Home » » TOLE-RA-ISI

TOLE-RA-ISI

Written By Amoe Hirata on Minggu, 19 Juli 2015 | 08.50

            Marah sekali Markoden mendengar kasus baru-baru ini terkait pembakaran masjid di Papua oleh orang-orang Kristiani yang tak bertanggung jawab. Rasanya toleransi antar-umat beragama sudah ‘diperkosa’. Ingin rasanya ia utus warga Jumeneng untuk jihād qitāl ke sana agar marwah umat Islam tidak dicabik-cabik oleh pihak tertentu. Tentu saja kemarahan Markoden ini hanya masih dalam pikiran dan hati, belum direalisasikan. Kalau saja ia tidak ingat pesan Sarikhuluk agar hati-hati dalam menerima berita dan bersikap, maka sudah dari kemarin-kemarin ia izin untuk pergi ke Papua.
            Satu hari setelah Hari Raya Idul Fitri, Markoden pun bersilaturrahim ke rumah Sarikhuluk. Ia menceritakan segenap unek-uneknya yang sedemikian penuh sesak di hati dan pikirannya. Seperti biasa, dengan sangat tenang dan bijak, Sarikhuluk mewanti-wanti, “Jangan sampai, yang tumbuh dan tumbuh-terbit dari pikiranmu adalah tindakan reaktif balas dendam. Setan sangat suka sekali mengompori manusia di saat-saat genting. Orang ngomong itu dielmoni(berdasar ilmu). Jangan hanya sekadar semangat membela, nanti yang timbul malah fitnah-fitnah baru yang membuat agama semakin ternoda.”
            “Ada baiknya, kita nderes(mempelajari) dulu makna toleransi beragama. Kalau kamu bicara ngalor ngidul mengenai penodaan toleransi, sedangkan kamu sendiri tak mengerti toleransi `kan bisa konyol. Dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) toleransi berarti sikap toleran. Toleran sendiri diartikan: Bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng pendirian sendiri. Dalam bahasa Arab, ada istilah al-samhah, al-samāhah, atau al-tasāmuh. Kata kuncinya menghargai dan menghormati pendirian yang berbeda dengan pendapat diri sendiri.”
            “Syogyanya kita perlu belajar toleransi pada Nabi Muhammad. Bukan hanya orang Islam lo yang mengakui, tapi ilmuan-ilmuan kulon(Barat) juga. Sebagai contoh, Laura Veccia Vaglieri seorang peneliti dari Italia pernah berujar: “Muhammad sangat toleran, khususnya pada para pemeluk agama lain” . Sementara itu, Maxime Rodinson (Sejarawan Prancis) berkata: “Muhammad adalah seorang hakim yang toleran” . Sedangkan Marxel (Peneliti dari Prancis) berkomentar: “Toleransi bagi Muhammad merupakan kewajiban agama dan perintah syari`at” . Adapun filosof  Jerman, Johan Wolfgang von Goethe menandaskan: “Muhammad adalah orang yang memiliki toleransi sangat tinggi”.”
“Tak hanya itu, seorang pendeta dari Jerman yang bernama Maisson mengkomparasikan antara toleransi Islam dan Kristen : Sesungguhnya Islam yang memerintahkan jihad, (begitu) toleran terhadap pemeluk agama lain. Islamlah yang melepaskan para pendeta, rahib dan pelayan mereka dari pajak. Islam juga mengharamkan membunuh para rahib –secara khusus- karena mereka menjalankan ibadah. Umar bin Khatab ketika membebaskan al-Quds juga tidak menyakiti sedikitpun penduduknya.....lain halnya dengan pasukan salib, ketika masuk mereka membunuh orang-orang Muslim dan membakar orang-orang Yahudi.”
“Rasulullah itu Mar, sangat jelas dalam menunjukkan garis-garis dalam bertoleransi. Toleransi beliau bukan dalam sekup teologis atau syari`at agama tapi dalam tataran sosoilogis dan antropologis. Coba kamu baca baik-baik dalam sejarah Kanjeng Nabi, apa pernah beliau memaksa orang lain untuk beragama? `Kan tidak. Tapi dalam hal-hal sosial kemanusiaan beliau tetap mampu menunjukkan sinergi positif. Bahkan dengan sikap beliau yang sangat baik, mereka masuk Islam tanpa ada paksaan. Isu agama memang dalam sepanjang sejarah sangat sensitif. Maka kamu perlu hati-hati dalam memotret peristiwa dengan paradigma toleransi.”
“Kasus yang terjadi di Papua harus benar-benar dikaji secara serius oleh pihak-pihak yang mempunyai kapasitas dan kompetensi di dalamnya. Kalau kamu hanya bermodal semangat, kemudian jihad, lha nanti Islam akan tambah buruk di mata umat. Kekerasan tak selamanya dihadapi dengan kekerasan. Sangat besar kemungkinan ada pihak-pihak berkepentingan di balik layar. Kalai kamu melihat Indonesia sekarang dengan penuh lantip-waskit dan keakuratan, maka sebenarnya banyak lapis-lapis dimensi yang harus diurai. Bisa politik, bisa sosial, agama dan lain sebagainya. Oleh (boleh) kamu benci, tapi harus berdasarkan fakta dan hanya benci pada perilakunya. Aku sendiri -sebenarnya kalau mengikuti keinginan-, sudah muak dan bosan dengan nilai-nilai toleransi. Lha  gimana coba, ketika yang melakukan kekerasan adalah oknum Islam –meski kecil- maka akan dibesar-besarkan, bahwa itu tindakan terorisme dan seterusnya. Lha kalau orang non-Islam, pasti pemberitaannya tidak terlalu wow dan dianggap biasa.”

“Ingat Mar, jangan terpancing dengan profokasi tentang toleransi. Kamu selidiki, kamu dasari dengan ilmu setiap kosa kata yang kamu lihat, dengar, rasa dari apa pun dan siapa saja utamanya di Indonesia. Kita berhak membela siapa pun yang dianiaya, tapi kita juga tak boleh menafikan ilmu dan fakta. Mari bekerja dalam kapasitas yang kita bisa. Bisa berupa menyampaikan aspirasi ke pihak-pihak yang berwenang, atau lewat media tulis misalnya. Sekarang mulai konangan (ketahuan) Mar, siapa sebenarnya yang toleran dan anti-toleran di Indonesia. Kalau benar peristiwa pembakaran masjid di Papua itu atas nama kebencian agama atau anti-toleransi. Maka, toleransi yang digemborkan selama ini hanya toleransi ompong. Itu sih namanya bukan ‘TOLERANSI’, tapi ‘TOLE-RA-ISI’(Anak Yang Tak Punya Isi).” Jawab Sarikhuluk. “Lho maksudnya piye Cak?” tanyanya penasaran. “Lha, tindakan kayak gitu `kan tindakan anak-anak yang tidak berisi akal dan ilmu. Bertindak hanya sesuai mood dan hawa nafsu. Seng penting enjoy. Ga berfikir jauh ke depan dan ke belakang.” “Oh, iya juga ya Cak!” tepekur sambil garuk-garuk kepala.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan