Home » , » Kisah Jenaka A.H. Nasution dan Mohamad Roem di Bulan Ramadhan

Kisah Jenaka A.H. Nasution dan Mohamad Roem di Bulan Ramadhan

Written By Amoe Hirata on Rabu, 29 April 2020 | 23.06




Biografi Mohamad Roem - Kuliah Islam

Dalam buku "Mohamad Roem 70 Tahun" (1978: 290) A.H. Nasution menulis kisah singkat yang mengandung humor terkait dirinya, Roem dan kawan-kawan di bulan Ramadhan.

"Suatu waktu siang di bulan puasa," tulisnya, "sejumlah menteri termasuk Bapak Mohamad Roem, berangkat dengan pesawat bersama-sama pimpinan-pimpinan keamanan, termasuk saya sebagai KSAD, menuju suatu kota."

Abdul Haris Nasution melanjutkan, "Jaraknya cukup dekat, sehingga menurut hemat saya belum dapat diartikan musafir. Maka di antara pejabat-pejabat tinggib ternyata cukup banyak yang 'buka' puasa, dan dalam pesawat bau enak makanan dan rokok tak bisa terhindar bagi hidung yang berpuasa."

Menurut Nasution ini tidak pas menurutnya. Akan tetapi, ia berpikir bagaimana harus mengingatkan. "Saya merasa berkewajiban mengingatkan dengan jalan lain dari biasa. Setiba di gubernuran ang dituju, ibu gurbernur yang bersangkutan menyampaikan, bahwa makanan siang telah menunggu bagi bapak-bapak yang tidak berpuasa."

Sebelum yang lain jawab, maka A.H. Nasution segera berdiri dan langsung menegaskan, "Kami semua puasa!"

Rupanya, ketika melihat roman muka teman-teman pejabat di sekelilingnya, diam saja seolahengamini kata saya. Akhirnya, semua bersikap berpuasa.

***
Bisakah Anda dibayangkan bagaimana perasaan para pejabat kala itu. Mau bilang tak puasa, tapi sudah didahului Nasution bahwa rombongan puasa semua. Tapi, faktanya mereka banyak yang ga puasa. Yang jelas, A. H. Nasution berhasil dan hatinya bisa tertawa lepas.
***

Terlepas dari cerita itu, mungkin saja A. H. Nasution termasuk yang mengikuti pendapat bahwa kategori musafir itu harus berpuluh kilo. 

Sedangkan Roem dan kawan-kawan yang membatalkan puasa, berpandangan tidak harus puluhan kilo meter untuk menjadi musafir dan bisa membatalkan puasa.

Di kalangan ulama, memang ada yang membatasi yaitu perjalanan yang tidak kurang dari 83 kilo meter dengan syarat safar mubah dan sepanjang hari. 

Ada juga yang berpendapat bahwa tidak harus mencapai angka itu sebab Anas bin Malik pernah bercerita:

صَلَّيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا، وَبِذِي الحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ

“Aku shalat Dhuhur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah sebanyak empat raka’at sedangkan ketika di Dzul Hulaifah dua raka’at.” (HR. Bukhari, Muslim) Jarak antara Madinah dengan Dzul Halifah adalah enam mil. Bagi golongan ini, jadi penentuan angka musafir harus minimal 83 kilo terbantahkan.

Terlepas dari itu semua, kenangan ini membekas pada A.H. Nasution dan Roem. Bahwa dulu pada momen puasa, Roem dan kawan-kawan pernah  "dikerjain" Pak Nasution. Sebuah kenangan jenaka, yang tak gampang lekang oleh masa.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan