Home » » Kualitas Alit, Standar Melangit

Kualitas Alit, Standar Melangit

Written By Amoe Hirata on Rabu, 04 Juni 2014 | 19.28

            Dzakiruka Kaila Ahzana –bukan nama sebenarnya- mengurung diri di kamar. Segenap keluarganya merasa resah dan khawatir dengan sikap dirinya yang aneh. Tadi pagi ia terlihat riang gembira, seolah sedang mendapat hadiah dari langit, lha sekarang sikapnya berbalik delapan puluh derajat. 
              Kekhawatiran keluarga ternyata bukan hanya sampai di situ. Kaila, anak sulung mereka yang sekarang sedang mengurung diri di kamar, belum juga menikah. Usianya sudah hampir tiga puluh lebih, tapi belum dikarunia seorang suami. Permasalahannya samasekali bukan karena tidak ada yang melamarnya, permasalahan utamanya ialah karena ia mempunyai standar yang tinggi berkaitan dengan calon suami. 

Di antara standar yang ia buat ialah: calon suaminya harus sarjanah, ganteng, shalih, pintar dan jangan miskin. Sudah banyak laki-laki yang mau melamarnya, cuma karena salah satu dari standarnya kurang lengkap, akhirnya ia pun menolaknya. Di sisi lain ia tidak pernah sadar diri, satu-satunya kelebihan yang ia miliki ialah mempunyai paras wajah yang cantik –tapi ga pake amat J-, adapun kepintaran, keshalihan, dan sisi yang lainnya bisa dikatakan sangat bersahaja. Ia juga tahu kalau menolak orang shalih yang melamar akan berdampak negatif pada kehidupannya, tapi ya begitu, watak kerasnya membuat dia bersikukuh dengan standarnya yang tinggi.
            Tadi pagi dia gembira karena mendapat kabar baik, bahwa akan ada yang mau melamarnya, namanya Salman Rusydi. Salman Rusydi sebenarnya adalah salah satu dosen kebanggaannya yang belum menikah. Orangnya ganteng, kaya, shalih, dan tentu saja pintar. Tapi tiba-tiba ketika menjelang Ashar, ia mendapat berita dari temannya yang bernama Shun Lie Dini, bahwa Bpk. Salman Rusydi tak jadi melamarnya dengan alasan keluarga yang tak menyetujuinya. Karuan saja sewaktu ia mendapat informasi itu langsung mengurung diri di kamar. Betapa tidak sedih, harapan yang selama ini ia tanamkan dalam hati, menjadi lenyap seketika. 
             Ia mulai bingung tak bisa menguasai diri. Hatinya bercampur rasa sedih, menyesal, dan meratapi nasib yang seolah tak berpihak padanya. Untung saja ia memiliki ibu yang penyayang dan shalihah, yang setiap kali ada masalah, dialah yang menjadi pelipur lara hatinya. Bagi Kaila, ibunya adalah penawar dahaga kesedihan. Setelah beberapa lama mengurung diri di kamar, akhirnya ia tak kuat juga menyimpan kesedihannya sendiri, ia keluar kamar lalu menemui ibunya dan menceritakan segenap isi hatinya. 
              Pada malam itulah ia mendapat nasihat yang berharga dari ibu tercintanya. Ndok, kita ini sebagai manusia tidak ada yang sempurna. Berilah ibu kesempatan kali ini saja untuk memberi nasihat kepadamu. Kalau selama ini aku selalu berusaha membuatmu terhibur ketika ada masalah, mungkin kini saatnya –walau pahit- kamu perlu mendengar nasihat ibu. Ingat ndok umurmu sudah 33 tahun, kamu sudah sarjana, kalau boleh ibu sarankan tolong jangan mengikuti egomu. Ibu tahu setiap orang mempunyai mimpi, dan memiliki harapan terbaik untuk hidupnya. Tapi ndok, menurut pengalaman ibu, yang namanya nikah itu tidak sesederhana yang kamu pikirkan. Menikah itu bukan mencari pasangan yang sempurna, tapi mencari pasangan yang tepat dengan kepribadianmu, sehingga saling melengkapi, dan saling membantu."
               "Belum tentu yang sempurna akan cocok dengan kamu, demikian juga yang tak sempurna bisa jadi cocok dengan kamu. Kamu tahu kehidupan artis? Mereka kurang apa coba, wajah ganteng dan cantik, kaya raya, segala fasilitas terpenuhi, namun mengapa kebanyakan bahtera rumah tangga mereka kandas di tengah jalan."
               "Pelajaran penting bagi kamu ialah bahwa menikah itu bukan terutama masalah materi dan fisik, meski keduanya juga perlu, kamu menikah bukan hanya untuk dirimu saja, kamu menikah itu mencari imam terbaik untuk calon-calon anakmu, kamu juga `kan harus menyatukan antara keluargamu dan dengan keluarga calon suamimu. Sebenarnya selama ini sudah banyak `kan yang melamarmu, dan ibu perhatikan rata-rata orangnya baik-baik, kecuali satu saja seingat ibu yaitu yang bernama Norman. Kamu ingat `kan hadits Nabi yang intinya mengatakan bahwa kalau ada anak shalih yang mau melamar anakmu maka nikahkanlah dia dengan anakmu, sebab kalau tidak maka nanti takut akan terjadi fitnah padanya”.
            “Ibu pernah mendengar dari pengajian, ada seorang sahabat dari kalangan Anshar yang menawarkan anak putri yang ditinggal mati suaminya, kemudian Rasulullah malah menawarkannya pada sahabat Julaibib. Julaibib adalah sahabat yang miskin dan tak berparas tampan, tapi keshalihannya tak diragukan. Akhirnya sahabat dari kalangan Anshar itu meminta izin untuk berembuk dahulu dengan istrinya." 
                 "Sesampainya di rumah ketika berembuk, istrinya menolak secara tegas, karena banyak yang telah melamar dan lebih baik dari Julaibib yang tak tampan dan miskin. Obrolan mereka lamat-lamat terdengar oleh anaknya. Putrinya pun bertanya: “siapakah yang akan melamarku yang ditawarkan Rasulullah?”.  “Julaibib Putriku”.  “Kalau itu tawaran Rasulullah, maka aku akan menerimanya dengan ikhlas. Apakah layak anda menolak perintah Nabi?” akhirnya keduanya pun setuju dan dinikahkan oleh Nabi. Selang beberapa hari setelah pernikahan, ada perintah untuk berjihad. Julaibib ikut serta berjihad dan akhirnya syahid di jalan Allah. Putriku, apa kamu tak mau meneladani perempuan itu? Mana yang kamu banggakan: mendapat suami tampan, kaya, pintar tapi malah menggelincirkanmu dari jalan Allah? Atau mendapat suami yang meskipun ga seberapa ganteng, ga seberapa kaya tapi sangat shalih dan bisa membimbingmu dan keluargamu menuju keridhaan-Nya? Kalau ternyata Allah menganugerahkan yang lebih baik maka itu adalah bonus dari Allah untukmu." 
                "Ingat! Prinsip nikah bukan untuk mencari pasangan yang sempurna dan ideal, tapi mencari pasangan yang tepat dan pas dengan kepribadianmu. Bila kamu terpaku pada ketampanan fisik, maka akan dia akan memudar seiring dengan berjalannya waktu. Ketampanan sejati ialah ketampanan hati dan laku, darinya akan terpancar cahaya ketenangan yang menyejukkan hatimu” demikian nasihat ibu kepada Kaila. Sejak saat itu Kaila berbenah diri dan berusaha tidak menampik orang yang melamarnya, tak dinyana akhirnya dia dianugerahi Allah dengan pasangan yang jauh lebih baik dari yang diinginkannya. Ia sujud syukur dan melantunkan ayat: “fabi ayyi alaai robbikuma tukadzdzibaan(dan dari karunia Allah yang mana lagi kamu mendustakan)”. Masih ada waktu untuk berubah, bagi siapa saja yang mau berubah. Perubahan itu bukan untuk ditunggu dan diratapi, tapi diupayakan dengan kesadaran dan pengorbanan."
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan