DI balik ketenaran A. Hassan sebagai ulama tegas,
jago debat, ahli agama baik lisan maupun tulisan, ada rahasia menarik yang
menunjang kesuksesan beliau. Sebagaimana ulama-ulama lain, beliau sangat berdisiplin
waktu. Ulama kelahiran Singapura 1887 ini adalah sosok yang sangat disiplin
dalam mengelolah waktu baik sejak kecil maupun hingga wafatnya.
Mengenai
kedisiplinan A. Hassan, sampai-sampai dalam korenspondensi Tamar Djaja dengan beliau
menyampaikan, “Saya ingin belajar dua hal dari tuan, yaitu tentang disiplin,
mempergunakan waktu, dan ketegasan dalam mengemukakan suatu sikap.” (1980:
148).
Saat
masih kecil, A. Hassan sudah terbiasa disiplin waktu. Maka tidak heran ketika
hendak belajar Ilmu Nahwu dan Sharaf kepada Haji Muhammad Taib, beliau rela
walau harus menjalani syarat datang lebih dini sebelum waktu salat subuh tiba
dan tidak boleh naik kendaraan dan itu berjalan hingga empat bulan. (Subhan,
200: 81).
Kisah
lain yang tidak kalah penting terkait kedisiplinan A. Hassan dalam soal waktu
ialah beliau lebih mendahulukan pentingnya kaderisasi daripada perkerjaan
sendiri. Salah satu bentuk disiplin A. Hassan ialah menghentikan pekerjaan
rumahnya untuk melayani para pemuda yang ingin belajar seperti Natsir.
Setiap kali berkunjung ke rumah A. Hassan, Natsir selalu menjumpai Guru Utama Persis itu sedang bekerja. Tapi sang ustadz selalu menghentikan pekerjaannya setiap kali Natsir datang. Menariknya, A. Hassan selalu “melayani” Natsir, seakan percakapannya dengan pemuda tanggung ini lebih penting daripada pekerjaannya. (Majalah Tempo, Vol. 37, 2008: 82).
Sampai
menjelang akhir hayatnya pun, beliau adalah sosok yang berdisiplin waktu. Saat
kakinya dipotong karena sakit (pen: yang pernah saya dengan adalah diabetes),
beliau sudah menyiapkan catatan kecil yang berjudul; “Ringkasan Riwayat Kaki
Saya Dipotong, tertanggal: Surabaya, 1 Oktober 1957”. Maksud dari catatan ini
beliau sampaikan kepada Tamar Djaja yang saat itu sedang membesuk, beliau
berkata, “Tuan akan tahu riwayat dipotong itu, dan saya tidak capek dan tidak
buang tempo untuk menjawab pertanyaan yang tentunya serupa. Jadi kalau saya
jawab itu ke itu juga, kita kan rugi waktu. Sekarang mari kita ngomong soal
lain-lain jang ada gunanya.” (Tamar Djaja, 1980: 140).
Terakhir,
untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai nilai waktu dalam pandangan A.
Hassan, berikut ini akan dikutipkan tafsir A. Hassan terkait pelajaran dari Surah
Al-Ashr ayat 1-3 dalam bukunya yang berjudul Al-Hidâyah Tafsir Juz ‘Amma (Cet.
X: 45-46).
Pelajaran dari Surah Al-‘Ashr Ayat I
“Oleh
sebab masa itu begitu berharga dan penting, maka Allah menyuruh kita
memperhatikannya. Memperhatikan masa itu tidak lain hanya menjaga jangan sampai
luput satu saat dengan tidak kita kerjakan kebaikan padanya, atau
sekurang-kurangnya kita kerjakan kewajiban kita, dan hendaklah kita jaga jangan
ada satu saat pun melalui kita dengan membawa amal kita yang jahat.”
Pelajaran Surah Al-‘Ashr Ayat II dan III
“Oleh
sebab masa itu penting, oleh sebab masa itu berjalan terus, oleh sebab masa itu
tidak bisa ditahan, oleh sebab masa yang berjalan dengan tidak membawa amal
kita yang baik itu, berarti kerugian atas kita, maka hendaklah kita hargakan
masa itu dengan beriman sebagaimana diperintahkan oleh Tuhan yang membikin
masa, serta kita habiskan masa itu dengan mengerjakan amal yang baik-baik
sebagaimana yang ditunjukkan oleh agama kita, dan bernasihat, ingat-mengingat
antara satu dengan yang lain pada menjalankan kebenaran walau bagaimanapun
pahitnya, dan juga bernasihat antara kita pada menolak bahaya-bahaya yang ada
dan yang akan menimpa kaum muslimin dengan sabar, yaitu dengan tetap, tekun dan
terus.”
Dari
penjelasan beliau tersebut menggambarkan bahwa waktu adalah bagian yang sangat
fundamental dalam kehidupan umat. Karenanya, tidak heran jika beliau sangat
disiplin dalam menggunakan waktunya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !