Salah satu kata yang bisa menjelaskan tentang kegigihan dan ketegaran sahabat yang begitu luar biasa dalam memperjuangkan Islam ialah, “SURGA”. Kata “surga” yang bahasa al-Qur`annya adalah jannah menjadi magnet yang menarik hati sahabat melakukan perjuangan yang begitu besar. Tak jarang di banyak kesempatan, Rasulullah memotivasi para sahabatnya dengan kata “surga”. Bahkan secara tegas Rasulullah memberikan rekomendasi dan kesaksian langsung bahwa diantara mereka pasti masuk surga. Misal saja secara kolektif ada istilah al-Asyratu al-Mubassyaruuna bi al-Jannah (sepuluh orang yang diberi kabar gembiri masuk surga). Sepuluh orang itu ialah: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin `Auf, Sa`ad bin Abi Waqash, Sa`id bin Zaid dan Abu `Ubaidah bin al-Jarraah. Ada juga yang secar personal seperti: Bilal, Ukaasyah, `Umair bin al-Humaam dan lain sebagainya.
Begitu
dahsyatnya kekuatan kata “surga” hingga membuat orang seperti, Bilal, Ummu
Haaritsah, Sumayya, Yasir begitu sabar menghadapi penyiksaan dan kesusahan yang
ditimpakan oran-orang kafir. Kata “surga” menjadikan sahabat seperti Umair bin
al-Humaam, Umair bin Abi al-Waqash, Saad bin Khaitsamah, dan Haritsah bin
Suroqoh seolah memiliki semangat ganda dalam berjuang karena termotivasi. Kata
“surga” seakan menjadi surplus keimanan para sahabat hingga membuat
mereka tak gentar dalam berjuang. Bahkan
kata “surga” dapat membuat sahabat melakukan hal yang tak bisa dilukiskan
dengan kata-kata.
Apa
salah menginginkan surga? Keinginan demikian tentu sama sekali tak salah. Tapi
tetap saja yang dijadikan acuan utama dalam beramal adalah ridha Allah. Karena
mereka menginginkan ridha Allah, dan Allah menjanjikan surga maka di sini titik
temu antara keinginan mereka mendapatkan ridha Allah dan surga. Bias-bias
egoisme pribadi, ambisi-ambisi individu yang superfisial dan meterialistik
lebur pada keinginan mereka mendapat ridha Allah. Jadi antara keinginan
mendapat surga dengan idealismu untuk berjuang mendapat ridha Allah sama sekali
tak bertentangan, karena surga sejatinya sebagai balasan bagi mereka yang
berjuang dengan ikhlas menggapai ridha Allah.
Ketika
perang Badar sedang berkecamuk, Rasulullah bersabda: “bangkitlah kalian
menuju surga yang luasnya seperti langit dan bumi” Mendengar sabda
Rasulullah, Umair bin al-Humaam merasa kagum dan penuh keheranan: “benarkah
luasnya surga seperti langit dan bumi?” Rasul menjawab: “ya”. Umair
makin kagum penasaran sembari mengucap bakh bakh(ungkapan takjub seperti wow, aduhai). “Mengapa engkau
berkata begitu?” tanya Rasulullah. Umair langsung menjawab: aku berkata
begitu karena sangat berharap mendapatkannya” Rasul bersabda: “engkau
termasuk penghuninya”. Mendengar kata itu Umair langsung membuang kurma
yang ada di tangannya kemudian berkata: jika aku hidup sampai aku memakan
kurmaku ini maka itu merupakan kehidupan yang lama(sebagai gambaran akan
keinginan yang begitu kuat terhadap surga hingga waktu beberapa detik makan
kurma dianggap sangat lama). Tak lama setelah itu ia berjuang di medan laga
hingga wafat tercatat sebagai syahid.
Alangkah
indahnya bila kita mendapat jaminan
masuk surga sebagaimana Umair bin al-Humaam dan sahabat-sahabat lainnya.
Namun jaminan itu bukanlah diperoleh dengan harga yang murah. Mereka rela
sengsara, susah, nelongsho, sakit demi memperjuangkan kebenaran Islam.
Dalam bahasa Arab ada ungkapan: al-jazaa` min jinsi al-amal (balasan itu
seimbang dengan amal yang dilakukan) artinya semakin besar perjuangan dan
pengorbanan maka makin besar balasan yang akan diterima. Apalah artinya
kemewahan-kemewahan dunia dibanding dengan surga yang luasnya bak langit dan
bumi. Namun sekali lagi itu tak mudah. Semakin kita berkeinginan keras
mendapatkan surga, maka semakin kita dituntut berjuang dengan keras dan penuh
pengorbanan. Semakin besar pengorbanan yang dilakukan, semakin besar pula
peluang menuju surga. Bila sudah demikian, surgapun kan merindukan kita.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !