"اتَّقُوا اللهَ فِيْنَا وَفِيْ أَنْفُسِكُمْ...أَنَّنَا نُحِبُّ
أَهْلَ الْبَيْتِ...خُطَطُكُمْ لِتَحْوِيْلِ أَهْلِ السُّنَّةِ إِلَى شِيْعَة فِي مِصْرَ
لَنْ تُفْلِحَ أَبَدًا".
“Bertakwalah pada Allah baik pada diri kita maupun kalian.
Kita sama-sama mencitai Ahlul Bait. (Namun)Usaha kalian dalam menyebarkan
ideologi Syi`ah di Mesir, tidak akan berhasil selamanya.”
Begitulah petikan dari Syaikh Ali Jum`ah ketika
masih menjadi Mufti Mesir, yang penulis dapat dari situs resmi Dār Al
Iftā` Mesir (http://www.dar-alifta.org/Viewstatement.aspx?ID=616&text=%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%B9%D8%A9
). Beliau mengingatkan, ‘penyebaran idielogi Syi`ah di wilayah Sunni hanya akan
membuat stabilitas keamanan masyarakat terganggu.
Statemen ini beliau katakan dalam Aula Muhammad
Abduh, ketika sedang menyampaikan kuliah yang diselenggarakan Majma` Buhuts Al
Islami di Al-Azhar sebagai peringatan atas bahaya pemikiran Syi`ah(9 Oktober
2012).
Ada lima poin penting yang
beliau paparkan mengenai perbedaan mendasar Syi`ah dengan Sunni. Pertama,
akidah al-badā`(idiologi Syi`ah yang menyatakan bahwa Allah telah
menetapkan sesuatu kemudian mengubah pendapatnya dan menarik kembali
keputusannya. Pendapat ini sangat ditentang Ahlu Sunnah).
Kedua, tahrīf(penyimpangan) Al Qur`an. Syi`ah meyakini,
dalam Al Qur`an yang diyakini oleh Ahlus Sunnah ada tahīf-nya. Ada ulama Syi`ah yang bernama Syaikh
An-Nuri sampai mengarang kitab yang berjudul: “Fashlu al-Khithāb fī Tahrīfi Kitābi Rabbi al-Arbāb(Penjelasan tentang penyimpangan dalam Kitab Al
Qur`an)”. Pandangan ini sangat ditolak oleh Sunni.
Ketiga,
perbedaan terkait mengenai keadilan sahabat serta celaan mereka terhadap
sahabat-sahabat yang mulia. Banyak sekali bukti tertulis dalam kitab-kitab
mereka yang mencela para sahabat. Ada sekitar 110 jilid kitab rujukan inti Syi`ah
yang lima di antaranya mencela para sahabat nabi, yang kemudian berusaha
dilenyapkan agar mereka tidak mendapat pertentangan dari yang lain. Keempat,
perbedaan terkait masalah taqiyah. Menurut beliau, Syi`ah tidak
segan-segan melakukan kebohongan demi membela pendapatnya. Sedangkan Ahlus
Sunnah mengecam keras hal itu.
Kelima, Ahlus Sunnah
tidak mengakui kemaksuman seorang pun kecuali para nabi. Adapun Imam Ahlul Bait
mereka memang takwa dan berilmu, namun tidak sampai maksum dan bukan sebagai
sumber hukum. Demikianlah beberapa poin penting yang disampaikan beliau dalam
kuliahnya.
Sebenarnya
banyak sekali usaha yang menginginkan terjadinya rekonsiliasi antara paham
Ahlus Sunnah dan Syi`ah. Di antara ulama yang berusaha mewujudkannya: Syaikh.
Mahmud Syaltut, Syaikh, Manshur Rajab, Syaikh. Abdul Aziz Isa, Syaikh.
Al-Baquri, bahkan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dan masih banyak yang lainnya. Hanya
saja usaha ini menjadi sia-sia lantaran dilanggar sendiri oleh Syi`ah yang
jelas-jelas memiliki ideologi berbeda dengan Ahlus Sunnah.
Kalau
antara Syi`ah dan Sunni memang bisa benar-benar menyatu, maka tidak mungkin dalam
sejarah pahlawan sekaliber Nuruddin Mahmud Zanki, Asaduddin Syirkuh, Imam Al-Ghazali
dengan madrasah Nidhamiyahnya, Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang notabene
merupakan bagian dari Ahlus Sunnah –secara bertahap dan bijak- mengubah
ideologi Al-Azhar(atau Mesir) dari Syi`ah menjadi Sunni kembali(baca: Muhammad
Shallābi, Shalāhuddīn al-Ayyūbi wa juhūduhu fī al-Qaḍā `ala al-Daulah al-Fāṭimiyah wa Tahrīri Baiti al-Maqdis).
Sikap
ulama Mesir terhadap Syi`ah –baik tempo dulu maupun sekarang- semestinya bisa
menjadi pelajaran berharga bagi Bangsa Indonesia untuk mewaspadai ideologi
Syi`ah. Bagaimana mungkin minyak dan air bisa menyatu? Kalau ideologi ini
dibiarkan berkembang, maka sangat mungkin terjadi apa yang dipaparkan oleh
Syaikh Ali Jum`ah bahwa penyebaran Syi`ah dalam komunitas Sunni hanya akan
merusak stabilitas keamanan. Semoga kita bisa terhindar dari fitnah besar ini. Wallāhu a`lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !