SETIAP kajian tadabbur Kamis pagi di AQL Islamic Center Tebet, ada sosok
inspiratif yang selalu datang menjajakan dagangan kerupuknya. Aku tidak tahu
persis nama, asal, keluarga, dan kediamannya, karena yang penting adalah
pelajaran yang bisa diambil darinya. Hanya ciri fisik yang bisa diketahui;
seorang yang tidak bisa melihat, membawa tongkat, dan payung yang di bawahnya
diletakkan kerupuk-kerupuk yang siap dijual.
Setiap kali berdagang
selalu laris. Entah apa sebabnya. Di antara yang membuat salut ialah dengan
kondisinya seperti itu, dia mau tetap bekerja. Berdiri di atas kaki sendiri,
tidak meminta-minta ke orang lain. Ia tetap berusahan sebisanya dengan dagangan
ala kadarnya.
Tak bisa dibayangkan, berapa kira-kira kadar tawakkalnya kepada
Allah subhanahu wata’ala. Burung saja yang pergi pagi-pagi dengan perut
kosong diberi rezeki, dan pulang setelah tengah hari dengan perut penuh, apa
lagi manusia –yang ditengah keterbatasannya- tetap berusaha.
Melihatnya, jadi malu
sendiri. Terkadang banyak orang yang diberi karunia fisik lengkap dan berfungsi
dengan baik tapi lebih suka santai, leha-leha, bermalas-malasan dengan kegiatan
yang tidak jelas. Lebih memilukan lagi yang sehat dan masi muda berprofesi
sebagai pengemis padahal masih bisa bekerja dengan pekerjaan yang lebih layak.
Keberadaan orang penjual krupuk buta di AQLIC ini seolah menjadi cambukan
sekaligus kritikan kepada jama’ah: sudahkah memanfaatkan kesehatan secara
maksimal, tidak bermalas-malasan serta peduli sosial.
Sisi lain yang tak kalah
inspiratif dari penjual kerupuk ini ialah ia sangat menjaga ibadah. Setiap kali
adzan Dzhuhur dikumandangkan, ia segera bergegas whudu dan dibimbing salah
seorang jama’ah muda AQLIC untuk menunaikan shalat dzuhur. Dalam kondisi seperti
ini pun beliau masih menjaga ibadahnya. Tiba-tiba aku jadi teringat Ibnu Ummi
Maktum yang tetap disuruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi
ke masjid walau dalam kondisi buta. “Selama kamu mendengar adzan, maka pergilah
ke masjid!” kata beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Fenomena ini seyogyanya
mampu membuka mata dan hati jama’ah. Selagi sehat, jangan pernah hidup
dihabiskan untuk istirahat; selagi kuat, jangan digunakan untuk maksiat;
semasih mampu bekerja, jangan menjadi orang yang suka meminta-minta; saat masih
sempat, pergunakan waktu dengan baik untuk menjadi peribadi yang taat; selagi
lenggang, gunakan untuk berjuang.
Jika setiap yang sehat mampu membaca ayat kauniah
ini dengan baik, mungkin kasus pengangguran cepat terentaskan; sangat sedikit
yang akan menyia-nyiakan waktu sehat dan sempatnya; semangat bekerja; rajin
beribadah; dan tentunya tidak akan putus asa dalam menjalani setiap kesulitan.
Masalahnya, dengan melihat sosok inspiratif ini, mampukah kita membuka mata dan
hati untuk mengambil pelajaran. Hanya ulil albab (punya mata hati untuk
berpikir dan berdzikir) yang mampu melakukannya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !