Home » , » BUYA HAMKA DAN ICHWANOES SHAFA INDONESIA (ISI)

BUYA HAMKA DAN ICHWANOES SHAFA INDONESIA (ISI)

Written By Amoe Hirata on Selasa, 29 Maret 2022 | 11.21

Kalau sekarang ada yang namanya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), maka dulu, sebelum kemerdekaan, ada PERHIMPUNAN INTELEKTUAL-ULAMA di Medan yang diberi nama Ichwanoes Shafa Indonesia.
Nama ini mengingatkan saya pada Ikhwanus Shafa (Persaudaran Suci), suatu perkumpulan rahasia antar intelektual seperti: Abu Sulaiman Al-Busti, ALi bin Harun Zanjani, Muhammad Nahrajuri dan lain-lain.
Adapun Ichwanoes Shafa Indonesia yang disingkat dengan I.S.I. ini bukan gerakan rahasian. Menurut catatan Z.A. Ahmad, "Perhimpoenan ini adalah hasil dari pertjakapan dari 3 orang Intellect Oelama jang soedah berkoempoel pada bl. Dec. '38 jang laloe oentoek mengoetjapkan selamat hari raya Lebaran, dan dalam peertjakapan itoe dapat keboelatan fikiran hendak mengadakan soeatoe pertemoean antara kaum terpeladjar Barat dengan kaoem terpeladjar agama." Maksudny, perkumpulan yang memmpertemukan intelektual dan ulama.
Pertemuan awal dilangsungkan pada 5/6 Januari 1939, yang bertempat di rumah Dr. R. A. Manap. Sejak itulah perhimpunan ini berdiri dan yang ditetapkan menjadi pemimpin adalah Dr. R. A. Manap.
Sesudah berjalan 6 bulan, pertemuan ini dijadikan suatu perhimpunan yang memiliki organisasi sendiri. Maka pada bulan Juni dibentuk komisi yang terdiri dari: T.M. Hasan, Adi Negoro, Kyai H.A. Madjid, H.M. Boesthami Ibrahim dan Z.A. Ahmad untuk merancang Anggaran Dasar. Maka pada 5/6 Oktober disahkanlah perhimpunan ini dengan nama "Ichwanoe Shafa Indonesia, disingkat I.S.I. dan yang jadi pengurusnya: Ketua: Mr. T.M. Hassan, Penulius: Z.A. Ahmad dan sebagai pembantu : KH. A. Madjid Abdoellah. Perhimpunan ini berusahan mencari jalan pertalian yang kokoh antara intelektual dengan ulama.
Pada hari jadinya, tepatnya satu tahun kemudian, madjalah Pandji Islam No. 5 (5 Februari 1940) meliputnya dengan judul "ICHWANOE SHAFA INDONESIA, MEMPERINGATI GENAP OESIANJA SETAHOEN". Dalam peringatan ini, hadir sebagai pembicara: Z.A. Ahmad, Hamka, T.M. Hassan dan lain-lain.
Buya Hamka (di usianya yang 32 tahun), pada saat itu mengangkat tema "Kesadaran Ulama kepada Penghidupan Modern". Dengan sangat menarik beliau menjelaskan bahwa ilmu zaman modern memberi pengaruh positif pada perusahaan, kepercayaan, rumah tanggah bahkan keibuan dan lain sebagainya.
Setidaknya ada 3 pengaruh ilmu pengetahuan modern menurut Hamka: Pertama, tidak ada lagi rahasia di dunia, sehingga segala apa saja disiarkan dan diumumkan. Kedua, ilmu tidak lagi bergantung pada dongeng dan pendengaran. Ketiga, ilmu tidak mempunyai ketetapan melainkan selalu diselidiki, diperhalus dan diperkluas. Bahasa sekarang adalah dinamis, selalu berkembang.
Lalu bagaimana sikap ulama dalam menghadapi ilmu pengetahuan modern? Kata Hamka, "Kewadjiban oelama menjelidiki segala ilmoe itoe dengan seloeas2nja dan mempengaruhi pendhidoepan baroe itoe dengan tontoetan batin jang loehoer dan tjotjok dengan zaman." Artinya, ulama tidak boleh diam saja, mereka harus memberi pengaruh positif. Sehingga antara intelektual dan ulama bisa berjalan seirama.
(Mahmud Budi Setiawan)
*****
Sejak dulu ada upaya menghimpun kekuatan ulama dan intelektual untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Mereka perlu diharmonikan. Tidak saling bermusuhan dan bertentangan karena kepentingan duniawi yang sempit. Bersatunya intelektual yang ulama, dan ulama yang intelektual setidaknya bisa memberikan kontrubusi riil / konkret bukan hanya pada tataran agama, tapi juga bangsa dan negara. Lantas bagaimana peran ulama dan intelektual pada masa sekarang?
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan