Malam
hari kota Heidelberg sedang dibanjiri hujan salju. Musim dingin nampaknya tak
kunjung usai. Kondisi demikian biasanya membikin kebanyakan orang males keluar
rumah. Mereka lebih suka menghangatkan diri didalam rumah sambil menikmati kopi
susu dan minuman hangat lainya. Tak jauh dari kondisi dingin salju itu, Dino
terlihat bersikap dingin dan cemberut seakan ada sesuatu masalah besar yang
sedang menimpanya. Sepulang kuliah, tidak seperti biasanya ia langsung pergi
menuju rumah sewaanya. Biasanya sepulang
kuliah ia mampir dulu ke perpustakaan kampus.
Ia
betul-betul terlihat bingung. Lagi-lagi ia dihadapkan dengan posisi sulit.
Belum lama lamaranya ditolak oleh orangtua Wangi Bunga Kasturi, karena ia
bersikukuh untuk bepegang teguh pada agamanya dan ingin segera menikahi
Kasturi. Ternyata tidak sampai disitu, tadi pagi salah satu dosen wanitanya
bernama Diana Lhorenza juga sedang memberikan pilihan sulit pada Dino. Dia
merupakan doktor utama penguji skripsinya. Diam-diam dosen itu menyukai Dino.
Dino diberi pilihan kalau mau lulus dia harus rela bercinta dengan dosennya.
Kalu tidak ia terancam tidak lulus.
Dino
masih termenung seorang diri. Ia disIbukkan oleh pilihan sulit. Antara lulus S1
tapi bercinta dengan dosen yang tidak ia cintai itu, atau ia memilih tidak
lulus tapi idealisme yang ia bangun selama ini akan gagal dengan sia-sia
belaka. Rasa pusing semakin membebaninya. Disaat seperti itu ia ingat Bapaknya
pernah berpesan:” Nak, railah segala sesuatu dengan cara yang jujur dan tidak mengorbankan
prinsip, bila engkau dihadapkan dengan pilihan sulit tetaplah berpegang pada
kejujuran dan memegang prinsip, jangan sampai hanya karena idealisme engkau
rela tidak jujur dan mengorbankan prinsip”.
Ingatan
itu seakan datang sebagai solusi. Ia datang pada saat yang tepat. Hatinya
sekarang sudah sangat tenang. Dia mantap akan memilih pilihan yang kedua yaitu
rela tidak lulus demi mempertahankan kejujuran dan prinsipnya. Ia rela tidak
lulus S1 jika harus mengorbankan prinsip nila yang telah ia pegang selama ini.
Memang
benar-benar terjadi. Sewaktu Dino menyampaikan pilihan kedua dosenya tiba-tiba
naik pitam dan mengancam tidak akan meluluskanya. Dengan sikap tabah dan tenang
Dino menimpali:” Lakukanlah apa saja yang anda inginkan, bagi saya kejujuran
dan prinsip itu lebih utama dari hanya sekedar kelulusan, saya heran di negara
yang bebas ini masih ada pemaksaan-pemaksaan kehendak”.
Melihat
Dino yang begitu kuat memegang prinsip itu Diana Lhorenza tidak berdaya. Karena
merasa kalah dan malu ia benar-benar akan tidak meluluskan Dino. Dalam hati
kecilnya diam-diam ternyata takjub dan iba melihat ketabahan dan kekuatan Dino
dalam memegang prinsip namun dia tetap bersikeras untuk tidak meluluskan Dino.
Pasca
kegagalan studi yg dialaminya ia memutuskan untuk keluar dari kampus dan
belajar secara otodidak sambil mengembangkan teori-teori yang diperolehnya
selama belajar dikampus. Tak hanya itu ia rajin manjalin komunikasi dengan
dokter-dokter ternama di kota itu hingga ia mendapat pengalaman yang luar
biasa.Ketika Dino sedang asyik membaca buku ia mendapatkan sms dari pamanya;
Ibnu Sina:” Dino bagaimana kabarmu? Kapan kamu balik ketanah air? Paman dan
keluarga sangat kangen sama kamu, Kamu bilang kuliah disana tinggal dua bulan
lagi, paman harap kalau sudah selesai kamu segera pulang karena perusahaan
sedang membutuhkanmu, ada berita yang mungkin cukup bagus bagi kamu, Puspita
sari denger-denger tidak jadi nikah dengan Aji yang lulusan Madinah, barang
kali ini adalah kesempatan bagimu untuk segera melamarnya kembali sebelum
dilamar orang, paman tahu kau masih mencintainya”.
Sms
itu membuat Dino agak sedikit kaget. Gadis cinta pertamanya sampai saat ini
ternyata masih belum menikah. Yang jelas dia akan mendapat peluang besar jika
dia segera pulang dan melamarnya. Tapi ia agak ragu karena dengan pulang tanpa
membawa ijazah seolah telah mengecewakan pihak keluarga dan merasa bohong
kepada Puspita karena ternyata studinya gagal. Lagi-lagi ia bingung seolah
berada dalam pertaruhan cinta. Kalau ia tidak pulang kesempatan akan lenyap.
Kalau pulang dengan tanpa membawa ijazah dia akan mengecewakan keluarga dan
merasa membohongi puspita.
Ia
belum bisa menjawab. Ia hanya menulis puisi:
Ketika benih-benih
cinta tumbuh indah memesona
Menghiasi taman-taman
jiwa yang bersemai sayang
Ku sambut bunga cinta
dengan aroma kasih
Yang ku tebar melalui
wangi janji setia
Tak kusangka
keindahan itu diterpa badai
Hingga bunga itu tak
dapat ku jamah dan kucium wanginya
Aku tak patah arang
meski patah hati
Ku terus pergi jauh
lalui rambu-rambu cinta
Hingga tanpa sadar
bunga cinta itu kembali tumbuh mekar
Kalbu merasa gunda
Apakah aku harus
memetik bunga cinta yang sama
Jiwa sedang
menghadapi dilema
Dalam pertaruhan
cinta
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !