Home » , » Ustadz Wildan dan Khat Naskhi

Ustadz Wildan dan Khat Naskhi

Written By Amoe Hirata on Senin, 04 Januari 2021 | 07.34


Saya tahu beliau saat menimba ilmu di Bangil pada tahun 1999. Meski hanya beberapa bulan saja di pesantren A. Hassan ini dan tidak pernah diajar langsung, namun nama Ustadz Wildan sedikit banyak sudah masyhur.

Ada kakak kelas yang masuk pada tahun yang sama di kelas takhasus pernah berujar, bahwa dia sangat nge-fans sama ustadz Wildan. Bukan saja dari kemahirannya dalam bidang bahasa Arab, tapi keunikan, hobi berburu, kesederhanaan, kenyentrikan dan lain sebagainya. Hanya kenangan global itu yang saya dapat saat di Bangil.
Pada tahun 2002 rupanya Allah menakdirkan saya bertemu beliau di Ma’had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura. Di sinilah poin-poin yang global itu terkuak satu demi satu, bahkan ada banyak sisi keunikan yang dari Bangil saya belum tahu dan baru tahu ketika di Camplong.
Beliau suka mengembara, bersilaturahmi, membuat kejutan ke rumah muridnya, hafalan kuat, tidak suka difoto, hidup menjomblo (dikemudian hari akhirnya beliau menikah juga), tidak suka diam lama di satu tempat, menyampaikan kata-kata hikmah baik yang dinukil dari perkataan bijak Arab atau yang beliau sampaikan murni dari pengalaman.
Nukilan yang saya ingat betul adalah kata-kata mahfudzat berikut:
تَرْجُوا النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا
إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِي عَلَى الْيَبَسِ
“Engkau mengharapkan kesuksesan, sementara engkau tidak menempuh jalan-jalannya. Sesungguhnya kapal tidak berlayar di atas tanah.”
Ada satu lagu yang saya ingat:
لا تطلب المجد إن المجد سلمه … صعب، وعش مستريحا ناعم البال
“Jangan mencari kemuliaan, karena tangga kemuliaan sulit. Hiduplah nyaman dan santai dengan jiwa gembira!”
Kata bijak pertama yang saya pahami dan saya pegang hingga saat ini menurut pemahaman saya sebuah motivasi dahsyar bahwa ketika kita ingin sukses maka tempuhlah jalan atau usaha menuju ke sana sebagaimana orang-orang sukses. Orang yang ingin sukses tapi leha-leha, malas-malasan dan tidak mau berjuang untuk mendapatkannya, maka ia tidak akan mendapatkannya laiknya kepal yang tak mungkin berjalan di atas tanah.
Kata bijak kedua yang saya rasakan semacam sindiran. Kalau kita menempuh atau meraih kemulian, tapi kok takut sama risiko, tantangan, rintangan dan halangan, maka ga usah diteruskan. Karena jalan menuju kemuliaan itu fase-fasenya sulit dan berat. Hanya orang yang bermental kuat dan mau berjuang keras yang bisa melampauinya. Adapun orang yang bermental rapuh, suka santai, nyaman di Posisi Wenak, maka silakan istirahat saja dengan nyaman di kasur dengan hati gembira. Namun ingat, kelak dia akan merasakan kesengsaraan.
Saya bukan termasuk orang yang diajak berburu dalam pengertian pergi ke hutan menembak burung atau ke tambah mencari ikan, tapi saya kerap kali diajak berburu dengan perngertian maknawi dalam arti “berburu kata-kata hikmah” melalui dialog langsung dengan beliau, atau kata-kata beliau yang secara langsung dan tiba-tiba yang sarat akan nilai hikmah. Kalau kata-kata ini dihimpun dari semua yang pernah berinteraksi langsung dengan beliau, saya pikir akan banyak.
Hal lain tentang beliau, di antara momen yang paling ditunggu adalah saat beliau mengajar. Ciri khas beliau adalah saat mengajar Ilmu Sharaf, beliau tulis terlebih dahulu di papan dengan tulisan khat naskinya yang sangat unik menurut saya. Ditulis dengan begitu cepat tanpa mengurangi keseimbangan dan keindahan antara satu sama lain. Saat beliau menulis, terasa betul seolah-olah saya sedang berhadapan dengan ahli bahasa.
Khat Naskhi dan pelajaran Ilmu Sharaf ini membuat saya termotivasi untuk belajar Khat atau Kaligrafi Arab yang di kemudian hari menjadi hobi saya. Saya pun hafal wazan-wazan (timbangan) ilmu Sharaf yang dianggit A. Hassan salah satunya karena termotivasi dari Ustadz Wildan.
Fase selanjutnya saya bertemu beliau saat menjadi guru di Camplong pada tahun 2011 (setahun setelah saya lulus dari Universitas Al-Azhar Kairo). Kebetulan, hari yang saya pilih adalah hari Sabtu dan Ahad yang pas dengan momen beliau ngajar di Camplong.
Gaya beliau tidak berubah. Tetap mengajak dialog, mengeluarkan kata-kata hikmah, sering bercerita tentang pengalamannya bersilaturahmi dengan tokoh dan kebiasaan unik lainnya yang sudah saya ceritakan tadi.
Lebih dari itu, beliau ternyata juga perhatian dengan jodoh muridnya. Yang saya ingat betul, beliau pernah menawarkan seorang akhwat untuk dinikahi. Diceritakanlah karater dan latar belakangnya. Beliau memang betul-betul sosok yang care.
Pertemuan terakhir dengan beliau sekitar tahun 2013 saat saya sudah tidak ngajar di hari Sabtu dan Ahad. Namun, sedikit banyak masih terdengar kabar-kabar tentang beliau misalnya beliau akhirnya menikah dan seterusnya.
Dari beliau banyak yang bisa diambil: kesederhanaan, keuletan, kegigihan, keistiqamahan, silaturahim, prinsip hidup, ketegaran, keilmuan, kepedulian dan masih banyak lagi yang bisa diceritaan oleh teman-teman lainnya. Rahimahullah rahmatan waasi’ah. (Amoe Hirata/Mahmud Budi Setiawan)

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan