Home » » Pertaruhan Cinta

Pertaruhan Cinta

Written By Amoe Hirata on Rabu, 08 Agustus 2012 | 17.13

Malam hari kota Heidelberg sedang dibanjiri hujan salju. Musim dingin nampaknya tak kunjung usai. Kondisi demikian biasanya membikin kebanyakan orang males keluar rumah. Mereka lebih suka menghangatkan diri didalam rumah sambil menikmati kopi susu dan minuman hangat lainya. Tak jauh dari kondisi dingin salju itu, Dino terlihat bersikap dingin dan cemberut seakan ada sesuatu masalah besar yang sedang menimpanya. Sepulang kuliah, tidak seperti biasanya ia langsung pergi menuju rumah sewaanya.  Biasanya sepulang kuliah ia mampir dulu ke perpustakaan kampus.
            Ia betul-betul terlihat bingung. Lagi-lagi ia dihadapkan dengan posisi sulit. Belum lama lamaranya ditolak oleh orangtua Wangi Bunga Kasturi, karena ia bersikukuh untuk bepegang teguh pada agamanya dan ingin segera menikahi Kasturi. Ternyata tidak sampai disitu, tadi pagi salah satu dosen wanitanya bernama Diana Lhorenza juga sedang memberikan pilihan sulit pada Dino. Dia merupakan doktor utama penguji skripsinya. Diam-diam dosen itu menyukai Dino. Dino diberi pilihan kalau mau lulus dia harus rela bercinta dengan dosennya. Kalu tidak ia terancam tidak lulus.
Dino masih termenung seorang diri. Ia disIbukkan oleh pilihan sulit. Antara lulus S1 tapi bercinta dengan dosen yang tidak ia cintai itu, atau ia memilih tidak lulus tapi idealisme yang ia bangun selama ini akan gagal dengan sia-sia belaka. Rasa pusing semakin membebaninya. Disaat seperti itu ia ingat Bapaknya pernah berpesan:” Nak, railah segala sesuatu dengan  cara yang jujur dan tidak mengorbankan prinsip, bila engkau dihadapkan dengan pilihan sulit tetaplah berpegang pada kejujuran dan memegang prinsip, jangan sampai hanya karena idealisme engkau rela tidak jujur dan mengorbankan prinsip”.
Ingatan itu seakan datang sebagai solusi. Ia datang pada saat yang tepat. Hatinya sekarang sudah sangat tenang. Dia mantap akan memilih pilihan yang kedua yaitu rela tidak lulus demi mempertahankan kejujuran dan prinsipnya. Ia rela tidak lulus S1 jika harus mengorbankan prinsip nila yang telah ia pegang selama ini.
Memang benar-benar terjadi. Sewaktu Dino menyampaikan pilihan kedua dosenya tiba-tiba naik pitam dan mengancam tidak akan meluluskanya. Dengan sikap tabah dan tenang Dino menimpali:” Lakukanlah apa saja yang anda inginkan, bagi saya kejujuran dan prinsip itu lebih utama dari hanya sekedar kelulusan, saya heran di negara yang bebas ini masih ada pemaksaan-pemaksaan kehendak”.
            Melihat Dino yang begitu kuat memegang prinsip itu Diana Lhorenza tidak berdaya. Karena merasa kalah dan malu ia benar-benar akan tidak meluluskan Dino. Dalam hati kecilnya diam-diam ternyata takjub dan iba melihat ketabahan dan kekuatan Dino dalam memegang prinsip namun dia tetap bersikeras untuk tidak meluluskan Dino.
Pasca kegagalan studi yg dialaminya ia memutuskan untuk keluar dari kampus dan belajar secara otodidak sambil mengembangkan teori-teori yang diperolehnya selama belajar dikampus. Tak hanya itu ia rajin manjalin komunikasi dengan dokter-dokter ternama di kota itu hingga ia mendapat pengalaman yang luar biasa.Ketika Dino sedang asyik membaca buku ia mendapatkan sms dari pamanya; Ibnu Sina:” Dino bagaimana kabarmu? Kapan kamu balik ketanah air? Paman dan keluarga sangat kangen sama kamu, Kamu bilang kuliah disana tinggal dua bulan lagi, paman harap kalau sudah selesai kamu segera pulang karena perusahaan sedang membutuhkanmu, ada berita yang mungkin cukup bagus bagi kamu, Puspita sari denger-denger tidak jadi nikah dengan Aji yang lulusan Madinah, barang kali ini adalah kesempatan bagimu untuk segera melamarnya kembali sebelum dilamar orang, paman tahu kau masih mencintainya”.
Sms itu membuat Dino agak sedikit kaget. Gadis cinta pertamanya sampai saat ini ternyata masih belum menikah. Yang jelas dia akan mendapat peluang besar jika dia segera pulang dan melamarnya. Tapi ia agak ragu karena dengan pulang tanpa membawa ijazah seolah telah mengecewakan pihak keluarga dan merasa bohong kepada Puspita karena ternyata studinya gagal. Lagi-lagi ia bingung seolah berada dalam pertaruhan cinta. Kalau ia tidak pulang kesempatan akan lenyap. Kalau pulang dengan tanpa membawa ijazah dia akan mengecewakan keluarga dan merasa membohongi puspita.
Ia belum bisa menjawab. Ia hanya menulis puisi:

Ketika benih-benih cinta tumbuh indah memesona
Menghiasi taman-taman jiwa yang bersemai sayang
Ku sambut bunga cinta dengan aroma kasih
Yang ku tebar melalui wangi janji setia
Tak kusangka keindahan itu diterpa badai
Hingga bunga itu tak dapat ku jamah dan kucium wanginya
Aku tak patah arang meski patah hati
Ku terus  pergi jauh  lalui rambu-rambu cinta
Hingga tanpa sadar bunga cinta itu kembali tumbuh mekar
Kalbu merasa gunda
Apakah aku harus memetik bunga cinta yang sama
Jiwa sedang menghadapi dilema

Dalam pertaruhan cinta
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan