Home » » "ان شاء الله" Bukan Basa-Basi

"ان شاء الله" Bukan Basa-Basi

Written By Amoe Hirata on Kamis, 26 Agustus 2010 | 01.23

Mengingat pesan yang terkandung dari kata" InsyaAllah" sudah semakin terkikis dari makna semula hingga menjadi budaya, membuat saya tertarik untuk membahasnya. Pesan ringkas yang terkandung di dalamnya ialah hendaknya dalam setiap rencana apapun yang mau kita jalankan selalu di iringi dengan kesadaran dan pengakuan verbal tentang "kehendak Allah ta`ala sebagai latar muara terjadinya segala sesuatu". Kita ini mahluk yang lemah. Karena itu, kelemahan kita itu berkonsekwensi butuh kepada Allah ta`ala. Karena segala sesuatu itu terjadi karena kehendak Allah, maka kita dianjurkan untuk mengiringi setiap perbuatan yang akan kita lakukan dengan ucapan" InsyaAllah".

Lalu seberapa penting kata tersebut dari sisi agama dan sosial? Dari sisi agama membuat kita sadar kembali dan senantiasa "on" bahwa Allah lah yang membuat segala sesuatu terjadi. Dengan demikian, membuat kita sadar akan kelemahan kita sehingga kita tidak berlaku sombong dan mengklaim sesuatu yang belum terjadi. Pada giliranya jika kesadaran itu tertanam pada jiwa seseorang maka akan memancarkan nilai-nilai keimanan yang sangat tinggi.Sedangkan dari sisi sosial menimbulkan rasa aman dan tentram, sebab ia melatari janji atau pekerjaanya dengan kehendak Allah, yang membuat dia tidak asal berbuat dan asal berjanji, karena jika itu sampai terjadi membuat imanya ternodai dan tidak sempurna.

Landasan normatif berupa anjuran untuk mengatakan " InsyaAllah" dapat kita lihat pada surat al-Kahfi ayat 22-23 yang artinya demikian:" Dan janganlah sekali-kali kalian mengatakan untuk sesuatu apapun, aku akan melakukanya besok(22) Melainkan(dengan) Insyaallah, dan sebutlah Tuhanmu jika engkau lupa, dan katakan semoga Tuhanku membimbingku supaya dekat dari petunjuk ini(23). Asbabun nuzul ayat tersebut ialah sebagai berikut:" Di riwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-Dhahaak, dan diriwayatkan pula oleh ibnu Murdawaih dari ibnu Abbas berkata:" (suatu ketika) nabi bersumpah( akan menjawab tiga pertanyaan yang dilontarkan kaum kafir Qurays, beliau berjanji esok hari akan menjawabnya tanpa menyebut InsyaAllah), sampai berlalu empat pulu malam(ternyata wahyu belum turun-turun), lalu Allah menurunkan ayat tersebut.

Secara historis, dari asbabun nuzulz itu bisa kita lihat dengan jelas bahwa Rasulullah mendapatkan pelajaran langsung dari Allah agar tidak sekedar janji tanpa menyebut Insya`allah, sebab siapa yang bisa menjamin itu bakal terjadi kalau bukan Allah, nyatanya Rasul tidak bisa menjawab pertanyaan itu hingga empat puluh malam. Dengan turunya ayat tersebut menjadi pelajaran berharga bagi setiap muslim agar tidak asal berjanji atau berbuat sesuatu tanpa embel-embel InsyaAllah. Hal ini sangat penting karena, ungkapan"InsyaAllah" itu dapat menjamin sukses tidaknya perbuatan kita. Kalaupun ternyata apa yang akan diperbuat itu tidak sesua dengan harapan atau tidak terjadi maka itu memang murni kehendak Allah dansama sekal idak ada campur tangan manusia.

Seiring berjalanya waktu, kata "InsyaAllah" sudah menjadi tradisi atau bahkan budaya yang semakin hari terkikis dari makna dan nilai aslinya. Pada tradisi masyarakat tertentu misalnya di Arab(sprt: Mesir), kata ini terkadang di ungkapkan sebagai ungkapan basa-basi sehingga tidak memiliki ruh spritual. Orang sangat mudah mengucapkan janji atau pekerjaan tertentu dengan ucapan "InsyaAllah" padahal itu sebagai bentuk apologi dan sebagai jawaban untuk menolak sesuatu secara halus. Kita juga banyak menjumpai di negara kita terkadang kata "InsyaAllah" hanya di buat bumbu pemanis dalam komunikasi, ia tidak memiliki kekuatan untuk menyadarkan masyarakat agar selalu berbuat berdasarkan latar kehendak Allah. Maka tak mengherankan jika dalam realita yang ada kata itu sudah tak lagi memiliki arti. Malah, secara diametral menimbulkan sikap-sakap kontraproduktif yang tidak sejalan dengan pesan ilahi. Kelalaian dan penyepelean ini berikutnya menciptakan krisis keparcayaan di kalangan masyarakat yang tentu saja dapat menimbulkan kesenjangan sosial.

Memang perbuatan tersebut tidak dilakukan oleh semua orang. Akan tetapi jika secara kwantitas sudah mendominasi hingga menjadi sekedar budaya tanpa makna, maka akan menimbulkan efek krisis kepercayaan, hal ini bila ditinjau dari sisi sosial. Sedang secara vertikal dapat memperburuk kwalitas iman, bila iman itu berkwalitas rendah maka amalan yang di lakukan akan rendah juga, sebab amal adalah buah dari keimanan kalau keimanan itu bermasalah akan melahirkan perbuatan-perbuatan bermasalah juga. Masalah ini sangatlah layak untuk di jadikan kontemplasi bersama demi memperbaiki hubungan sosial dan keimanan yang makin rapuh.


Epilog:

'InsyaAllah" Bukanlah Basa-basi. " InsyaAllah" yang kita ucapkan akan kita pertanggung jawabkan di sisi Allah, maka dari itu jangan pernah main-main dengan kata itu. Siapa saja yang main-main denganya siap-siap kena batunya.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © 2011. Amoe Hirata - All Rights Reserved
Maskolis' Creation Published by Mahmud Budi Setiawan