Home » » Egodealisme

Egodealisme

Written By Amoe Hirata on Jumat, 29 September 2017 | 22.45


          “Bu, kok aku sering mimpi ujian ketika di sekolah dengan hasil yang kadang memuaskan dan tidak. Meski demikian, apa yang ku rasakan sama, yaitu: selalu ingin menjadi yang nomer satu di kelas, menjadi juara kelas, menjadi yang terbaik di antara teman-teman tentunya dalam bidang akademis. Kalau pas aku tidak peringkat satu di mimpi, rasanya nyesek banget bu. Jujur aku sangat menikmatinya, dan membayangkan berada di suasana itu kembali,” tanya Saimon kepada Bu Dosennya, Ayu Erlita, yang mengajar Psikologi.

            “Apa yang kamu alami ini bisa disebut egodealisme Mon,” jawab Bu Ayu yang terkenal dengan keramahan dan kecantikannya. “Lha, makanan apa lagi itu bu? Kok asing di telingaku?” tanya Saimon penasaran. “Itu tidak ada di Pakem akademis, itu karangan ibu sendiri. Egodealisme adalah gabungan dari egois, idealis yang sudah menjadi paham dan mengakar kepada seseorang.  Kamu didera egoisme yang sangat tinggi, yang secara khusus termanifestasi dalam prestasi akademik.”
            “Emang salah ya bu?” Saimon menyela. “Yang namanya egois kan ga baik Mon. Idealis yang ga reailistis juga akan menyebabkan kekecewaan yang mendalam ketika keinginan tidak terwujud. Bila terus dituruti, egomu akan menjadi semakin besar, tidak peduli sosial, yang penting aku sendiri, dan berada pada lamunan semu, angan-angan kosong yang jelas diperingatkan nabi.”
            “Gimana bu terapinya?” tanya Saimon dengan penuh semangat. “Untuk masalah ego, belajarlah untuk tidak selalu memenuhi semua kemauan dirimu. Berpuasalah terhadap keinginan-keinginan pribadi. Setiap keinginan pribadi itu kuat dan muncul tiba-tiba, maka arahkan dengan kerja-kerja yang sifatnya sosial. Abaikan keinginan-keinginan pribadi agar terlatih tidak mementingkan kepentingan pribadi. Ingat kaidah dalam fikih, al-khairu al-muta’addi khairun minal qhasir, kebaikan yang bernila sosial lebih baik daripada kebaikan yang hanya untuk pribadi.”
            “Nah, untuk masalah terlalu idealis. Supaya tidak menjadi limbah pikiran yang berupa angan-angan semu, maka catat dengan baik ide-ide brilian yang terbetik dalam pikiran dan benakmu, kemudian simulasikan, kritisi, periksa dengan baik apakah itu mungkin dicapai atau bertentangan dengan realitas, berapa kira-kira kadar manfaat sosialnya dan manfaat pribadinya. Sabda nabi, ‘antusiaslah kepada sesuatu yang paling bermanfaat untukmu, jangan lemah, dan jangan berandai-andai, karena andai-andai adalah pintu masuk setan,’ manfaat ada yang pribadi dan ada yang sosial, keduanya memerlukan sikap antusias, namun jangan sampai dikalakan dengan ego dan idealisme yang membumbung tinggi sehingga hanya akan memproduk angan-angan berkepanjangan yang membuat diri semakin tidak produktif”
            “Seperti kamu misalnya, yang terlalu obsesi dengan nilai akademis terbaik.  Prestasi akademik tentu baik, tapi harus diimbangi dengan prestasi sosial. Artinya, pintar akademik oke, tapi juga harus pintar dalam masalah kepedulian sosial donk.  Bila ada dua kepentingan yang bertentangan, misalnya: kamu mengejar prestasi akademik untuk karir pribadi, di perjalanan ada orang jatuh yang sedang membutuhkan pertolonganmu, maka kamu harus mendahulukan membantu orang lain. Begitu Mon, kurang lebih,”
"Prestasi akademik tentu baik, tapi harus diimbangi dengan prestasi sosial."


            “Makasih bu. Meski aku belum mengerti sepenuhnya, senyuman ibu paling tidak juga cukup membantu membuatku paham. Menurutku, ibu berbakat juga menjadi ustadzah seperti Mama Dedeh. Terbukti dari tadi banyak ngungkap hadits dan kaidah fikih. Emang dulu pernah nyantri ya bu?” Belum sempat menjawab, Bu Ayu memohon izin untuk keluar kelas sebentar karena ingin membuang hajat.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan