Pada titik tertentu dalam ruang
batin dan waktu yang ditempati dan dijalani oleh manusia, ada satu hal yang
keberadaannya selalu diperebutkan oleh nafsu syahwat, hati, dan akal manusia
yaitu, “KEINGINAN”. Keinginan bak jembatan yang menjembatani antara mimpi dan
kenyataan; antara idealisme dan realisme. Masalahnya kemudian ialah output
keinginan lebih sering- kalau tidak boleh dikatakan selalu- ditunggangi oleh
yang namanya nafsu/syahwat, hati dan akal. Jadi ketiga hal tersebut merupakan
faktor determinan yang mempengaruhi orientasi keinginan.
Bila yang menunggangi keinginan
ialah nafsu/syahwat maka orientasi gerak dan lajurnya kearah pemuasan-pemuasan
keinginan yang sifatnya artifisial dan sesaat. Nafsu/syahwat acapkali
menggiring keinginan pada hal yang materialistik dan hedonis. Sehingga pemuasan-pemuasan sesaat yang
dicapai hanya akan merapuhkan semangat jiwa.
Bila yang menunggangi keinginan ialah akal
pikiran maka orientasi gerak dan alur perjalanannya mengarah pada
keinginan-keinginan yang masuk akal. Akal pikiran mengarahkan kepada hal-hal
yang sifatnya logis, terukur dan dibangun berdasar realisme yang tinggi. Namun
porsi realisme yang sangat tinggi ini kalau tidak diimbangi dengan idealisme
dan mimpi besar, pada akhirnya akan meloyokan keinginan.
Bila
yang menunggangi keinginan ialah hati yang jernih maka orientasi dinamis dan
jalur-jalur yang akan dilewatinya akan mengarah pada keinginan yang ideal dan
realistis. Hati yang jernih ibaratnya sebagai raja yang bijaksana bagi kerajaan
tubuh manusia. Sebagai raja, hati yang sehat dan jernih ini tidak pernah
melupakan unsur nafsu dan akal. Semua dilibatkan dan diusahakan ikut
berpartisipasi dan bersinegi menghasilkan karya-karya besar yang sudah dihitung
sedemikian rupa aspek mashlahat dan mudhorotnya.
Suatu
ketika Abu Dzar al-Ghifari menghadap Rasulullah seraya berkata, “Wahai
Rasulullah, jadikanlah aku gubernur!” maka dengan santun dan ramah Rasulullah
menjawab: “Wahai Abu Dzar, engkau lemah dalam masalah ini”. Rasulullah
mengarahkan keinginan Abu Dzar al-Ghifari yang dibangun berdasar keinginan
nafsu ini kepada keinginan yang berdasar pada akal dan hati. Sebab realita
mengatakan bahwa Abu Dzar tidak memiliki kecakapan dalam hal memimpin bila
keinginan itu tetap diluluskan maka keinginannya hanya akan mengantarkan pada
kegagalan-kegagalan dan kesenangan sesaat.
Ketika
Amru bin Ash ingin membuka kota Mesir,
Umar bin Khathab tidak setuju dengan keinginannya. Umar mau membuat konsolidasi
internal terlebih dahulu dan yang lebih penting ialah menghindarkan nyawa kaum
muslimin dari kehancuran. Umar bin Khatab sangat realistis dalam masalah ini.
Namun dengan pendekatan yang persuasif dan disertai pikiran logis, realistis
dan idealis pada akhirnya Amru bin Ash bisa meyakinkan Umar, bahkan Umar
mengirim bala tentara bantuan untuk membantu tentaranya dalam membuka Mesir.
Dan al-hamdlillah Amru bin Ash bisa merealisasikan keinginannya.
Saifudin
Quthus seorang panglima dari dinasti mamalik mempunya keinginan besar
untuk membendung dan meluluhlantakkan serangan tentara tartar/mongol ke Mesir.
Dia mempunyai mimpi dan keinginan besar. Tapi ia tak berhenti pada aspek mimpi,
dia secara realistis membuat perhitungan matang dan selalu bekerjakeras dan
turun kebawah mengkonsolidasikan rakyat dan memberikan sugesti psokologis untuk
membangkitkan semangat mereka. Ia didukung penuh oleh Ulama sekaliber Izz bin
Abdussalam. Pada akhirnya, keinginan yang disertai mimpi besar, realisme dan
idealisme yang tinggi mengantarkan Saifudin Quthus kepada kemenangan gemilang.
Peristiwa yang monumental ini diabadikan sejarah di daerah dekat palestina yang
bernama Ainun Jalut.
Setiap
kita mempunyai keinginan yang ingin dicapai. Tapi kemudian yang menjadi
persoalan mendasar ialah jembatan keinginan yang kita bangun itu hanya berdasar
dan bertopang pada sekedar nafsu syahwat yang bisa merapuhkan kualitas jembatan,
apa berdasar pada akal saja atau hati saja? Sejarah kehidupan manusia dengan
sangat cantik dan anggun menegaskan pada kita bahwa hanya keinginan yang
dibangun berdasar nafsu, akal dan hati yang jernih yang akan tetap kokoh dan survive
terhadap setiap benturan apapun. Kolaborasi antara ketiganya yang dihitung
secara matang, realistis dan tidak menghilangkan unsur ideal selalu akan bisa
mengantar manusia pada keinginan yang sebelumnya belumlah menjadi nyata untuk
kemudian menjadi nyata. Jadi keinginan merupakan jembatan antara mimpi dan
kesuksesan. Lalu bagaiamana anda akan membangun jembatan keinginan anda?
Sumengko, Kamis
07 Maret 2013.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !