Home » , , , » Pucuk Hayya, Pucuk Hayyi

Pucuk Hayya, Pucuk Hayyi

Written By Amoe Hirata on Rabu, 08 Februari 2017 | 22.32


            Sewaktu aku masih kecil, sekitar kelas 3 MI (Madrasah Ibtidaiyah), ada dua kucing yang aku pelihara bersama adikku. Kucing itu bersaudara kandung. Yang satu berwarna putih berkelamin betina; sedangkan yang satunya berwarna hitam berkelamin jantan. Kucing jantan aku beri nama Pucuk Hayya, dan yang betina diberi bana Pucuk Hayyi.
            Seingatku, kucing itu ku pelihara sampai besar. Setiap kali minta makan, maka dengan mimik memelas dan terlihat sopan Pucuk Hayya dan Pucuk Hayyi seolah memintah makan. Nasi dicampur ikan asin menjadi menu andalan kedua kucing tersebut. Sering kami bercengkrama dengan keduanya. Tak jarang juga tidur bersama, bahkan menidurkan si kucing.
            Suka duka tentu ada selama bersama kucing. Sukanya, ada yang bisa diajak main dan bercanda. Dukanya, kalau menggondol ikan tanpa izin dan buang air sembarangan. Kalau sudah begitu, ibu biasanya agak marah dan menyuruhku membuang keduanya. Terlepas dari suka dukanya, yang jelas adanya Pucuk Hayya dan Pucuk Hayyi turut mewarnai perjalanan masa kecilku.
            Entah seperti apa pada akhirnya, kedua kucing itu tidak diketahui rimbanya. Yang satu mungkin sudah bunting, dan yang lain mungkin sudah kawin. Rupanya keduanya sudah memasuki musim kawin.
            Selain keduanya, ada banyak kucing yang silih berganti ku pelihara. Namun, ketika sudah besar mereka mencari jalannya sendiri. Pemeliharaan kucing ini mungkin tidak lepas dari kebiasaan bibiku yang tuna rungu. Dia sangat hobi memelihara kucing. Bahkan seringkali dia membantu hewan-hewan yang sedang terluka seperti anak ayam yang kaki sebelahnya dimakan tikus; anak burung yang jatuh dari sarang dan lain sebagainya.
            Bibiku ini betul-betul sangat sayang kepada kucing. Termasuk Pucuk Hayya dan Pucuk Hayyi seringkali diberi makan olehnya. Bahkan sampai sekarang pun (2017) dia masih memelihara ayam dan kucing. Di balik keterbatasannya, dia siap menampung hewan yang mengalami kesusahan dan penderitaan.
            Kisah Pucuk Hayyi dan Pucuk Hayya berikut bibiku yang gemar memelihara kucing, dengan maksud mengangkat kembali bagaimana Islam begitu mengajarkan kasih sayang hingga kepada binatang. Hewan pun menurut ajaran Islam memiliki hak untuk disayangi dan diberikan hak-haknya.
            Berkaitan dengan kucing, aku juga ingat sahabat Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Abdurrahman bin Sakhrin. Beliau lebih dikenal dengan gelarnya, yaitu: Abu Hurairah (Bapaknya Kucing). Menurut cerita yang populer, dia digelari demikian karena ada kucing kecil yang selalu ikut kemana pun dia pergi. Beliau begitu sayang padanya, memberi makan dan minum. Bisa jadi bukan hanya satu kucing yang dipelihara.
            Itu adalah salah satu contoh dari sahabat yang memberi teladan yang baik kepada generasi masa sekarang agar sayang binatang. Bagi siapa saja yang tidak sayang hewan, bahkan menyiksanya, ingat hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
“Ada seorang wanita yang di’adzab karena seekor kucing yang ia belenggu sampai ia mati, lalu tempat (wanita)itu dipenuhi dengan api. Ketika dalam belenggu itu, kucing itu tak diberinya makan dan minum, ia juga tak membiarkan kucing itu makan dari serangga bumi” (HR. Bukhari, Muslim).
            Ingat, ada loh seorang wanita yang masuk surga gara-gara menyiksa kucing. Sebaliknya, di riwayat lain, juga ada pelacur yang bisa masuk surga gara-gara memberi minum  anjing yang kehausan. Semua berlandaskan rasa kasing sayang. Percikan kasih dari Sang Rahman dan Rahim yang seharusnya diteladani oleh setiap hamba-Nya.
            Berbicara masalah kucing, aku juga jadi teringat mengenai kisah Buya Hamka dan Si Kuning (kucing kesayangan beliau). Dalam buku yang berjudul: Ayah; Kisah Buya Hamka yang ditulis anak kelima Buya Hamka (Irfan) halaman 215-227 diceritakan bahwa Hamka memelihara anak kucing berwarna kuning hingga dewasa. Si Kuning begitu disayanginya. Diberi makan layak, diberi minum susu dan lain sebagainya.
            Uniknya, Si Kuning seolah tahu budi. Salah satu kebiasaan baiknya adalah selalu mengikuti Buya Hamka pergi ke masjid. Si Kuning selalu berada di depan Buya ketika berangkat ke Masjid Al-Azhar. Sesampainya di masjid biasanya Si Kuning berhenti menunggu sampai keluar kembali.
            Usiau kucing itu ditaksir Irfan mencapai 25 tahun. Sepeninggal Hamka, Si Kuning tidak diketahui rimbanya. Cuma pada suatu saat kembali dengan kondisi kurus, kemudian diberi makan layak. Ketika mendengar adzan, ia langsung bergerak ke arah menuju masjid, kemudian setelah itu tak tahu kemana. Saat di dalam masjid bakda Shalat Jum’at ada murid Buya  yang membisiki Irfan, bahwa ia telah melihat Si Kuning berziarah di makam Buya Hamka.
            Ma syaallah, hewan pun begitu tahu budi, sayang dan kangen kepada sosok yang menyayanginya. Kepergian Buya seolah membuatnya sedih, dan membuatnya menyusul kewafatannya. Lalu bagaimana dengan aku, kamu, Anda, kita, kami, kalian? Masihkah terpancar rasa kasih sayang pada binatang walau hanya sedikit? Atau justru hobi menyiksa binatang? Na’udzibillah min dzalik.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan