Marah
sekali Markoden mendengar kasus baru-baru ini terkait pembakaran masjid di
Papua oleh orang-orang Kristiani yang tak bertanggung jawab. Rasanya toleransi
antar-umat beragama sudah ‘diperkosa’. Ingin rasanya ia utus warga Jumeneng
untuk jihād qitāl ke sana agar
marwah umat Islam tidak dicabik-cabik oleh pihak tertentu. Tentu saja kemarahan
Markoden ini hanya masih dalam pikiran dan hati, belum direalisasikan. Kalau
saja ia tidak ingat pesan Sarikhuluk agar hati-hati dalam menerima berita dan bersikap,
maka sudah dari kemarin-kemarin ia izin untuk pergi ke Papua.
Satu hari setelah Hari Raya Idul
Fitri, Markoden pun bersilaturrahim ke rumah Sarikhuluk. Ia menceritakan
segenap unek-uneknya yang sedemikian penuh sesak di hati dan pikirannya. Seperti
biasa, dengan sangat tenang dan bijak, Sarikhuluk mewanti-wanti, “Jangan
sampai, yang tumbuh dan tumbuh-terbit dari pikiranmu adalah tindakan reaktif
balas dendam. Setan sangat suka sekali mengompori manusia di saat-saat genting.
Orang ngomong itu dielmoni(berdasar ilmu). Jangan hanya sekadar semangat
membela, nanti yang timbul malah fitnah-fitnah baru yang membuat agama semakin
ternoda.”
“Ada baiknya, kita nderes(mempelajari)
dulu makna toleransi beragama. Kalau kamu bicara ngalor ngidul mengenai
penodaan toleransi, sedangkan kamu sendiri tak mengerti toleransi `kan bisa konyol. Dalam KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) toleransi berarti sikap
toleran. Toleran sendiri diartikan: Bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yg berbeda atau bertentangan dng
pendirian sendiri. Dalam bahasa Arab, ada istilah al-samhah, al-samāhah, atau al-tasāmuh. Kata kuncinya menghargai dan
menghormati pendirian yang berbeda dengan pendapat diri sendiri.”
“Syogyanya
kita perlu belajar toleransi pada Nabi Muhammad. Bukan hanya orang Islam lo
yang mengakui, tapi ilmuan-ilmuan kulon(Barat) juga. Sebagai contoh, Laura
Veccia Vaglieri seorang peneliti dari Italia pernah berujar: “Muhammad sangat
toleran, khususnya pada para pemeluk agama lain” . Sementara itu, Maxime
Rodinson (Sejarawan Prancis) berkata: “Muhammad adalah seorang hakim yang
toleran” . Sedangkan Marxel (Peneliti dari Prancis) berkomentar: “Toleransi
bagi Muhammad merupakan kewajiban agama dan perintah syari`at” . Adapun
filosof Jerman, Johan Wolfgang von
Goethe menandaskan: “Muhammad adalah orang yang memiliki toleransi sangat
tinggi”.”
“Tak hanya itu, seorang pendeta dari Jerman yang bernama Maisson
mengkomparasikan antara toleransi Islam dan Kristen : Sesungguhnya Islam yang
memerintahkan jihad, (begitu) toleran terhadap pemeluk agama lain. Islamlah
yang melepaskan para pendeta, rahib dan pelayan mereka dari pajak. Islam juga
mengharamkan membunuh para rahib –secara khusus- karena mereka menjalankan
ibadah. Umar bin Khatab ketika membebaskan al-Quds juga tidak menyakiti
sedikitpun penduduknya.....lain halnya dengan pasukan salib, ketika masuk
mereka membunuh orang-orang Muslim dan membakar orang-orang Yahudi.”
“Rasulullah itu Mar, sangat jelas dalam menunjukkan garis-garis dalam
bertoleransi. Toleransi beliau bukan dalam sekup teologis atau syari`at agama
tapi dalam tataran sosoilogis dan antropologis. Coba kamu baca baik-baik dalam
sejarah Kanjeng Nabi, apa pernah beliau memaksa orang lain untuk beragama? `Kan
tidak. Tapi dalam hal-hal sosial kemanusiaan beliau tetap mampu menunjukkan
sinergi positif. Bahkan dengan sikap beliau yang sangat baik, mereka masuk
Islam tanpa ada paksaan. Isu agama memang dalam sepanjang sejarah sangat sensitif.
Maka kamu perlu hati-hati dalam memotret peristiwa dengan paradigma toleransi.”
“Kasus yang terjadi di Papua harus benar-benar dikaji secara serius oleh
pihak-pihak yang mempunyai kapasitas dan kompetensi di dalamnya. Kalau kamu
hanya bermodal semangat, kemudian jihad, lha nanti Islam akan tambah buruk
di mata umat. Kekerasan tak selamanya dihadapi dengan kekerasan. Sangat besar
kemungkinan ada pihak-pihak berkepentingan di balik layar. Kalai kamu melihat
Indonesia sekarang dengan penuh lantip-waskit dan keakuratan, maka
sebenarnya banyak lapis-lapis dimensi yang harus diurai. Bisa politik, bisa
sosial, agama dan lain sebagainya. Oleh (boleh) kamu benci, tapi harus
berdasarkan fakta dan hanya benci pada perilakunya. Aku sendiri -sebenarnya
kalau mengikuti keinginan-, sudah muak dan bosan dengan nilai-nilai toleransi. Lha
gimana coba, ketika yang melakukan
kekerasan adalah oknum Islam –meski kecil- maka akan dibesar-besarkan, bahwa
itu tindakan terorisme dan seterusnya. Lha kalau orang non-Islam, pasti
pemberitaannya tidak terlalu wow dan dianggap biasa.”
“Ingat Mar, jangan terpancing dengan profokasi tentang toleransi. Kamu
selidiki, kamu dasari dengan ilmu setiap kosa kata yang kamu lihat, dengar,
rasa dari apa pun dan siapa saja utamanya di Indonesia. Kita berhak membela
siapa pun yang dianiaya, tapi kita juga tak boleh menafikan ilmu dan fakta.
Mari bekerja dalam kapasitas yang kita bisa. Bisa berupa menyampaikan aspirasi
ke pihak-pihak yang berwenang, atau lewat media tulis misalnya. Sekarang mulai konangan
(ketahuan) Mar, siapa sebenarnya yang toleran dan anti-toleran di Indonesia.
Kalau benar peristiwa pembakaran masjid di Papua itu atas nama kebencian agama
atau anti-toleransi. Maka, toleransi yang digemborkan selama ini hanya toleransi
ompong. Itu sih namanya bukan ‘TOLERANSI’, tapi ‘TOLE-RA-ISI’(Anak Yang
Tak Punya Isi).” Jawab Sarikhuluk. “Lho maksudnya piye Cak?” tanyanya
penasaran. “Lha, tindakan kayak gitu `kan tindakan anak-anak yang tidak
berisi akal dan ilmu. Bertindak hanya sesuai mood dan hawa nafsu. Seng
penting enjoy. Ga berfikir jauh ke depan dan ke belakang.” “Oh, iya juga ya
Cak!” tepekur sambil garuk-garuk kepala.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !