Menjelang
Isya`, rumah Ngatiyem didatangi rombongan keluarga bapak Wardoyo(tetangga depan
rumahnya). Ngatiyem dengan lekas menyangka bahwa kedatangan mereka ialah mau
mengundang acara resepsi pernikahan anak mereka yang bernama Lestari. Di luar
dugaan ternyata mereka mengintrogasi perihal gosip yang menimpa anaknya berupa,
“hamil di luar nikah”, karena itulah, nikah dimajukan. Rupanya Ngatiyem, diduga
sebagai penyebar gosip tersebut.
Terjadilah
tanya-menanya diantara mereka. Tapi sudah bisa dipastikan, sebagaimana kaidah
dunia pergosipan bahwa tidak ada kata pasti dan tidak ada kata pengakuan. Maka
pada waktu itu Ngatiyem menjelaskan bahwa gosip itu ia dengar dari Sulastri,
sedang Sulastri dari Mina, dan Mina dari Rahayu, Rahayu dari Erna, Erna dari
Maimunah, Maimunah dari Tia, Tia dari Minarti. Begitu Minarti terpojok tak bisa
menjawab pertanyaan lagi maka secara reflek Minarti menegaskan bahwa sumber
gosip ialah Ngatiyem. Begitulah seterusnya, mbulet, muter-muter, tak berujung
solusi. Kasus ini dalam dunia pergosipan dinamakan ‘Sirklus Isu’.
Karena
tak menemukan jawaban yang pasti maka keluarga bapak Wardoyo naik pitam. Setiap
rumah yang dia datangi ia ancam dengan menyebutkan bahwa dia punya saudara yang
menjadi angkatan jadi kapan saja dia bisa menuntut siapa saja yang mencemarkan
nama baik anaknya. Namun usahanya tak membuahkan hasil, bahkan menimbulkan rasa
muak tetangganya, karena dari dulu yang diunggul-unggulkan ialah saudaranya
yang menjadi angkatan.
Pertanyaanya
sekarang ialah apakah si Lestari selaku anak bapak Wardoyo ini benar-benar
gadis baik sehingga layak diperjuangkan harga dirinya. Rupanya, si Lastri ini
sangat ceroboh. Mengapa demikian? Karena sudah tahu kalau posisinya sebagai
guru, dan rumahnya depan masjid masih saja secara terang-terangan di depan
warga dia tak malu pulang pergi diapeli pacar. Jadi kasus ini tidak bisa
seratus persen menyalahkan tetangga. Memang Lestari sendiri secara tidak
disadari menciptakan gosip yang sedang menyebar di kampung. Sebab, kalau memang
dia gadis baik-baik dan mampu menjaga diri maka sangat tidak mungkin dia dengan
tanpa malu-malu melakukan pacaran di depan tetangganya yang notabene lingkungan
rawan gosip, terlebih lagi dia adalah seorang guru. Tindakanya hanya akan
mengajari murid-muridnya pacaran.
Yang
bikin tambah runyam ialah bahwa pihak sekolah tempat dimana Lestari ngajar,
tanpa klarifikasi terlebih dahulu memerintahkan Lestari - melalui kepala
sekolah- agar membuat surat pernyataan tentang kabar miring yang sedang
beredar. Sebab, sekolah tidak segan-segan akan mengeluarkan dia kalau memang
terbukti benar. Guru yang melakukantindakan a moral tak pantas menjadi
pendidik.
Pada
akhirnya, bukan solusi yang keluarga bapak Wardoyo dapatkan. Malah masalah kian
menumpuk tak berujung solusi. Pelaku tak ditemukan. Sedang gosip sudah menyebar
luas. Dengan tangan kosong ia pulang bersama keluarganya meratapi nasib yang
menimpa anaknya. Tapi parahnya kejadian ini tak lantas membuat keluarganya
mengintrospeksi diri. Yang ada hanya mengecam dan mengancam tetangga yang
diduga gosip.
Pelajaran:
1. Hati-hati dengan gosip. Gosip dapat menimbulkan
fitnah besar yang dapat merugikan diri.
2. Gosipin orang memang tidak boleh. Tapi, jangan
sampai kita menciptakan kondisi dimana orang cendrung menggosipi kita lantaran
perbuatan jelek kita sendiri.
3. Sirklus Pergosipan memiliki kaidah paten
berupa: “ Tak ada kata pasti, yang pasti ialah katanya dan katanya”.
4. Bila takut digosipin jangan membuat orang
menggosip anda lantaran kecerobohan sendiri.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !