Home » , » PEMBELAAN BUYA HAMKA TERHADAP TUAN A. HASSAN

PEMBELAAN BUYA HAMKA TERHADAP TUAN A. HASSAN

Written By Amoe Hirata on Jumat, 04 November 2022 | 17.16


Judul ini terinspirasi dari potongan catatan Buya Hamka dalam buku "Sebuah Polemik Agama TEGURAN SUCI & JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR" ketika membela A. Hassan dari kezaliman yang dituduhkan oleh Mufti Johor: Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad. Sebuah jawaban Buya Hamka yang diterbitkan menjadi buku oleh organisasi Muhammadiyah Singapura tahun 1958, yang isinya membantah tuduhan Mufti Johor terkait paham kaum muda Indonesia, khususnya terhadap A. Hassan.

Di antara catatan Buya Hamka, "Saya sendiri tidak selalu sefaham dengan Almarhum Hassan Bandung dan saya bukan muridnya. Tetapi, saya dididik oleh guru-guru saya bersikap adil membela orang teraniaya. Apabila mufti Johor menuduh Almarhum Hassan Bandung memakai teori Darwin dan Freud, maka saya lihatlah suatu tikaman yang sangat curang." (Hal: 92)
Di halaman 89, Hamka juga lebih dulu mencatat:
"Saya sendiri tidak selalu sefaham dengan Almarhum Tuan Hassan Bandung dan pernah pula bertukar-fikiran. Tetapi kerana pertikaian fikiran itu tidaklah sampai kami kafir mengkafirkan atau membuat fitnah yang bukan-bukan."
Pembelaan-pembelaan Hamka dalam buku ini terkait A. Hassan sangat proporsional dan tak membabi buta. Bahkan secara jujur dan adil, Hamka juga pernah berpolemik dengan A. Hassan dan sering tidak sepaham. Namun, bukan berarti itu menjadi pembenar untuk mengkafirkan beliau.
"Dia," tulis Buya Hamka terkait Hassan Bandung, "suka mengkritik dengan berterus terang atas orang yang pandangannya bersalah dan kritikannya itu tajam dan pedih. Kawan-kawannya yang sepaham kadang-kadang dihantamnya juga dengan kritikannya. Sehingga kalau kawan-kawannya itu mempunyai jiwa yang kecil, mahulah timbulnya renggang dengan dia tetapi di dalam pergaulan sehari-hari adalah beliau itu seorang yang murah hati dan tawaduk. Menghormati tamu dan lapang dada ghirahnya atas agama Islam sangat kuat kalau dilihatnya yang salah dari berani menentang tulisan, tetapi tidak mengkafir-kafirkan orang dan berani pula dia berhadapan dengan orang itu pada suatu majlis yang memakai hakim."
*****
Kalau dilihat dalam perjalanan polemik antara Buya Hamka dan A. Hassan, memang semua kritik yang dilontarkan A. Hassan, tidak lepas dari bingkai surah Hud ayat 88 yang intinya untuk niat ikhlas melakukan perbaikan, bukan kerusakan. Dalam dunia nyata, memang A. Hassan meski terlihat sangat keras dan tanpa kompromi, tapi dalam pergaulan sangat lembut sebagaimana pengakuan Z.A. Ahmad dalam buku “Riwayat Hidup A. Hassan” anggitan Tamar Djaja.
Hamka sendiri tidak pernah menyimpan rasa sakit hati hingga dendam. Buktinya, saat mendapat gelar doctor honoris causa, pada kesempatan itu beliau tak lupa menyebut secara singkat bagaimana kontribusi positif A. Hassan dalam bidang tajdid di Indonesia. Beliau juga memuji kuatnya hujjah A. Hassan. Bahkan beliau juga sempat mendoakan A. Hassan yang sakit, kala itu terkena diabetes hingga dipotong kakinya.
Menurut Babe Ridwan Saidi dalam buku “Zamrud Khatulistiwa” (1993) ada kata kunci yang bisa dilihat dari sosok Hamka yang begitu lapang hati, yaitu keikhlasannya. Maka menarik apa yang ditulis Budayawan Ridwan terkait sikap Hamka terhadap A. Hassan yang begitu luhur:
“Hanyalah hati yang ikhlas yang dapat mengucapkan pidato semacam ini, karena ikhlasnya itulah Hamka menyadari bahwa olok-olok A. Hassan bukan sentiment pribadi, tetapi karena ikhlas jua adanya.”
Dalam buku "Sebuah Polemik Agama TEGURAN SUCI & JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR" (Hal: 90) ini juga pembaca bisa tahu pujian jujur dari Buya Hamka tentang kualitas keulamaan A. Hassan, "Adapun Almarhum Hassan Bandung (sekarang Hassan Bangil) adalah seorang ulama yang telah mempergunakan segala tenaganya untuk memberi keterangan agama kepada kaum Muslimin....Sangat besar faedah usahanya itu bagi menambah pengertian orang terhadap Islam. Terutama orang-orang Islam yang telah belajar pada sekolah-sekolah Belada atau Inggeris yang tidak mengerti lagi belok-belok agama."
*****
Semua tuduhan mufti Johor dalam buku "Sebuah Polemik Agama TEGURAN SUCI & JUJUR TERHADAP MUFTI JOHOR", terhadap A. Hassan dijawab dengan tuntas dan bernas.
Misalnya ketika A. Hassan dituduh sebagai pengikut Ahmadiyah Qadiyan oleh mufti, padahal A. Hassanlah yang sangat getol mendebat sekte Ahmadiyah. Pada tahun 1933 A. Hassan berdebat dengan pembesar Ahmadiyah Abu Bakar Ayyub. Suatu perdebatan yang di samping mengagumkan, juga menepis tuduhan miring sang mufti.
Untuk perdebatan ini, sampai Buya Hamka berkomentar, "Dan tidaklah ada mujadalah yang sehebat itu baik sebelumnya atau sesudahnya." (Hal: 37)
A. Hassan juga dituduh memakai paham Darwin dan Freud dalam tafsir Al-Furqannya. Hamka menjawab, "Pada saya ada tafsir 'al-Furqan' Almarhum Hassan Bandung itu, tebalnya 1256 halaman. Tidak ada satu kalimat pun terdapat di sana bahawa Almarhum Hassan Bandung mengikuti teori Darwin dan Freud." (Hal: 87)
A. Hassan juga sampai dikafirkan karena di dalam buku Soal Jawab tidak menganggap babi najis. Hamka pun memberi catatan pada Mufti Johor, "Kalau samahah al-mufti menghukumkan kafir orang yang menyatakan daging babi tidak najis, bagaimana dengan ijtihad Imam Malik yang menyatakan pulah bahawa air ludah anjing tidak najis, padahal ada haditsnya? Apa al-Imam Malik kafir juga? Atau lebih kafir dari Almarhum Hassan Bandung?"
*****
Kalau diamati, dari berbgai tuduhan, sematan dan fitnah yang ditujukan mufti Johor kepada kelompok modernis Islam di Indonesia (kaum muda) secara umum, dan khususnya pada A. Hassan, maka terkesan beliau ini tergesah-gesah dalam menilai, minim informasi, kurang tabayyun dan asal sikat. Padahal, kedudukannya adalah seorang ulama yang menjadi mufti.
Sejak zaman Al-Qur`an, kita umat Islam sudah diingatkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ma'idah [5]: 8).
Senada dengan ayat ini, sebagaimana penjelasan di atas, Hamka menandaskan, "Saya dididik oleh guru-guru saya bersikap adil membela orang teraniaya."
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan