disebut sebanyak empat kali. Sedangkan tafsir hanya satu kali.
            Dari sinilah bisa diketahui mengapa beliau memilih brand tadabbur sebagai ciri khas setiap dakwahnya. Tak tanggung-tanggung, untuk mendalami kata tadabbur ini beliau sampai menghabiskan waktu 17 tahun.
            Perlu diketahui, tadabbur yang dibawa beliau adalah sebuah metode yang disarikan dari al-Qur’an, di mana cara berinteraksi dengannya menuntut perenungan, pengertian, pemahaman, analisa mendalam bahkan sampai pada taraf aplikasi.
            Langkah tadabbur ini dianalogikan sebagai orang yang mencari mutiara ke dasar samudra. Dengan demikian dia harus menyelam, dan menyiapkan segala kebutuhan perjalanan hingga sukses mendapatkan mutiara.
            Kesan singkat yang diperoleh ketika berjumpa beliau dalam ruang ujian pasca sarjana UNIDA Gontor saat itu ialah berparas menarik, karismatik, cerdas, kaya narasi, mampu menggerakkan, visioner, selalu optimis dan penuh izzah.
            Beliau bernama Ustadz. Bachtiar Nasir, Sang Guru Ngaji. Lahir di Jakarta 26 Juni 1967. Santri jebolan Gontor yang pernah mengabdi di Darul Huffadzh Tuju-Tuju, Bone, Sulawesi Selatan (1990). Beliau juga tercatat sebagai alumni Madinah Islamic University di Arab Saudi (1994).
            Sejak tahun 2008, beliau mendirikan pusat dakwah Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center [yang membawahi unit seperti SOA (Spirit Of Aqsha), SafariQu, KKI, AQL Pustaka, AQL Peduli dll] sebuah lembaga yang menggawangi dakwah tadabburnya. Lembaga lain yang beliau asuh seperti Ar-Rahman Qur’anic College (AQC) dan AQL Islamic School (AQLIS). Semua ini menunjukkan begitu banyak cabang garapan dan perhatian dakwahnya.
            Dalam kancah nasional, beliau adalah Ketua Seluruh Alumni Madinah di Indonesia.  Beliau juga tercatat sebagai SEKJEN MIUMI (Majlis Intelektual Ulama Muda Indonesia). Tak hanya itu, ayah tiga anak ini merupakan pengurus pusat MUI (Majlis Ulama Indonesia) dan Muhammadiyah. Di samping itu juga menjadi Ketua Pusat Tadabbur Al-Qur`an Indonesia.
            Di dunia internasional beliau juga menjadi tokoh penting dalam Ikatan Dai Se-Asia Tenggara; menjadi anggota Pusat Tadabbur internasional; dan juga aktif memberikan bantuan-bantuan kemanusiaan diberbagai belahan negeri muslim yang kesusahan.
            Buah pena yang telah diterbitkan di antaranya: Tadabbur Al-Qur’an: Panduan Hidup Bersama Al-Qur’an; Anda Bertanya Kami Menjawab; Masuk Surga Sekeluarga dan Menyelami Mutiara Wahyu.
            Selain tadabbur, beliau juga dikenal sebagai tokoh yang secara konsisten merekatkan dan menyatukan umat. Organisasi bertaraf nasional seperti MIUMI menjadi bukti riil bahwa beliau sangat bekerja keras untuk mewujudkan persatuan umat Islam.
            Pada akhir tahun 2016, bertepatan dengan mencuatnya kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Cahaya Purnama (Ahok), gerakan beliau semakin teruji dengan menjabat sebagai Ketua GNPF-MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia) bersama Habib Rizieq Syihab, Ust. Zaitun Rasmin, Ust. Misbahul Anam dan lainnya.
            Keterlibatannya dalam aksi bela Islam pada 411 dan 212 atau bahkan jauh sebelumnya, semakin membuktikan bahwa brand tadabbur yang dibawanya selama ini bukan sekadar kajian teoritik akademik yang hanya berkutat pada wacana, tapi sudah memasuki babak aplikatif yang mengarah menuju peradaban Al-Qur’an.
            Akankah ciri khas tadabbur yang dibawanya mampu mengantarkannya menuju kesuksesan dalam gerakan membela Islam ini? Tak usah mencari-cari jawaban. Semua sudah diatur oleh Allah. Hanya saja, sebagai penutup, simak baik-baik narasi yang sering digaungkannya berikut, “Jangan berikan sisa untuk Islam! Jangan berhentih berjuang sebelum lelah.” Orang yang memberikan untuk Islam yang terbaik, dan berjuang secara maksimal apa Allah subhanahu wata’ala tega membuatnya gagal? Wallahu a’lam.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan