Amoe Hirata
Bagaimana jika umat Islam mulai bangga dengan kuantitas,
lantas mengabaikan kualitas? Apakah mereka akan bangkit dan bangun atau malah
jatuh melamun? Nyatanya, kuantitas (mayoritas) yang tak disertai kualitas hanya
menjadi malapetaka umat.
Betapa banyak jumlah umat Islam saat ini! Namun, mampukah
mereka berkontribusi terhadap umat manusia? Mampukah mereka membantu
saudara-saudaranya yang teraniaya? Mampukah mereka mewujudkan rahmat Islam ke
seantero alam? Jawabannya ada pada tafsir ayat berikut:
I. Ayat Kajian : At-Taubah(25-26)
لَقَدۡ
نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٖ وَيَوۡمَ حُنَيۡنٍ إِذۡ
أَعۡجَبَتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنكُمۡ شَيۡٔٗا وَضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ
ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّيۡتُم مُّدۡبِرِينَ ٢٥ ثُمَّ أَنزَلَ ٱللَّهُ
سَكِينَتَهُۥ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَعَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُودٗا لَّمۡ
تَرَوۡهَا وَعَذَّبَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ وَذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٦
II. Arti Mufradat :
نَصَرَكُمُ
ٱللَّهُ : Allah (telah) menolong
kalian
مَوَاطِنَ : 2Tempat-tempat
وَيَوۡمَ
حُنَيۡنٍ : Dan pada (perang) Hunain
أَعۡجَبَتۡكُمۡ : Telah membuat kalian
ta`jub(bangga)
فَلَمۡ
تُغۡنِ عَنكُمۡ : Maka tidak berguna dari kalian
وَضَاقَتۡ : Dan ia telah menjadi sempit
بِمَا
رَحُبَتۡ : Dengan keluasannya
وَلَّيۡتُم
مُّدۡبِرِينَ : Kalian (telah) berpaling ke
belakang (dengan tercerai berai)
سَكِينَتَهُ : Ketenangannya
جُنُودٗا : Tentara-tentara
جَزَآءُ : Balasan, ganjaran
III. Arti Ayat :
25. Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para
mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain,
yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah
yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas
itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan
bercerai-berai
26. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya
dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang
kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang
kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir
IV.
Asbāb Nuzūl :
أَخْرَجَ الْبَيْهَقِيُّ فِي الدَّلَائِلِ عَنِ الرَّبِيْعِ ابْنِ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً
قَالَ يَوْمَ حُنَيْن لَنْ نُغْلَبْ مِنْ قِلَّةٍ وَكَانُوْا اثْنَي عَشَرَ أَلْفًا
فَشَقَّ ذلِكَ عَلَى رسولِ الله صلى الله عليه وسلم فَأنْزلَ اللهُ "وَيَوْمَ
حُنينٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كثرتُكم" الآية
Diriwayatkan
oleh Baihaqi dari Rabi` bin Anas dalam kitab al-Dalāil bahwa ada seorang
laki-laki berkata pada perang Hunain, ‘Kita tidak akan dikalahkan dari (jumlah)
sedikit’. Pada waktu itu mereka (berjumlah) sepuluh ribu. (Pernyataan orang
itu) membuat Rasulullah berat (hati). Lalu turunlah ayat: وَيَوْمَ حُنينٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كثرتُكم[(ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlah(mu)].
V. Tafsir Ayat :
Tidak diragukan lagi, bagi orang-orang beriman
Allah adalah sebagai penolong atas segenap perjuangan-perjuangan mereka. Pada
ayat ini dinyatakan, “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin)(25)”. Dalam al-Qur`an
Allah ta`ala dikatakan sebagai khairu al-Nāshirīn(Sebaik-baik penolong. Lihat: Ali Imran, 150).
Maka sudah sepatutnya, setiap Mu`min hanya memohon
pertolonganNya atas segenap perjuangan yang akan ditorehkan. Dalam sejarah
pertolongan-pertolonganNya sungguh terbukti. Betapa banyak umat Islam dimenangkan
dalam perjuangannya menegakkan nilai-nilai Islam, “di medan peperangan yang
banyak”(25).
Lebih khusus Nabi Muhammad beserta sahabat dan umatnya
kemudian diingatkan pada peristiwa sejarah, “dan (ingatlah) peperangan
Hunain(lembah yang terletak di antara Makkah dan Thaif), yaitu diwaktu kamu
menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu)(25)”. Menarik untuk ditelaah di
sini, kebanyakan kemenangan-kemenangan yang didapat, selalu beriring jumlah
pejuang yang sedikit. Namun pada perang Hunain(perang yang terjadi pada bulan
Syawwal, tahun 8-H pasca Fath Makkah), jumlah mereka menjadi lebih banyak.
Digambarkan dalam sejarah, jumlah mereka saat itu sekitar
sepuluh ribu orang. Jumlah yang banyak ini ternyata menimbulkan penyakit hati
berupa: ujub(terlalu bangga dengan kuantitas, sehingga melupakan kualitas dan
pertolongan Allah). Namun apakah jumlah berefek pada kemenangan dan pertolongan
Allah?
Nyatanya Allah berfirman, “maka jumlah yang banyak itu
tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun”(25). Di sepanjang sejarah memang
demikian. Pejuang-pejuang Muslim sukses justru dengan jumlah yang sedikit.
Perang Badar Kubra, Khandaq, Yarmuk, Qadisiyah, dan lain sebagainya adalah
contoh bahwa mereka menang bukan dengan kuantitas.
Bahkan, dalam al-Qur`an sendiri ditegaskan bahwa betapa
banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak, sebagaimana
yang tergambar dalam kisah Thalut dan Jalut. Allah berfirman:
قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ
أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ ٱللَّهِ كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ
كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ ٢٤٩
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui
Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta
orang-orang yang sabar”(Qs. Al-Baqarah: 249).
Meski jumlah pasukan Thalut sedikit, namun mereka di
samping mendapat izin Allah mereka juga memiliki keimanan, kekuatan dan
kesabaran yang luar biasa(ini menggambarkan kualitas). Karena itulah, meski
sedikit, mereka layak mendapat kemenangan. Apalah arti kuantitas jika tak
beriring kualitas. Menurut penuturan sahabat yang bernama Tsauban, suatu saat
nabi mengingatkan :
يُوشِكُ الْأُمَمُ
أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ
وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ
غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ
مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“(Akan datang suatu masa di mana) umat-umat lain akan
memperubutkan kalian sebagaimana hidangan yang (berada) di atas meja makan”.
Lalu ada (sahabat) yang bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah karena pada waktu
itu jumlah kami sedikit?”. Beliau menjawab, “Bahkan kalian pada waktu itu
banyak. Akan tetapi kalian ibarat buih di lautan. Allah pasti akan mencabut
kehebatan kalian dari dada musuh kalian. Dan Allah akan menimpakan wahn pada
hati kalian.” Ada (sahabat) yang bertanya lagi, “Wahai Rasulullah!Apa yang
dimaksud dengan wahn?”. Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”(Hr.
Abu Daud dan Ahmad).
Peristiwa
di lembah Hunain akan terus terjadi jika umat Islam terlalu membanggakan
kuantitas tanpa memedulikan kualitas. Akibatnya sangat jelas, “dan bumi yang
luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan
bercerai-berai(25)”. Pertama, menjadikan hati sempit. Kedua,
berujung pada kekalahan.
Sebagai contoh –tanpa bermaksud membatasi-, kita bisa
mengetahui betapa Nashir Lidinillah kalah telak dalam perptempuran `Iqab karena
terlalu PD dengan jumlah pasukan yang banyak. Demikian pula perang Balath
Syuhada(di Andalusia), perang
Khandaq(bersama Abdurrahman An-Nashir), yang kesemuanya memiliki kesamaan
dengan subtansi perang Hunain.
Maka dari itu, tidak berlebihan jika suatu ketika Umar
bin Khattab –melalui suratnya- mengingatkan Sa`ad bin Abi Waqash bahwa yang ia
takuti bukan terutama kekuatan musuh(betapapun banyaknya). Yang ia takuti
justru jika para tentara bermaksiat. Karena menurutnya, maksiat bisa
menghancurkan kekuatan tentara Islam (sebanyak apapun jumlahnya). Beliau juga
measihatkan, sebaik-baik bekal adalah takwa pada Allah.
Peristiwa
Hunain tidak melulu memberikan pelajaran tentang bahaya bangga berlebihan atau
ujub terhadap kuantitas, namun juga memberi ruang untuk memperbaiki kesalahan.
Bila umat Islam mau berbenah maka simak dengan baik firman Allah ta`ala,
“Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada
orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada
melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan
demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir(26).”
Ketika barisan sahabat kocar-kacir, maka Rasulullah
memberi mandat pada Abbas bin Abdul Muthallib untu menyatukan para sahabat yang
centang-perenang dengan suaranya yang keras. Pada akhirnya, keteguhan dan keimanan nabi beserta
sahabat-sahabatnya yang masih kokoh justru memberikan anugerah ilahi. Pertama,
turunnya perasaan tenang. Kedua, diberi bantuan bala tentara yang tak
disangka-sangka(yakni para malaikat dan pasukan lainnya). Ketiga,
mendapat kemenangan setelah kalah.
Di
sepanjang sejarah emas umat Islam, ada banyak perjuangan-perjuangan istimewa
yang perlu digali dan diteladani maknanya dari pejuang-pejuang Muslim
sejati(Spt: Badar Kubra, Ahzab, Fathu Makkah, Qadisiyah, Yarmuk, Ainun Jalut
dll).
Mereka
‘dihadirkan’ Allah ta`ala ke dunia dengan cap istimewa : “sebaik-baik
umat” yang dipersembahkan untuk umat manusia(lihat: Ali Imran: 110). Umat yang
dalam perjalanan sejarah emasnya, mampu menjadi mercusuar dan soko guru
peradaban dunia.
Meski
demikian, yang menjadikan istimewa bukan sekadar kuantitas, mereka justru mampu
menjadi terbaik lantaran berkualitas, meski pada umumnya sedikit. Orang-orang
berkualitas inilah –setelah izin dan pertolongan- yang pada akhirnya mampu
menggapai kesuksesan gemilang. Masihkah kita bangga dengan kuantitas di saat
umat Islam lagi krisis ketaatan dan kualitas?
VI. Pelajaran :
1. Haramnya ujub pada
diri sendiri dan pada amal
2. Ujub faktor
penghalang kesuksesan
3. Keutamaan orang-orang
beriman
4. Pertolangan sejati
hanya berasal dari Allah ta`ala
5.
Pentingnya belajar sejarah sebagai pelajaran untuk
hari ini dan masa depan. Karena sejarah kembali terulang
6. Sifat ujub
(kebanggaan yang berlebihan) melahirkan bencana
7. Ketaatan dan keimanan
mengantar pada pertolongan dan kemenangan
8. Faktor utama
kemenangan bukan dari kuantitas tapi murni dari Allah dan kualitas
9. Ujung dari keimanan
adalah pertolongan dan kemenangan. Sedangkan sikap ujub dan kekafiran berujung
pada penistaan dan kekalahan
10. Keimanan membuat hati
tenang dan lapang
VII.
Referensi :
1. Lubābu al-Nuqūl fī Asbābi al-Nuzūl, karya: Imam Jalaluddin Suyuthi
2. Tafsīr wa Bayān Mufradāt al-Qur`ān `ala Mushafi al-Tajwīd ma`a Asbābi al-Nuzūl li al-Suyūṭi, karya: Dr. Muhammad Hassan al-Himshi
3. Taisīr al-Karīm al-Rahmān, karya: Syaikh Al-Sa`adi
4. Tafsīr al-Qur`ān al-`Aẓim, karya: Imam Ibnu Katsir
5. Tafsīr al-Sya`rawi, karya:
Syaikh Muhammad Mutawalli Sya`rawi
6. Aisaru al-Tafāsīr, karya: Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi
7. Amīru al-Mu`minīn Umar bin al-Khatthab, karya: Muhammad Shallabi
8. Sunan Abu Daud, karya: Imam Abu Daud
9. Dalāil al-Nubuwwah,
karya: Imam Baihaqi
10. Musnad Ahmad, karya: Imam Ahmad bin Hanbal
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !