“Ayah!” panggil Evan kepada orangtunya yang bernama Wibowo. “Iya Van, ada
apa?” “Maaf sebelumnya, Evan ingin curhat sama ayah, di sekolah, Evan sering
dianggap kurang gaul, kutu buku, cupu, culun, kudet dll deh pokoknya. Bagi
mereka, gaul itu, khususnya di zaman digital kaya’ sekarang ini, harus
punya gadget teranyar, main browsing-browsing-an, ngetweet,
facebook-an, instagram-man dan semacamnyalah emboh (ga
tau) namanya apa.”
“Jangankan anak ABG Van,
orang tua aja pada maen begituan. Bangun tidur yang diingat bukan doa, bukan
shalat, tapi langsung nyari HP barangkali ada update terbaru atau
apalah namanya. Tiada hari tanpa gadget. Saat bangun tidur hingga tidur
kembali alat itu tak pernah berpisah. Kamu tak didik dengan pendidikan ketat
bukan berarti menghalangi pergaulanmu. Kamu juga masih ayah izini buka HP
sesuai dengan kebutuhan, bahkan permainan-permainan lain yang sekiranya pas
dengan usiamu ayah juga mengijinkan,” timpal ayahnya meyakinkan.
“Jadi Evan harus bagaimana
menghadapi teman-teman?” “Jangan terbawa arus. Jadilah dirimu sendiri. Kamu
bisa bergaul dengan mereka, tapi jangan ikut arus mereka. Ketika bergaul,
jangan sampai terwarnai, justru kamu yang mewarnai mereka. Kamu perlu ingat, di
usiamu yang masih ABG, tapi prestasimu gede. Coba bandingkan dengan
teman-temanmu, di usiamu yang ke 14 tahun segudang prestasi sudah kamu raih.
Meski di sekolah umum, kamu bisa hafal al-Qur`an, langganan ringking 1,
aktif di organisasi dll. Ayah cerita ini bukan untuk sombong atau berbangga
diri, cuma jangan sampai baper kalau dikatain teman kaya’ gitu.”
“Mau tah ayah ceritakan
bagaimana ABG di zaman sahabat?” tukas Wibowo kepada anaknya. “Mau Yah,
barangkali bisa jadi inspirasi buat Evan dan nanti akan aku bagikan pada
teman-teman.” “Kamu pernah dengar ga sahabat yang bernama ‘Umair bin Abi Waqas?”
“Belum Yah. Yang Evan pernah dengar justru Sa’ad bin Abi Waqash.” “Ooo, itu
kakanya ‘Umair Van.”
“Emangnya apa yang menarik
dari sosok Umair Yah? Oh ya, sebelum itu aku ingin tau nama lengkapnya!” “Oke,
pelan-pelan akan ayah ceritakan. Nama
lengkapnya, ‘Umair bin Abi Waqash bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab
al-Qurasyi al-Zuhri. ABG usia 16 tahun ini adalah adik kandung Sa'ad bin Abi
Waqash. Ibunya bernama Hamnah binti Abi Sufyan bin Umayyah bin Abdusy Syams. Pemuda
ini termasuk di antara remaja yang pertama kali masuk Islam. Ia berislam berkat
dakwah Abu Bakar RA.”
“Yang menarik dari sosok pemuda
brilian ini adalah passion, hobi, kecendrungannya dibangingkan ABG lain
pada masanya,” jawab Wibowo yang segera mendapat respon dari Evan. “Apa Yah
keunikannya?” “Di usianya yang masih 16 tahun (kalau sekarang mungkin masih SMA
kelas 2), ia berambisi melampau pemuda sebayanya. Ia ingin gugur syahid di
jalan Allah.”
Mendengar itu Evan
geleng-geleng kepala. Sejauh prestasi yang ia dapat, tidak pernah terlintas
untuk gugur di gelanggang jihad. “Teruskan ceritanya Yah!” “Oke, Ayah mau minum
sebentar,” dari mimik wajahnya Evan sangat antusias mendengarkannya. Ayahnya
pun melanjutkan, “karena tekadnya kuat, meski baru 16 tahu, akhirnya dia
menemukan momentumnya. Pada waktu itu akan digulirkan Perang Badar Kubrah.
Umair pun berkeinginan keras untuk berpartisipasi di dalamnya.”
“Bersamaan dengan itu,
hatinya berdebar-debar. Rasa khawatir tiba-tiba menggelayuti jiwanya. Di usia
yang sangat muda itu (mungkin ABG sekarang lagi asyik-asyiknya pacaran atau
memainkan gadget-nya), apakah dirinya akan mendapat izin dengan mudah
dari Rasulullah SAW? Ia pun punya ide. Supaya ia bisa tetap ikut berjihad di
medan perang, maka ia akan pergi secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui
Rasulullah SAW.”
“Saat pasukan beranjak
berangkat, rupanya gelagatnya yang mencurigakan cepat diketahui oleh kakak kandungnya, Saad
bin Abi Waqash. Terjadilah pembicaraan yang sangat intim dan mengharukan antara
keduanya. Kemudian Sa'ad meminta izin kepada Rasulullah SAW. Kekhawatiran Umair
benar-benar terjadi. Ia ditolak ikut berjihad lantaran usianya yang masih
sangat muda. Ia sangat sedih, karena cita-citanya tak segera terwujud. Kondisi
demikian membuat matanya berkaca-kaca.”
“Akhirnya ditolak Yah?”
tanya Evan penasaran. “Umair tidak putus asa. Di sela-sela menangis, rupanya
Rasulullah melihat kesungguhan dan ketulusan Umair, pada akhirnya Rasulullah
SAW pun mengijinkannya. Dengan girang akhirnya ia pergi berjuang. Takdir syahid
pun digapainya. Ia meninggal di tangan gembong Qurasy 'Amru bin Abi Wud
Al-'Amiri di usia yang masih tergolong ABG.”
“Ada lagi ga ya cerita
lain yang berkaitan?” “Ooh, masih banyak. Sebagai contoh, ada sosok Mu’adz bin
Amru bin Jamuh dan Mu’awwid bin Afra yang ketika perang Badar usianya masih
13/14 tahun. Bahkan di luar bidang itu, ada anak-anak muda tapi jasanya begitu
besar. Kamu tau Zaid, di usianya yang masih ABG sudah menguasai banyak bahasa
asing sehingga dijadikan penulis wahyu. Pemuda lain seperti Ibnu Abbas, Anas
bin Malik, Ibnu Umar, Abdullah bin Amru bin Ash’ adalah sosok ABG yang berjasa
besar dalam bidang keilmuan.”
“Intinya Van, kamu jangan
pernah minder dikatain apapun oleh temanmu. Justru kamu ajak mereka; warnai
mereka. Usia potensial seperti itu, jika bener-bener dimanfaatin kaya’ sahabat
nabi, wah dahsyat efeknya. Terakhir Van, kamu tau berapa usia Muhammad Al-Fatih
ketika menaklukkan Konstantinopel yang baru bisa ditundukkan 8 abad?” “Belum
tau Yah,” jawabnya. “Usianya baru 23 tahun, dan pada usia 20-an sudah diamanahi
menjadi pemimpin. Selain itu, Usamah bin Zaid RA baru berusia 18 ketika diutus
berjihad ke negeri Syam,” mendengar jawaban Ayahnya, Evan kembali menatap masa
ABG-nya dengan tatapan optimis.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !